Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
Para aktivis lingkungan memiliki cara baru sebagai garis perlawanan terdepan agar suara mereka didengar oleh pengambil kebijakan, yaitu dilakukan pada museum atau galeri seni. Selain itu, senjata perlawanan yang digunakan terbilang cukup unik dan mengejutkan yaitu melempar makanan ke karya seni yang bernilai miliaran hingga triliunan rupiah.
Untuk kedua kalinya pada Minggu (23/10), dua pengunjuk rasa di Jerman melemparkan makanan kentang tumbuk ke salah satu karya seni lukisan karya Claude Monet berjudul "Grainstacks" yang dipajang di Museum Barberini Potsdam. Mereka memposting video insiden itu secara daring, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya perubahan iklim.
Seperti dilansir dari The Guardian pada Senin, (24/10), karya seni yang ditampilkan di balik kaca pelindung itu telah terjual dalam acara lelang pada tahun 2019 senilai lebih dari US$110 juta atau setara dengan Rp1,7 triliun.
Sebelumnya aksi protes serupa juga terjadi di Galeri Nasional London, Inggris pada Jumat (14/10) waktu setempat. Sebuah video yang menampilkan dua orang aktivis lingkungan menyiram lukisan legendaris karya Van Gogh seharga Rp13 triliun dengan sup tomat kaleng itu sempat viral dan menghebohkan media sosial.
Dari video yang beredar, dua aktivis dari organisasi "Just Stop Oil" tersebut tampak dengan sengaja menyiram lukisan berjudul "Sunflower" karya pelukis asal Belanda itu. Secara tiba-tiba pengunjung galeri tersontak kaget lalu terdengar suara teriakan 'Ya ampun!' di ruangan kamar 43 yang merupakan tempat lukisan tersebut dipajang.
Dua aktivis yang merupakan anak muda itu bernama Anna Holland (20 tahun) dan Phoebe Plummer (21 tahun) kemudian menempelkan tangan mereka ke bagian dinding di bawah lukisan. Aksi tersebut sontak memancing reaksi beragam. Ada yang memuji langkah Anna dan Phoebe, tak sedikit pula yang mengecamnya.
Selain itu, pola aksi protes tersebut juga memiliki kesamaan dengan insiden di Louvre di Paris pada bulan Mei lalu, di mana seorang pria melemparkan kue ke lukisan "Mona Lisa". Selama protes yang tidak terorganisir secara formal itu, pria itu tampaknya tidak memiliki rekan yang merekamnya dan tidak memiliki persiapan apa pun.
Para pegiat melakukan aksi-aksi pelemparan bahan makanan tersebut sebagai bentuk protes dalam rangka “pembangkangan” atas kelambanan pimpinan negara maupun dunia dalam menyikapi krisis iklim.
Ada pula yang menuntut pemenuhan kesejahteraan hewan, ataupun penutupan pertambangan ekstraksi bahan bakar fosil. Pandemi yang merebak kemudian menambah alasan pemuda tersebut untuk turun ke jalan.
Saat dikawal dari museum, pria yang melempar kue tersebut berbicara dalam bahasa Prancis dan mengatakan, "Pikirkan Bumi ! Ada orang-orang yang menghancurkan Bumi! Pikirkan tentang itu. Para seniman memberi tahu Anda: pikirkan tentang Bumi. Itu sebabnya saya melakukan ini."
Sedangkan aktivis yang melakukan pelemparan di Jerman langsung berteriak, "Apa yang lebih berharga, seni atau kehidupan?" tanya salah satu pengunjuk rasa. "Apakah itu lebih berharga daripada makanan, lebih berharga dari keadilan? Apakah Anda lebih peduli tentang perlindungan lukisan daripada perlindungan planet dan orang-orang?"
"Jika sebuah lukisan - dengan lemparan #KentangTumbuk atau #SupTomat - diperlukan untuk membuat masyarakat ingat bahwa bahan bakar fosil membunuh kita semua: Maka kami akan mempersembahkan #KentangTumbuk di lukisan!" lanjut bunyi cuitan dari kelompok aktivis tersebut.
"Orang-orang kelaparan, orang-orang kedinginan, orang-orang sekarat. Kita berada dalam bencana iklim, dan yang Anda takutkan hanyalah sup tomat atau kentang tumbuk di atas lukisan. Anda tahu apa yang saya takutkan? Saya takut karena sains memberi tahu kita bahwa kita tidak akan bisa memberi makan keluarga kita pada tahun 2050."
Terlepas dari tujuannya, banyak pihak mendukung keberanian para aktivis tersebut namun di sisi lain terdapat kalangan yang menyayangkan aksi lingkungan anak-anak muda tersebut karena bisa membuat publik antipati terhadap aktivisme iklim.(M-3)
KOMUNITAS Bidara di Mbay, Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT, melakukan kegiatan sosialisasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim bagi para pemuda, pelajar, nelayan, petani, mahasiswa.
Pencairan gletser akibat perubahan iklim terbukti dapat memicu letusan gunung berapi yang lebih sering dan eksplosif di seluruh dunia.
Kemah pengkaderan ini juga mengangkat persoalan-persoalan lingkungan, seperti perubahan iklim yang mengakibatkan bencana alam.
"Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,”
Fenomena salju langka menyelimuti Gurun Atacama, wilayah terkering di dunia, menghentikan sementara aktivitas observatorium ALMA.
Dalam serangkaian lokakarya yang digelar selama lima hari tersebut, para musisi membahas akar penyebab krisis iklim, peran seni dan budaya dalam mendorong perubahan nyata.
Salah satu seniman cilik yang karyanya berhasil terseleksi pada ArtJog 2024 ini adalah Louis Gilbert Yulianto, 11 tahun asal Yogyakarta.
Erica menjelaskan melukis ibarat menulis jurnal harian. Perbedaannya hanya pada bahan dan visualisasi.
Seniman Dyatmiko Bawono dan Santi Ariestyowanti asal Yogyakarta menggunakan produk Taco yang menghadirkan kreativitas tak terbatas dan menciptakan perpaduan luar biasa.
Dengan mengusung tema ‘Cheers to Fresher Celebrations’, mereka menghadirkan berbagai spot menarik bagi pengunjung di area Pantjoran Pantai Indah Kapuk mulai dari 26Januari-25 Februari 2024.
Guna menhadapi seni tiruan AI, seniman menghadirkan aplikasi Glaze dan Kudurru guna melindungi karya para seniman.
Polisi di London telah menangkap seorang pria dengan dugaan pencurian dan kerusakan barang setelah instalasi seni terbaru dari seniman terkenal Banksy.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved