Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
MENGGUNAKAN Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST), para ilmuwan berhasil menyingkap peran utama galaksi bermassa rendah dalam proses reionisasi awal semesta. Temuan ini mengusik teori evolusi kosmik yang sudah ada sebelumnya.
Tim peneliti yang memanfaatkan data JWST untuk pertama kalinya mampu mendapatkan spektrum penuh dari beberapa cahaya bintang paling awal di alam semesta. Pandangan ini lebih jelas terhadap galaksi-galaksi kecil yang terbentuk dalam rentang waktu kurang dari satu miliar tahun setelah Big Bang, memperkuat gagasan galaksi-galaksi ini merupakan inti dari asal mula kosmik kita.
Dalam sebuah studi yang diterbitkan tim internasional di jurnal Nature, dua astrofisikawan dari Penn State ikut berkontribusi dalam temuan spektrum yang mengungkap pancaran cahaya pertama dari periode reionisasi, yaitu masa ketika bintang dan galaksi pertama mulai menerangi alam semesta.
Awalnya, materi di alam semesta berada dalam bentuk kabut padat dan panas yang terdiri dari inti hidrogen dan helium. Seiring alam semesta berkembang dan suhunya menurun, proton dan elektron bergabung, membentuk hidrogen netral untuk pertama kalinya.
Kemudian, sekitar 500 hingga 900 juta tahun pasca-Big Bang, hidrogen netral ini mulai terpecah lagi menjadi gas terionisasi, memicu kelahiran bintang dan galaksi yang pada akhirnya mengusir kabut purba tersebut, memungkinkan cahaya menyebar tanpa hambatan di kosmos untuk pertama kalinya.
"Sesuatu menyala dan mulai memompa foton berenergi sangat tinggi ke dalam ruang hampa antargalaksi, objek-objek ini, seperti mercusuar kosmik, berhasil ‘membakar’ kabut hidrogen netral. Apa pun sumber energinya, dampaknya sangat besar dan konsisten, sehingga seluruh alam semesta akhirnya terionisasi kembali." ujar Leja Joel Leja, seorang asisten profesor astronomi dan astrofisika dari Penn State.
Dengan mempelajari spektrum galaksi bermassa rendah, ilmuwan menemukan bahwa galaksi kecil mungkin adalah kandidat utama yang "menyalakan" proses reionisasi. Dengan memanaskan gas padat primordial di sekitarnya dan mengionisasi hidrogen yang semula netral.
"Bintang-bintang energik di dalam galaksi-galaksi kecil inilah yang bertindak sebagai penerang," ungkap Leja.
Sebagian besar galaksi di awal alam semesta diyakini berukuran relatif kecil, sehingga untuk mengamati frekuensi dan karakteristiknya bukanlah hal yang mudah. Berkat kemampuan canggih JWST yang didukung efek lensa gravitasi dari gugus Abell 2744 yang memperbesar cahaya dari galaksi-galaksi jauh — para ilmuwan kini dapat memperkirakan jumlah galaksi kecil serta sifat-sifat pengionnya dalam miliaran tahun pertama sejarah kosmos.
Hakim Atek, astrofisikawan dari Universitas Sorbonne menemukan bahwa selama periode reionisasi ini, galaksi kecil jumlahnya seratus kali lebih banyak daripada galaksi besar
"Hasil pengamatan ini juga menunjukkan bahwa galaksi-galaksi kecil tersebut menghasilkan jumlah foton pengion yang sangat besar, melebihi empat kali nilai yang biasa diasumsikan bagi galaksi-galaksi jauh. Artinya, fluks foton pengion yang dipancarkan oleh galaksi ini jauh melampaui batas yang dibutuhkan untuk reionisasi," sambungnya dikutip dari laman Scitech Daily pada rabu (13/11).
Selain itu, dalam proyek survei UNCOVER, tim dari Penn State memimpin pemodelan gugus galaksi yang dapat memperbesar galaksi yang lebih kecil dan jauh di belakangnya. Para peneliti menganalisis setiap titik cahaya dalam survei ini untuk menentukan sifat-sifatnya, massa, dan jaraknya. Hasil analisis ini digunakan untuk memandu pengamatan JWST lebih lanjut yang mendukung penemuan penting ini.
Sebelum penelitian ini, sejumlah hipotesis telah diajukan untuk menjelaskan sumber energi dalam proses reionisasi, seperti lubang hitam supermasif. Hipotesis lain yaitu galaksi besar dengan massa lebih dari satu miliar kali massa matahari, serta galaksi kecil yang massanya kurang dari satu miliar kali massa matahari.
Namun, bukti galaksi bermassa rendah memainkan peran sentral dalam reionisasi masih sulit didapat karena luminositasnya yang rendah. Temuan baru ini memberikan bukti paling jelas bahwa galaksi bermassa rendah memang berperan besar dalam proses ini.
Ini adalah bukti terbaik sejauh ini untuk gaya di balik reionisasi, tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Para peneliti mengamati satu bidang kecil langit; mereka perlu memastikan bahwa sampel mereka bukan sekadar gugusan galaksi kerdil yang tidak normal, tetapi merupakan sampel representatif dari seluruh populasi di fajar kosmik. (Scitech Daily/Science Alert/Z-3)
Meski tidak sebesar galaksi modern, JADES-GS-z11-0 tergolong matang dan sangat aktif membentuk bintang baru.
Pengamatan terbaru terhadap dua galaksi spiral yang tengah bertabrakan, memberikan gambaran mengenai apa yang mungkin dialami Bima Sakti dan Andromeda.
Para astronom baru-baru ini menemukan salah satu pemandangan paling unik dari masa awal alam semesta, yaitu galaksi yang dijuluki Cosmic Grapes atau “Anggur Kosmik”.
Sebanyak 14 galaksi yang berhenti bentuk bintang setelah Big Bang, berhasil ditemukan astronom menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb.
Para astronom menemukan Midpoint Cloud, awan molekul raksasa sepanjang 200 tahun cahaya di Bima Sakti.
Dengan mengamati 111 galaksi dari masa awal semesta, JWST berhasil mengungkap proses terbentuknya cakram bintang tebal dan tipis dalam galaksi spiral.
Para astronom baru-baru ini menemukan salah satu pemandangan paling unik dari masa awal alam semesta, yaitu galaksi yang dijuluki Cosmic Grapes atau “Anggur Kosmik”.
Penelitian tersebut mengungkap bahwa usia alam semesta mungkin jauh lebih pendek dari perkiraan sebelumnya, dan bahwa alam semesta bisa mulai 'sekarat' dalam kurun waktu 10 miliar tahun.
BOAT: ledakan sinar gamma terkuat yang pernah terdeteksi tantang pemahaman ilmuwan.
Penelitian terbaru memicu dugaan energi gelap tak konstan. Alam semesta bisa berhenti mengembang dan runtuh dalam Big Crunch lebih cepat dari perkiraan.
ALMA berhasil memetakan struktur internal galaksi awal dan menunjukkan bukti pembentukan cakram galaksi serta sisa tabrakan kosmik di era awal alam semesta.
Tim Ilmuan memperkirakan alam semesta terbentuk di dalam sebuah lubang hitam kolosal, yang berada dalam semesta 'induk'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved