Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Saat film "Avengers: Endgame" berhasil melampaui rekor film terlaris yang dipegang oleh "Avatar" pada pekan lalu, muncul pertanyaan tentang bagaimana Hollywood menentukan film apa yang dianggap meraup penghasilan terbesar.
Ada begitu banyak faktor yang membuat film menjadi box office sukses dan faktor-faktor tersebut telah berubah sejak masa-masa awal kemunculan bioskop. Faktor pertama, konsumen memiliki lebih banyak pilihan untuk membelanjakan uang mereka dalam hal hiburan.
Bahkan jika Anda mengecualikan acara olahraga, konser, dan hiburan di rumah seperti layanan streaming dan video game, jumlah pilihan film yang akan ditonton di bioskop pun tetap lebih besar dari pada 50 tahun yang lalu.
Oleh sebab itu, sebuah film seperti "Gone with the Wind" menjual lebih dari 200 juta tiket selama rilis awal dan tujuh rilis tambahan di Amerika Serikat. Sebagai perbandingan, "Endgame" hanya menjual sekitar 94,8 juta tiket di dalam negeri sejak dirilis di April. Tidak hanya itu, konten film juga telah berubah secara drastis.
Drama tiga jam tentang kehidupan selama Perang Sipil tidak akan sepopuler tahun 2019 seperti pada 1939. Jadi, akan sulit untuk mengatakan dengan pasti bahwa film yang berkembang beberapa dekade yang lalu masih akan tetap dibuat hari ini.
BACA JUGA: Tumbangkan Avatar, Avengers: Endgame jadi Film Terlaris Sejagat
Alasan utama lainnya bahwa Hollywood tidak menyesuaikan dengan inflasi adalah banyaknya film-film pasar luar negeri yang sekarang dirilis. Analis harus terjun ke setiap pasar global untuk menentukan tingkat inflasi di masing-masing negara, sebuah tugas yang hampir mustahil mengingat kebanyakan film dirilis di lebih dari 100 pasar selama peluncuran awal mereka. Seperti yang Media Indonesia kutip dari CNBC (23/7) dimana sebuah perusahaan media pengukuran dan analisis, Comscore membuat perhitungan sebuah perhitungan yang disesuaikan dengan era saat ini. Paul Dergarabedian dan timnya menyusun metode dimana mereka membagi harga tiket rata-rata untuk tahun film yang dirilis ke dalam pendapatan kotor film untuk menentukan perkiraan jumlah tiket film yang akan dijual. Tentu saja, hal itu menjadi sulit, terutama mengingat begitu banyak film terlaris yang dirilis ulang setelah debut awal mereka.
Misalnya film "Snow White and the Seven Dwarfs" dirilis di bioskop pada tahun 1937, 1983, 1987 dan 1993. Jadi, untuk film-film ini, Comscore menggunakan harga tiket rata-rata untuk masing-masing tahun yang berbeda dan membaginya menjadi bruto untuk masing-masing merilisnya. Yang pasti, ini bukan metode yang sempurna. Tidak ada cara untuk menjabarkan harga pemutaran film di studio IMAX maupun 3D, atau penetapan harga berdasarkan wilayah. Belum lagi, harga tiket bervariasi berdasarkan tahun. Pada 2017, harga tiket rata-rata adalah US$ 8,97 sedangkan pada 2018 itu naik menjadi US$ 9,11 dan pada tahun ini turun menjadi US$ 9,01. Jadi jika penyesuaian dilakukan tahun lalu, tentu angkanya akan jauh lebih tinggi.
Berikut daftar 10 film terlaris dalam sejarah Hollywood jika dilakukan penyesuaian Jikbox office berdasarkan harga tiket modern di Amerika Serikat :
1. Gone with the Wind (1939)
Perkiraan penjualan tiket: 201 juta tiket dengan perkiraan pendapatan penyesuaian US$ 1,81 miliar atau Rp 25,3 triliun.
2. Star Wars (1977)
Perkiraan penjualan tiket: 178,1 juta tiket dengan perkiraan pendapatan penyesuaian US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 22,3 triliun.
3. The Sound of Music (1965)
Perkiraan penjualan tiket: 157,2 juta tiket dengan perkiraan pendapatan penyesuaian US$1.41 miliar atau sekitar Rp19,7 triliun.
4. E.T. the Extra-Terrestrial (1982)
Perkiraan penjualan tiket:147,9 juta tiket dengan perkiraan pendapatan penyesuaian US$ 1,33 miliar atau sekitar Rp 18,5 triliun.
5. Titanic (1997)
Perkiraan penjualan tiket: 143,5 juta tiket dengan perkiraan pendapatan penyesuaian US$1,29 miliar atau sekitar Rp18 triliun.
6. The Ten Commandments (1956)
Perkiraan penjualan tiket: 131 juta tiket dengan perkiraan pendapatan penyesuaian US$1,18 miliar atau setara dengan Rp 16,5 triiun.
7. Jaws (1975)
Perkiraan penjualan tiket: 128 juta tiket dengan perkiraan pendapatan penyesuaian US$1,15 miliar atau setara dengan Rp 16 triliun.
8. Doctor Zhivago (1965)
Perkiraan penjualan tiket: 124,6 juta tiket dengan perkiraan pendapatan penyesuaian US$1,12 miliar atau setara dengan Rp 15,6 triliun.
9. The Exorcist (1973)
Perkiraan penjualan tiket: 116,5 juta tiket dengan perkiraan pendapatan penyesuaian US$ 1,04 miliar atau setara dengan Rp14,5 triliun.
10. Dwarfs (1937)
Perkiraan penjualan tiket: 109 juta tiket dengan perkiraan pendapatan penyesuaian US$ 982 juta atau setara dengan Rp 13,7 triliun. (M-2)
MASA depan kayu dinilai bukan hanya sebagai material bangunan, tetapi juga sebagai sumber energi terbarukan.
Serikat Pekerja menuntut agar kebijakan yang diambil tetap berpijak pada prinsip kedaulatan, keadilan sosial, dan keberlanjutan ekonomi.
Lighting Experience Days 2025 ini untuk meningkatkan keterampilan pelaku industri tata cahaya dan memperluas jaringan.
STARTUP Indonesia Nosuta membuka jalan bagi mahasiswa kehutanan untuk berkarier di Jepang. Lima belas mahasiswa Program Studi Kehutanan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Indonesia berada di persimpangan antara pertumbuhan keuangan digital dan meningkatnya minat investor regional — ini momentum penting bagi industri kripto lokal.
Endress+Hauser, perusahaan instrumentasi pengukuran, layanan, serta rekayasa proses industri, merelokasi kantor cabang Medan ke lokasi yang lebih strategis.
SYAHRINI, penyanyi Tanah Air, datang di Cannes Film Festival 2025. Kehadirannya di Cannes setelah vakum beberapa tahun di dunia hiburan menarik perhatian publik.
MENDUKUNG gaya hidup 'Live Right, Live Smart', Xiaomi resmi meluncurkan produk Xiaomi TV A Pro Series 2026 di Tanah Air.
Perlu dicermati terjadinya trading down atau fenomena pindahnya konsumen ke barang-barang yang lebih murah.
Event Syarima Go Ramadan in Velo menghadirkan kombinasi unik antara bazar, kuliner khas Ramadan, serta hiburan musik yang spektakuler untuk menemani masyarakat.
Diperkenalkannya hiburan paruh waktu di Piala Dunia memperlihatkan niat FIFA untuk beradaptasi dengan model hiburan ala olahraga Amerika Serikat (AS), khususnya Superbowl milik NFL.
Hadir sebagai pusat pelatihan profesional, WKCI Academy siap membimbing generasi muda Indonesia untuk mewujudkan mimpi mereka menjadi bagian dari industri hiburan Korea dan internasional.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved