Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Teori Alternatif Big Bang: Alam Semesta Mungkin Terbentuk di Dalam Lubang Hitam Raksasa

Thalatie K Yani
25/6/2025 08:03
Teori Alternatif Big Bang: Alam Semesta Mungkin Terbentuk di Dalam Lubang Hitam Raksasa
Tim Ilmuan memperkirakan alam semesta terbentuk di dalam sebuah lubang hitam kolosal, yang berada dalam semesta 'induk'.(ESO)

TIM ilmuwan mengusulkan teori radikal yang menantang pandangan konvensional tentang asal-usul alam semesta. Menurut mereka, alam semesta kita mungkin terbentuk di dalam sebuah lubang hitam kolosal yang berada dalam semesta "induk" yang lebih besar.

Selama ini, teori Big Bang dan relativitas umum Einstein telah menjadi fondasi utama dalam menjelaskan berbagai fenomena kosmologis, seperti latar belakang gelombang mikro kosmis (CMB), struktur besar alam semesta, hingga percepatan ekspansinya yang sering dikaitkan dengan energi gelap. Namun, sejumlah pertanyaan mendasar masih belum terjawab—termasuk hakikat energi dan materi gelap, singularitas pada saat Big Bang, serta ketidaksesuaian antara relativitas umum dan mekanika kuantum.

"Mayoritas ilmuwan mencoba menjawab masalah ini dengan menciptakan bentuk energi misterius seperti energi gelap, atau mengubah hukum fisika yang sudah ada," kata Prof. Enrique Gaztañaga dari University of Portsmouth kepada Space.com. "Tapi langkah ini sangat drastis."

Alam semesta terus mengembang?

Gaztañaga dan timnya mencoba berpikir lebih sederhana. Mereka memulai penelitian dari sebuah pertanyaan mendasar: mengapa alam semesta terus mengembang dengan percepatan?

"Seluruh alam semesta yang bisa kita amati sebenarnya berada di dalam radius gravitasinya sendiri. Jika dilihat dari luar, ia akan tampak seperti lubang hitam," jelasnya. 

"Dari sini muncul ide radikal: bagaimana jika alam semesta terbentuk dengan cara yang sama seperti bintang yang runtuh menjadi lubang hitam?"

Teori Big Bang

Selama ini, teori Big Bang menyebut alam semesta bermula dari satu titik sangat panas dan padat, lalu mengembang sangat cepat. Jika proses ini diputar balik berdasarkan hukum fisika yang kita ketahui, akan muncul satu titik dengan kerapatan tak terhingga tempat waktu, ruang, dan materi bermula.

Namun, studi terbaru ini menawarkan alternatif: alam semesta mungkin tidak berawal dari singularitas, melainkan dari keruntuhan awan materi raksasa di alam semesta lain. Untuk menguji gagasan ini, tim peneliti menjalankan simulasi dan secara tak terduga menemukan sudah ada solusi matematis eksak yang menggambarkan proses tersebut, tanpa perlu teori spekulatif.

"Dalam kondisi tertentu, keruntuhan ini tidak berakhir pada singularitas, tapi justru memantul dan mulai mengembang kembali," ungkap Gaztañaga. "Pantulan inilah yang menyerupai Big Bang."

Pantulan Kosmik

Meski skenario “pantulan kosmik” bukanlah hal baru, model ini menjadi unik karena sepenuhnya bergantung pada hukum fisika yang sudah dikenal. Tidak ada partikel atau gaya spekulatif yang digunakan—hanya gravitasi dan mekanika kuantum.

Salah satu prinsip penting dalam mekanika kuantum adalah larangan dua partikel identik (seperti elektron atau neutron) berada dalam keadaan yang persis sama pada waktu bersamaan. Prinsip ini menimbulkan tekanan degenerasi yang mencegah kompresi total, sama seperti yang terjadi pada inti bintang mati seperti katai putih atau bintang neutron.

"Pada model kami, tekanan degenerasi ini yang menghentikan keruntuhan total dan memicu pantulan," jelasnya.

Sementara itu, rekan peneliti Sravan Kumar menambahkan dalam lingkungan dengan energi dan kerapatan ekstrem, efek kuantum sangat dominan. Jika gravitasi berinteraksi dengan medan Higgs (yang memberi massa pada partikel), maka gravitasi bisa berubah menjadi gaya tolak-menolak pada kondisi tertentu—mencegah terbentuknya singularitas dan memicu ekspansi kembali.

Swaraj Pradhan, peneliti lain dalam studi ini, juga menekankan meski kita memahami gaya-gaya penahan keruntuhan pada katai putih dan bintang neutron, kita belum punya data langsung pada kondisi ekstrem setelah terbentuknya lubang hitam. 

"Daripada mengasumsikan adanya singularitas tempat hukum fisika gagal, masuk akal untuk berpikir bahwa efek kuantum mencegah hal itu terjadi," katanya. "Model kami hanyalah perluasan dari prinsip yang telah teruji, tetap konsisten dengan fisika yang kita kenal."

Model ini juga memprediksi adanya lengkungan ruang positif dalam skala kecil serta kemungkinan keberadaan objek sisa dari sebelum pantulan terjadi, seperti lubang hitam purba atau bintang neutron.

"Pantulan gravitasi dalam model kami didasarkan pada lengkungan ruang positif dan prinsip eksklusi Pauli—yang menyatakan bahwa dua fermion tidak bisa berada dalam keadaan kuantum yang sama," jelas Michael Gabler dari University of Valencia. "Seluruh proses ini terjadi dalam kerangka teori relativitas umum Einstein."

Jika objek-objek sisa seperti lubang hitam purba benar-benar ditemukan, terutama pada masa-masa awal alam semesta, hal itu bisa menjadi bukti kuat untuk mendukung teori ini. Bahkan, temuan awal dari Teleskop James Webb telah mengungkap keberadaan galaksi tua yang terbentuk terlalu cepat jika dibandingkan dengan garis waktu Big Bang konvensional. Temuan ini lebih masuk akal jika objek-objek seperti lubang hitam supermasif memang sudah ada sebelumnya dan mempercepat pembentukan galaksi.

"Memang, menyatakan Big Bang bukanlah awal dari segalanya adalah hal yang kontroversial," tutup Gaztañaga. "Tapi mempertanyakan asumsi lama adalah bagian penting dari kemajuan sains." (space/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya