Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Kasus Langka: Pria di AS Terinfeksi Cacing Pita di Otak Gara-Gara Bacon Kurang Matang

Iko Amraeny
21/8/2025 07:14
Kasus Langka: Pria di AS Terinfeksi Cacing Pita di Otak Gara-Gara Bacon Kurang Matang
Ilustrasi(make your meal)

SEORANG pria berusia 52 tahun di Amerika Serikat, mengeluhkan adanya perubahan pada gejala migrain yang dialaminya ke klinik rawat jalan. Selama empat bulan terakhir, obat-obatan tidak lagi efektif untuk mengobati migrainnya. 

Frekuensi migrain yang dialaminya meningkat dari hanya sekali seminggu menjadi lebih sering dan terasa lebih parah.. Dia juga melaporkan rasa sakit yang memburuk di seluruh bagian belakang tengkoraknya.

Apa yang terjadi selanjutnya? 

Dokter mengambil tanda-tanda vital pasien, yang hasilnya normal. Mereka juga melakukan CT scan pada otaknya, yang menunjukkan adanya banyak lesi mirip kista yang tersebar di kedua sisi otak. Secara khusus, pertumbuhan ini muncul di materi putih otak, yaitu jaringan yang membungkus dan menginsulasi perpanjangan sel-sel otak.

Pasien segera dirawat di rumah sakit untuk konsultasi bedah saraf. MRI memastikan temuan CT scan, yang menunjukan penumpukan cairan di sekitar kista di otak.

Diagnosis Pasien

Diduga adanya kemungkinan infeksi parasit, departemen bedah saraf mengirim pasien ke spesialis penyakit menular, yang menjalankan sejumlah tes. Satu tes menunjukkan darah pasien mengandung antibodi terhadap Taenia solium, cacing pita yang biasanya ditemukan pada babi.

Dalam kasus pria ini, larva cacing tersebut telah menyerang otaknya dan tertanam dalam kista di dalam jaringan. Ketika T. solium menginfeksi sistem saraf dengan cara ini, kondisinya dikenal sebagai neurocysticercosis.

Pengobatan yang dilakukan

Pasien menerima obat antiparasit dan anti-inflamasi sambil dipantau di unit perawatan intensif selama beberapa minggu, setelah itu dia diperiksa di klinik rawat jalan penyakit menular. "Pasien berhasil diobati, dengan regresi lesi dan perbaikan sakit kepala," tulis dokternya dalam laporan kasus tersebut.

Apa yang membuat kasus ini unik?

Manusia bisa tertular T. solium bila tidak sengaja menelan larva atau telur cacing itu. Orang bisa terpapar jika mereka makan daging babi yang kurang matang, minum air yang terkontaminasi kotoran babi yang terinfeksi, atau menyentuh wajah dan makanan setelah menyentuh kotoran babi.

Mengonsumsi daging babi yang kurang matang serta mengandung larva dapat menyebabkan infeksi usus yang disebut taeniasis, sementara mengonsumsi kotoran yang mengandung telur memicu infeksi pada jaringan lain, termasuk otak. Telur-telur itu awalnya menuju ke pembuluh darah otak dan kompartemen untuk cairan serebrospinal (cairan bening yang membasahi otak), dan kemudian memicu respons kekebalan inflamasi yang merusak penghalang pelindung otak.

T. solium adalah parasit endemik yang tersebar di berbagai wilayah dunia. Infeksi parasit ini kerap ditemukan di Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, serta Asia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),  di daerah endemik ini, neurocysticercosis adalah penyebab umum epilepsi. Meskipun infeksi ini tidak endemik di Amerika Serikat, sekitar 2.000 kasus dilaporkan di negara itu setiap tahun, dan sering kali terkait dengan perjalanan ke dan dari tempat-tempat di mana T. solium endemik berada.

Namun dalam kasus pria ini, dia "menyangkal pernah bepergian ke daerah berisiko tinggi belakangan ini, dengan satu-satunya riwayat perjalanan yang notable adalah keikutsertaannya dalam pelayaran ke Bahama 2 tahun sebelumnya," catat laporan tersebut.

Setelah ditanya lebih lanjut, pria itu "mengakui kebiasaan makan bacon yang dimasak sebentar (tidak renyah) untuk sebagian besar hidupnya," kata laporan itu. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) merekomendasikan memasak daging babi setidaknya hingga suhu 145 derajat Fahrenheit (sekitar 63 derajat Celcius), meskipun sulit untuk memeriksa suhu bacon mengingat itu adalah potongan daging yang tipis. Menurut Departemen Pertanian AS (USDA), jika dimasak hingga garing, bacon seharusnya telah mencapai suhu yang aman. 

Berdasarkan kebiasaan makan pasien, dokter menyimpulkan bahwa "preferensi seumur hidupnya untuk bacon yang lembut" mungkin telah membuatnya sesekali makan bacon yang kurang matang, menyebabkan taeniasis, yaitu bentuk infeksi cacing pita di usus. Dari sana, para dokter berspekulasi, dia mungkin tanpa sengaja memberikan cysticercosis kepada dirinya sendiri dengan mencuci tangan yang tidak benar. Dengan kata lain, dia mungkin tidak sengaja terpapar telur cacing dari kotorannya sendiri.

"Konsumsi daging babi yang kurang matang adalah faktor risiko teoritis untuk neurocysticercosis melalui autoinokulasi (penularan pada diri sendiri), seperti yang kami duga dalam kasus ini," simpul tim medis tersebut. "Secara historis sangat tidak biasa untuk menemukan daging babi yang terinfeksi di Amerika Serikat, dan kasus kami mungkin memiliki implikasi kesehatan masyarakat." (Livescience/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya