Headline
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.
TELESKOP Luar Angkasa James Webb (JWST) mengamati galaksi-galaksi tertua di alam semesta. Lima kandidat galaksi ini terletak sangat jauh sehingga galaksi terjauh terlihat seperti saat baru berusia 200 juta tahun setelah Big Bang.
Dengan kata lain, cahaya dari galaksi-galaksi ini telah melakukan perjalanan menuju Bumi selama sekitar 13,6 miliar tahun. Namun, karena perluasan alam semesta, galaksi-galaksi ini sekarang diperkirakan berjarak sekitar 34 miliar tahun cahaya. Meski begitu, semua ini belum dikonfirmasi secara pasti.
Sebelumnya proyek Galactic Legacy Infrared Midplane Survey Extraordinaire (GLIMPSE) JWST mengamati galaksi yang paling jauh ialah JADES-GS-z14-0. Galaksi tersebut terlihat seperti saat alam semesta berusia sekitar 280 juta tahun.
Galaksi-galaksi baru ini akan diberi nama resmi setelah dikonfirmasi, tetapi kemungkinan akan menggunakan awalan "GLIMPSE" untuk merujuk pada survei yang menemukannya. Menurut model evolusi alam semesta saat ini, galaksi-galaksi ini bisa menjadi yang paling awal terbentuk.
Hakim Atek, anggota tim penemuan dari Institut Astrofisika Paris, menyatakan bahwa meski sulit untuk menentukan usia pasti galaksi-galaksi ini, mereka mungkin mendekati generasi pertama galaksi.
"Dengan hanya sekitar 150 juta tahun untuk membentuk galaksi ini, ada sangat sedikit cara untuk mencapainya," kata Atek kepada Space.com. "Pengamatan ini akan memberikan batasan ketat pada proses fisik yang dimungkinkan dalam model alam semesta kita."
Galaksi awal seperti lima kandidat ini digambarkan sebagai galaksi "redshift tinggi" atau "z tinggi." Perluasan alam semesta menyebabkan panjang gelombang cahaya yang dipancarkan galaksi-galaksi ini meregang, dikenal sebagai redshift. Semakin lama cahaya mencapai kita, semakin besar redshift yang dialaminya.
Misalnya, redshift sebesar z = 10 berarti cahaya telah melakukan perjalanan selama 13,2 miliar tahun, sedangkan objek tersebut kini berjarak sekitar 26,6 miliar tahun cahaya. Galaksi baru ini memiliki redshift antara z = 16 hingga z = 18, lebih tinggi dibandingkan JADES-GS-z14-0 yang memiliki redshift z = 14,2.
Menurut Vasily Kokorev dari Universitas Texas, menemukan galaksi ini melanjutkan tren JWST dalam menemukan galaksi-galaksi terang pada redshift tinggi yang lebih padat dari perkiraan sebelumnya. "Objek yang kami temukan konsisten dengan paradigma baru tentang kelebihan galaksi terang pada redshift tinggi," katanya.
Penemuan ini dimungkinkan oleh pengamatan GLIMPSE yang paling dalam hingga saat ini dan bantuan dari gugus galaksi Abell S1063. Gugus ini, yang berjarak sekitar 4 miliar tahun cahaya, menggunakan fenomena lensa gravitasi yang pertama kali diprediksi oleh Albert Einstein pada tahun 1915. Lensa gravitasi, yang memperbesar objek di belakangnya, memungkinkan JWST mendeteksi galaksi jauh yang terlalu redup untuk dilihat tanpa bantuan.
Namun, meskipun menggunakan teleskop paling kuat dan fenomena kosmik ini, galaksi-galaksi tersebut tetap terlalu redup untuk dianalisis secara rinci. "Untuk benar-benar memahami sifat galaksi ini, dibutuhkan spektrum. Saat ini, kami hanya tahu bahwa objek-objek ini sangat redup secara intrinsik," kata Kokorev.
Meski ada potensi JWST menemukan galaksi yang lebih awal lagi, Atek menyebutkan tantangan besar. "Sumber-sumber ini diperkirakan sangat redup sehingga konfirmasi spektroskopis bahkan dengan JWST mungkin sangat sulit atau tidak memungkinkan," ujarnya.
Kokorev menambahkan pengamatan galaksi yang lebih awal mungkin membutuhkan waktu hingga 450 jam, jauh lebih lama dari 150 jam yang digunakan dalam proyek GLIMPSE.
Meski begitu, tim tetap optimis. "Ini adalah makalah pertama dari banyak makalah GLIMPSE yang akan datang, jadi nantikan sains menarik lainnya dari GLIMPSE," tutup Kokorev. (Space/Z-3)
Astronom mengamati peristiwa langka AT2024tvd, saat lubang hitam supermasif di luar pusat galaksi menghancurkan bintang.
Observatorium Sinar-X Chandra NASA mendeteksi retakan pada filamen pusat galaksi yang dijuluki “Si Ular”.
Penemuan ini dicapai dengan bantuan Teleskop Subaru dan teknik lensa gravitasi. Teknik ini bekerja ketika cahaya dari objek yang jauh dibelokkan oleh medan gravitasi dari objek masif
Astrofisikawan Ethan Nadler dari University of California, meneliti kemungkinan halo materi gelap "gelap", yaitu gumpalan materi gelap yang tidak pernah membentuk bintang.
Lubang hitam supermasif yang sebelumnya tidak aktif di pusat galaksi SDSS1335+0728, mendadak menjadi aktif dengan semburan sinar-X luar biasa kuat dan panjang.
Tim peneliti dari Universitas Warwick menemukan sepasang bintang katai putih yang langka dan padat, yang diprediksi akan bertabrakan dalam 23 miliar tahun.
Ilmuwan asal Amerika Serikat dan Jepang berpacu mencari jawaban mengapa alam semesta kita ada?
Penelitian terbaru dari Radboud University, Belanda, mengungkap bahwa akhir alam semesta bisa terjadi jauh lebih cepat dari yang selama ini diperkirakan.
Dua temuan astrofisika terbaru telah mengguncang dasar pemahaman kita tentang struktur dan evolusi alam semesta: struktur misterius di luar Bima Sakti serta gelombang kejut raksasa
Penelitian terbaru mengungkap bahwa energi gelap—kekuatan misterius yang selama ini diyakini mempercepat perluasan alam semesta—mungkin tidak bersifat konstan
Teleskop Kosmologi Atacama (ACT) berhasil menangkap citra paling presisi dari latar belakang gelombang mikro kosmik (CMB), yang merupakan cahaya fosil pertama alam semesta.
SPHEREx akan memetakan seluruh langit dalam bentuk 3D setiap enam bulan, sehingga melengkapi pengamatan yang dilakukan oleh teleskop luar angkasa lainnya seperti James Webb dan Hubble.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved