Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Seperti Tentara Tidur

Suprianto Annaf Redaktur Bahasa Media Indonesia
08/8/2021 08:27
Seperti Tentara Tidur
Suprianto Annaf Redaktur Bahasa Media Indonesia(Dok Pribadi)

PANDEMI covid-19 seperti tidak ada ujungnya. Tahapan PPKM pun seakan menjadi deretan kebijakan yang tidak mampu membendung dahsyatnya virus covid. Dari PPKM darurat berubah ke level 4, level 3, level 2, dan ke level 1 hanya sekadar cara menyambung asa. Kewajiban vaksin pun menjadi harapan terakhir yang menumbuhkan harapan dan semangat.

Penjelasan persuasif tentang vaksin sering kali diilustrasikan dalam bahasa yang mudah dipahami dan sedekat mungkin dengan nalar umum masyarakat. Pada suatu momen, seorang dokter membuat permisalan bahwa vaksin dilakukan untuk menguatkan antibodi di dalam tubuh. Antibodi ini seumpama tentara yang siap melawan musuh yang mengancam pertahanan tubuh. Tentu saja datangnya dari luar.

Dalam dunia nyata, tentara merupakan pasukan terlatih yang dimiliki negara. Tugasnya sangatlah berat, yakni menjaga kedaulat an negara, dan melindungi tumpah darah. Tentara pun dibangun laksana benteng yang kukuh agar tidak mudah dipatahkan lawan.

Agar siap tempur, tentara pun dibekali dengan segala taktik perang. Mereka pun berlatih sekuat tenaga walaupun negara tidak dalam kondisi bahaya atau terancam. Selain itu, untuk menjadi pasukan yang mumpuni, tentara mestilah profesional. Persenjataan yang modern dan cangkih pun menjadi prasyarat agar tentara disegani musuh: kapan pun dan di mana pun.

Setelah divaksin, tubuh diyakini sudah memiliki pasukan tentara yang tangguh, kuat, dan andal. Artinya pula, pasukan ini siap menghadapi musuh kapan pun diperlukan.

Akan tetapi, tentara yang sudah siap tempur itu malah disuruh tidur, tidak terlatih, dan tidak pernah melakukan uji coba di lapangan. Tentara kini dininakbobokan dengan regulasi. Tentara juga tidur nyenyak karena kita diminta pakai dobel masker. Tentara pun tidak terlatih karena kita diminta tinggal di rumah selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. Tentara yang bernama imun dan antibodi itu tidak pernah menghadapi situasi kritis. Tentara ini sekarang berada di zona nyaman. Bahkan yang paling ironis, tentara di dalam tubuh kita selalu ketakutan. Kalau begitu, kapan tentara yang bernama antibodi dan imun itu siap perang?

Bila ditarik kembali ke realitas, setelah divaksin, kita justru semakin ketakutan atas virus covid-19. Apalagi, tingkat penularan di Indonesia masih sangat tinggi. Bahkan yang sangat meng khawatirkan, jumlah kematian karena covid-19 di negara ini mengalahkan negara-negara lain.

Tentara di dalam tubuh kita kini telah pulas. Tertidur selama pandemi karena memang disuruh untuk tidur. Terlindungi karena ada pelindung yang melengkapi. Sampai kapan? Ya, sampai keberanian menjadi pemenang di dalam diri. Sampai kelogisan bertindak dan berpikir seiring sejalan menyertai.

Perumpamaan antibodi dengan tentara di atas cukuplah menjabarkan manfaat vaksin yang sudah kita terima. Vaksin yang mestinya menguatkan tubuh malah didiamkan. Vaksin hanya menjadi prasyarat hidup di new normal.

Pada saatnya, ketika kita beraktivitas kembali seperti sebelum pandemi, malah di saat inilah tentara yang tertidur itu tiba-tiba terjaga. Kaget. Dia mesti perjibaku dengan musuh yang datang bernama delta, alfa, dan gama. Tentara bernama antibodi dan imun dibutuhkan saat ini. Ayo tentara lawan! Lawan! Jangan lari, tetapi hadapi!

Pertanyaannya, mampukah tentara kita melawannya? Atau justru tidur lagi?



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya