Headline
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.
KETANGGUHAN sosok Sultan Agung bertemu dengan keindahan goresan tangan S Sudjojono. Hal itu menjadi poin utama yang akan didapatkan ketika membuka buku Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono. Buku yang diluncurkan pada akhir Januari 2022 ini merupakan bagian dari rangkaian acara Pameran Mukti Negeriku! yang diselenggarakan oleh Tumurun Private Museum, Solo.
Mungkin banyak orang sudah mafhum, Sultan Agung adalah salah satu raja dari Kesultanan Mataram yang terkenal atas ketangguhan dan keberaniannya. Lelaki bernama asli Raden Mas Jatmika tersebut memimpin Kesultanan Mataram pada 1593 hingga 1645.
Menurut laman resmi Dinas Kebudayaan Yogyakarta, Sultan Agung dikenal sebagai salah satu raja yang berhasil membawa Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan pada 1627. Tepatnya, setelah 14 tahun Sultan Agung memimpin Kerajaan Mataram Islam.
Pada kurun waktu 1613 sampai 1645, wilayah kekuasaan Mataram Islam meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Kehadiran Sultan Agung sebagai penguasa tertinggi membawa Kerajaan Mataram Islam kepada peradaban kebudayaan pada tingkat yang lebih tinggi.
Sultan Agung juga sempat melakukan perlawanan terhadap VOC pada 1628 dan 1629. Perlawanan tersebut disebabkan Sultan Agung menyadari bahwa kehadiran VOC di Batavia dapat membahayakan hegemoni kekuasaan Mataram Islam di Pulau Jawa.
Perjuangan Sultan Agung melawan VOC di Batavia tersebut yang diangkat S Sudjojono dalam lukisannya berjudul Sejarah Perjuangan Sultan Agung. Lukisan tersebut hingga saat ini terpajang di Museum Sejarah Jakarta sejak 1974. Gubernur Jakarta Ali Sadikin merupakan tokoh yang memesan lukisan tersebut untuk pembukaan Museum Sejarah Jakarta.
Perjalanan riset dan pembuatan sketsa lukisan yang dilakukan S Sudjojono kala itu diolah menjadi materi utama buku Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono. Di dalamnya terdapat 38 sketsa yang dibuat oleh S Sudjojono ketika mempersiapkan lukisan tersebut.
Buku setebal 156 halaman tersebut membahas mengenai serba-serbi di balik setiap sketsa yang dibuat oleh S Sudjojono. Makna, nilai, hingga konteks sejarah, dan gambaran nasionalisme Sultan Agung yang jadi latar belakang sketsa dikupas dengan mendalam oleh tim riset dan editor buku ini.
Buku dibuka dengan ditampilkannya perjalanan hidup dan karier S Sudjojono sebagai seorang seniman. Mulai dari awal kehidupan hingga akhir hayatnya di 1986.
Editor buku Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono, Santy Saptari, menjelaskan sejak awal sebanyak 38 sketsa karya S Sudjojono tersebut memang telah diserahkan untuk dimiliki oleh Tumurun Private Museum, Solo. Buku tersebut menjadi media penyatu dan penyambung setiap detail informasi mengenai proses, makna, hingga nilainilai yang terkandung dalam lukisan fenomenal salah satu maestro lukis modern Tanah Air tersebut.
“Kami istilahnya mempertemukan karya-karya ini lagi untuk menceritakan sejarah perjuangan Sultan Agung yang dihadirkan oleh S Sudjojono lewat karyanya,” ujar Santy dalam diskusi virtual, Minggu (27/2).
Santy mengungkapkan buku tersebut berfokus pada perjuangan Sultan Agung di Batavia yang dilakukan di area sekitar Museum Sejarah Jakarta akhirnya didirikan. Buku ini juga menelaah setiap arahan dan instruksi dari tim Provinsi DKI Jakarta yang tertuang dalam sejumlah korespondensi dengan S Sudjojono. Korespondensi ini menjadi penting karena banyak memengaruhi proses riset dan keputusan artistik S Sudjojono dalam memvisualisasikan subjek sejarah perjuangan Sultan Agung.
“Karya ini benar-benar membahas tentang nasionalisme dari Sultan Agung yang isinya juga masih relevan sekali hingga saat ini,” ujarnya.
Santy menjelaskan, dalam buku tersebut dihadirkan gambaran tentang bagaimana S Sudjojono melakukan riset yang mendalam dan detail ketika akan menghasilkan sketsa yang ia buat.
Termasuk tentang instruksi spesifik mengenai penggambaran sosok dan sifat Sultan Agung dari Mataram dan sejumlah hal lain yang berkaitan dengan aturan dan kebiasaan-kebiasaan keraton dan sultannya dari tim Provinsi DKI Jakarta.
Di dalamnya juga dijelaskan mengenai hasil riset S Sudjojono yang melakukan kunjungan ke museum dan institusi di Indonesia maupun Belanda, wawancara narasumber, hingga studi pustaka tentang pemikiran hingga tantangan yang dihadapi S Sudjojono selama menggarap lukisan Sejarah Perjuangan Sultan Agung.
“Bukan sekadar melukiskan peristiwa, Sudjojono memberi makna baru atas peperangan itu dalam karyanya, yang sekarang terpajang di Museum Sejarah Jakarta,” ujar Pendiri Tumurun Museum, Iwan K Lukminto, dalam kata sambutannya di bagian pembuka buku.
Tak kalah penting, ditambahkan Iwan, dalam proses membuat luksain tersebut, Sudjojono juga melakukan riset mendalam. Termasuk di Belanda, yang ia lakukan demi keakuratan data.
“Maka lahirlah 38 sketsa yang menjadi landasan lukisan Sultan Agung tersebut,” ujar Iwan.
Buku Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono akan membuat pembaca seakan bertamasya ke masa lalu sejak halaman pertama dibuka. Setiap gambar sketsa yang ditampilkan diperkaya dengan informasi sehingga pembaca tak akan tersesat dan memahami setiap tahap dan alur pembuatan lukisan.
Nilai-nilai nasionalisme yang dijunjung kuat oleh Sultan Agung tersampaikan dengan apik dalam seluruh sketsa.
Pembaca akan dibuat lebih kagum ketika akhirnya sketsa-sketsa sederhana tersebut berhasil diubah menjadi lukisan fenomenal oleh S Sudjojono.
Tak hanya akan disuguhkan informasi mengenai ketangguhan dan perjuangan Sultan Agung, pembaca tentu saja akan juga dimanjakan dengan hasil goresan tangan S Sudjojono yang luar biasa. Sketsa sang raja Mataram dalam berbagai kondisi. Mulai dari ketika hanya berdialog dengan jajarannya hingga ketika bertempur dengan menunggangi kuda andalannya.
Membuka setiap lembaran buku ini akan membuat pembaca menghayati karya S Sudjojono dengan lebih mendalam dan personal. Memahami tentang proses berkesenian yang sungguh-sungguh seorang maestro lukis dalam menghadirkan sosok Sultan Agung di atas kanvas. (Pro/M-2)
Judul: Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia yang bekerja sama dengan Tumurun Museum dan S. Sudjojono Center
Tahun: Januari 2022
ISBN: 978-602-481-757-2
LUKISAN pahlawan nasional asal Bali, I Gusti Ngurah Rai, mencuri perhatian Presiden Prancis Emmanuel Macron saat menyambangi Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (28/5).
Hal itu disampaikan Kepala Negara dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 di Monas, Jakarta, Kamis, 1 Mei 2025.
RM Margono diusulkan mendapat pengakuan sebagai Pahlawan Nasional, mengingat kiprah dan kontribusinya membangun ekonomi rakyat yang berkelanjutan.
Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Sosial (Kemensos), menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional pada Soeharto
Gus Ipul menyebutkan, Jenderal M Jusuf telah memenuhi syarat yang ditetapkan untuk mendapatkan gelar tersebut.
Telusuri jejak Sultan Hasanuddin: pahlawan maritim, strategi gigih, dan warisan abadi bagi Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved