Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Kepunahan hewan-hewan berukuran besar ternyata berpengaruh terhadap perkembangan otak manusia. Hal ini diungkap dalam sebuah studi yang dilakukan para peneliti dari Tel-Aviv University.
Ketika manusia pertama kali muncul di Afrika 2,6 juta tahun lalu, rata-rata hewan yang menjadi buruan mereka berukuran besar, dengan berat lebih dari 1.000 pon (sekitar 450 kilogram). Namun, sepanjang era Pleistosen (sekitar 2,5 juta hingga 11 juta tahun yang lalu), ketika banyak makhluk berukuran besar di Bumi di ambang kepunahan, hal tersebut memaksa nenek moyang kita untuk mengembangkan berbagai metode baru untuk menangkap hewan buruan yang lebih kecil.
Saat mereka beralih untuk memburu mangsa yang lebih kecil dan gesit inilah, manusia mulai mengembangkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi dan diduga mengalami pertumbuhan volume otak dari 650cc menjadi 1.500cc.
Dr. Miki Ben-Do dari Tel-Aviv University, mengungkapkan, berburu hewan yang lebih kecil menghasilkan tekanan evolusioner yang berkepanjangan pada fungsi otak manusia. "Memburu binatang yang lebih kecil, yang dapat berlari atau terbang dengan sangat cepat, membutuhkan fisiologi yang harus disesuaikan untuk mengejar hewan buruan serta alat yang lebih canggih," papar Dr Ben-Do seperti dilansir dari dailymail.co.uk, Selasa (2/3).
"Aktivitas kognitif juga meningkat karena saat perburuan membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat, untuk mengenali perilaku hewan informasi ini perlu disimpan dalam memori yang lebih besar," imbuhnya.
Ketika ukuran hewan mulai mengecil, manusia juga mulai mengembangkan persenjataan yang lebih fungsional untuk mendukung perburuannya, seperti busur dan anak panah, tombak, bahkan manusia telah bisa memanfaatkan hewan lain untuk membantunya berburu.
'Namun saat manusia memutuskan untuk membuat pemukiman permanen dan bercocok tanam, perkembangan di otak mereka justru menurun ke volume saat ini yaitu 1300-1400cc," jelas Dr Ben-Do.
"Ini terjadi karena sumberdaya yang mereka kembangkan tanaman dan hewan peliharaan itu tidak dapat terbang, sehingga tidak diperlukan lagi alokasi kemampuan kognitif seperti ketika mereka melaksanakan tugas perburuannya," sambungnya.
Tesis Dr. Ben-Do tentang perkembangan otak manusia ini mendapatkan dukung dari Profesor Ran Barkai dari Jacob M. Alkow, yang merupakan peneliti senior di Department of Archaeology di Tel Aviv University.
Namun, menurut dua profesor ini, perkembangan otak manusia ini jugalah yang menjadi penyebab utama kepunahan hewan-hewan besar di Bumi. "Di mana pun kemunculan manusia, baik homo erectus atau homo sapiens, cepat atau lambat diikuti dengam kepunahan massal hewan besar," ungkap Prof. Barkai.
"Ketergantungan pada hewan besar itu ada harganya, karena manusia seringkali merusak rantai makanan mereka sendiri," pungkasnya. (M-4)
Kerangka yang diyakini sebagai korban pembunuhan dari Zaman Besi ditemukan para arkeolog yang bekerja pada proyek HS2 di Buckinghamshire, Inggris.
Studi menemukan bukti bahwa spesies homo Erectus, Heidelbergensis, dan Neanderthalensis kehilangan sebagian besar relung iklim mereka sebelum punah. Perubahan iklim membuat mereka
PEREMPUAN paruh baya yang meninggal sekitar 5.000 tahun silam ditemukan di Jerman.
Penemuan baru di Gua Kruger, Afrika Selatan, mengungkapkan teknik berburu canggih yang digunakan oleh manusia purba sekitar 7.000 tahun yang lalu.
Peneliti berhasil mengidentifikasi rahang Penghu 1 dari dasar laut Taiwan sebagai milik Denisovan, spesies manusia purba yang misterius.
Manusia modern itu diperkirakan menetap di sana selama 70.000 tahun hingga menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Studi dari SGH dan NNI mengungkap perkembangan skoliosis idiopatik remaja (AIS) lebih dipengaruhi faktor otak daripada tas berat atau postur buruk.
Studi terbaru yang dipublikasikan PLOS Mental Health mengungkapkan remaja dengan kecanduan internet mengalami perubahan dalam kimia otak dan konektivitas fungsional.
Untuk pemenang lomba makan otak-otak, bakal diambil tiga tercepat total hadiah pemenang hingga Rp3,7 juta.
Obat untuk mengatasi kantuk atau microsleep ialah beristirahat atau tidur yang cukup dengan kualitas yang baik.
Gejala yang bisa dijadikan patokan untuk deteksi dini ialah jika hingga usia bayi 18 bulan (1,5 tahun) belum bisa menegakkan kepala (head lag)
Mengetik terlalu lama dan duduk di posisi yang sama dalam waktu lama, termasuk mengendarai motor, bisa memicu munculnya neuropati.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved