Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
SEBUAH anomali kosmik yang terdeteksi di galaksi jauh dapat menjadi pertanda masa depan yang mengerikan bagi kehidupan di Bima Sakti. Penemuan ini mengindikasikan model evolusi galaksi yang kita gunakan mungkin tidak akurat.
Para astronom mendeteksi lubang hitam supermasif yang meletus dan menghasilkan semburan jet raksasa yang belum pernah terlihat sebelumnya, muncul dari galaksi dengan bentuk yang mirip dengan Bima Sakti. Galaksi tersebut juga memiliki jumlah materi gelap yang jauh lebih banyak dibandingkan Bima Sakti, yang mengisyaratkan adanya hubungan antara lubang hitam aktif dan kelimpahan "zat" paling misterius di alam semesta.
Jet yang meletus dari galaksi spiral masif 2MASX J23453268-0449256 (J2345-0449)—tiga kali lebih besar dari Bima Sakti dan terletak 947 juta tahun cahaya jauhnya—memiliki panjang hingga 6 juta tahun cahaya. Jika lubang hitam supermasif di J2345-0449, yang diperkirakan memiliki massa setara 1,4 miliar matahari, dapat meledak dengan begitu dahsyat, mungkinkah lubang hitam supermasif di pusat Bima Sakti, Sagittarius A* (Sgr A*), juga mengalami hal yang sama? Jika iya, apa dampaknya bagi kehidupan di Bima Sakti?
Meskipun jet yang lebih besar pernah diamati sebelumnya—seperti Porphyrion, yang membentang sejauh 23 juta tahun cahaya—semburan dahsyat seperti ini umumnya ditemukan di galaksi elips, bukan di galaksi spiral.
"Penemuan ini bukan sekadar keanehan – ini memaksa kita untuk memikirkan ulang bagaimana galaksi berevolusi serta bagaimana lubang hitam supermasif tumbuh dan membentuk lingkungannya," kata Joydeep Bagchi dari CHRIST University, Bangalore. "Jika sebuah galaksi spiral tidak hanya mampu bertahan tetapi juga berkembang dalam kondisi ekstrem seperti ini, apa artinya bagi masa depan galaksi seperti Bima Sakti?"
"Bisakah Bima Sakti suatu hari nanti mengalami fenomena energi tinggi serupa yang dapat berdampak serius pada kelangsungan hidup di dalamnya?"
Tim ilmuwan mendeteksi letusan jet radio yang luar biasa ini menggunakan Teleskop Luar Angkasa Hubble, Giant Metrewave Radio Telescope, dan Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA).
Sebelumnya, para ilmuwan berasumsi semburan jet besar seperti ini akan menghancurkan struktur galaksi spiral, terutama lengan spiralnya yang khas. Namun, J2345-0449 tampaknya tetap stabil dan mempertahankan morfologinya—termasuk lengan spiralnya, batang bintang pusat yang terang, dan cincin bintangnya—meskipun memiliki salah satu lubang hitam supermasif paling ganas yang pernah ditemukan di galaksi spiral.
Yang lebih aneh lagi, galaksi ini dikelilingi halo gas raksasa. Pada banyak galaksi, materi ini biasanya mendingin dan mengembun untuk membentuk bintang baru. Namun, di J2345-0449, lubang hitam pusatnya berperan sebagai "tungku kosmik", memanaskan halo gas ini, menghasilkan emisi sinar-X, dan mencegah pembentukan bintang baru.
Sinar kosmik, sinar gamma, dan sinar-X yang berasal dari jet besar lubang hitam ini dapat mengancam kehidupan apa pun yang mungkin muncul di J2345-0449.
Terdapat beberapa perbedaan besar antara J2345-0449 dan Bima Sakti. Selain ukurannya yang tiga kali lebih besar, lubang hitam pusat kedua galaksi juga berbeda secara signifikan. Lubang hitam di J2345-0449 diperkirakan memiliki massa antara 250 juta hingga 1,4 miliar matahari, sedangkan Sagittarius A* jauh lebih kecil dengan massa sekitar 4,3 juta matahari.
Keganasan lubang hitam di J2345-0449 terjadi karena ia melahap gas dan debu dalam jumlah besar yang berputar di cakram akresi di sekelilingnya. Materi yang tidak tertelan oleh lubang hitam disalurkan ke kutubnya dan dilontarkan sebagai jet kembar luar biasa yang melesat hampir dengan kecepatan cahaya.
Sebaliknya, Sagittarius A* saat ini tidak memiliki jet kuat karena hampir tidak "memakan" materi apa pun. Jika dibandingkan dengan manusia, lubang hitam ini seperti bertahan hidup hanya dengan sebutir nasi setiap satu juta tahun.
Namun, situasi ini bisa berubah drastis dalam waktu singkat jika Sgr A* berhasil menangkap awan gas besar atau sebuah bintang dan mulai melahapnya. Peristiwa ini dikenal sebagai Tidal Disruption Event (TDE), dan meskipun kita telah melihat banyak TDE di galaksi lain, kita belum pernah menyaksikannya terjadi pada Sgr A*.
Jika Sgr A* merobek sebuah bintang dalam peristiwa TDE, materialnya akan membentuk cakram akresi di sekeliling lubang hitam dan menghasilkan jet astrofisika. Dampaknya tergantung pada arah, kekuatan, dan jumlah energi yang dilepaskan jet tersebut.
Jika jet dari Sgr A*, yang terletak 27.000 tahun cahaya dari Bumi, mengarah langsung ke Tata Surya, radiasi yang dipancarkan dapat menghancurkan atmosfer planet dan merusak DNA makhluk hidup di Bumi, meningkatkan tingkat mutasi. Jika Bumi terkena langsung oleh jet ini, lapisan ozon bisa rusak, menyebabkan kepunahan massal.
Bahkan jika jet ini tidak mengarah langsung ke Bumi, dampaknya tetap bisa merugikan bagi Bima Sakti secara keseluruhan. Jika jet menghantam medium antarbintang ia dapat memanaskannya dan menghambat pembentukan bintang, seperti yang terjadi di J2345-0449.
Ini bukan hal yang belum pernah terjadi sebelumnya di Bima Sakti. Para ilmuwan percaya bahwa galaksi kita dulu pernah dilanda semburan radio raksasa. Namun, memprediksi kapan dan apakah Sgr A* akan kembali meletus jauh lebih sulit dibandingkan hanya melihat bukti aktivitasnya di masa lalu.
Dalam penelitian ini, para astronom juga menemukan J2345-0449, yang tiga kali lebih besar dari Bima Sakti, tampaknya mengandung 10 kali lebih banyak materi gelap dibandingkan galaksi kita. Materi gelap tidak terlihat, karena tidak berinteraksi dengan cahaya seperti materi biasa yang membentuk bintang, planet, dan makhluk hidup. Namun, materi gelap berinteraksi dengan gravitasi, dan ini menjadi faktor kunci bagi J2345-0449.
Galaksi ini berputar dengan kecepatan yang begitu tinggi sehingga diperlukan jumlah materi gelap yang sangat besar untuk menjaga strukturnya tetap utuh dan mencegahnya hancur.
Untuk pertama kalinya, para astronom telah menghubungkan kandungan materi gelap sebuah galaksi, strukturnya, dan aktivitas lubang hitam supermasif di pusatnya. Tim peneliti percaya bahwa memahami hubungan ini dapat membuka babak baru dalam studi ilmiah tentang alam semesta.
"Memahami galaksi-galaksi langka ini dapat memberikan petunjuk penting tentang kekuatan tak terlihat yang mengendalikan alam semesta—termasuk sifat materi gelap, nasib jangka panjang galaksi, dan asal-usul kehidupan," kata Shankar Ray dari CHRIST University, Bangalore.
"Penelitian ini membawa kita satu langkah lebih dekat untuk mengungkap misteri kosmos, mengingatkan kita bahwa alam semesta masih menyimpan banyak kejutan di luar imajinasi kita." (Space/Z-2)
Astronom mengamati peristiwa langka AT2024tvd, saat lubang hitam supermasif di luar pusat galaksi menghancurkan bintang.
Observatorium Sinar-X Chandra NASA mendeteksi retakan pada filamen pusat galaksi yang dijuluki “Si Ular”.
Penemuan ini dicapai dengan bantuan Teleskop Subaru dan teknik lensa gravitasi. Teknik ini bekerja ketika cahaya dari objek yang jauh dibelokkan oleh medan gravitasi dari objek masif
Astrofisikawan Ethan Nadler dari University of California, meneliti kemungkinan halo materi gelap "gelap", yaitu gumpalan materi gelap yang tidak pernah membentuk bintang.
Lubang hitam supermasif yang sebelumnya tidak aktif di pusat galaksi SDSS1335+0728, mendadak menjadi aktif dengan semburan sinar-X luar biasa kuat dan panjang.
Tim peneliti dari Universitas Warwick menemukan sepasang bintang katai putih yang langka dan padat, yang diprediksi akan bertabrakan dalam 23 miliar tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved