Metamorfosis
I
Tujuan kadang dilupai
khilaf entah berapa kali
sulit hindari godaan nafsu
tenggelam di tapal euforia palsu
II
Kepala berat
tak ada akal sehat
satu panggilan tak terjawab
memang suaramu satu-satu obat
III
Ibunda tak perlu cemas hati
kita sudah punya janji
jadi motivasi
jaga diri
Maret 2021
Musim Salju Ketiga
Berangkat berbekal kata-kata
tak ada duka di hati
meninggalkan Ibu Pertiwi
hanya suka berlimpah
merantau ke Negeri Tsar
Salju perdana, cinta pertama
rindu terlupakan begitu saja
sibuk jadi alasan tak berkabar
menyisakan Tuhan dan jagat raya
saksi bisu segala khilaf dan dosa
Salju kedua, letih terasa
rindu jadi tak tertampung
cemas tak izinkan tidur lelap
apa boleh berhenti sebentar?
Selamanya juga tak apa…
Salju ketiga, aku mati rasa
ibunda hanya perlu lihat senyumku
ayah takkan kuasa dengar tangisku
lebih baik tak ada nestapa
biar aku papah segala beban di dada
Maret 2021
Kebiasaan
Aduh! Susahnya berjalan,
sepatu tertimbun salju bocor.
sandal jepit di jalanan,
becek tak bercor.
Teng! Teng!
Bukan, bukan, bukan suara abang sekoteng
pop rock mengalun sepanjang koridor asrama
diikuti tawa keras segerombol siswa asing
Ramalan cuaca -25
tanda minus kerap melata
rasa hangat serupa rengat
matahari belum ingin berjumpa mata.
Kadang ketakutan datang
lidah terbiasa mengecap borsch
sebelum menikmati rendang
waktu kan tiba, entah!
Maret 2021
Ibunda tak perlu cemas hati, kita sudah punya janji.
Pejuang
Aku tahu kau seorang pejuang
menjatuhkan kau siapa bisa?
Banjir tak henti-hentinya erang
tanah longsor, tsunami gempa
tak pernah bosan bergelombang.
Ibu Pertiwi,
kita sama-sama pejuang.
Hanya beda rintangan
jika kau bisa tegar melewati semua
kenapa aku tidak?
Maret 2021
Surat untuk Ibu Pertiwi
Bersabarlah,
dua tahun tak lama.
Biar aku merapal gemah
agar bisa mendekap matamu.
Tenanglah,
sepenggal musim berlalu,
takkan terasa, ilmu-ilmu diasah
sebilah prestasi kelak buatmu bangga
Tunggulah,
tak sebatas kata
23 tahun umurku nanti
mendengar kisah-kisah nyata.
Maret 2021
Empat Musim
Selurus mata memandang
cabang kering bergoyang-goyang,
berdansa diempas angin malam
langit kian muram.
Ada tumpukkan es di jalan
lama kelamaan, aku rindu mentari pagi
menatap bola-bola putih
sudah tak kuat lagi.
Hari-hari enggan ke luar
hujan rinai buat betah di kamar
cakrawala tak lagi kelabu
dari balik jendela, ada titik-titik hijau.
Bulan-bulan penantian akan diakhiri
bola api jingga menemani 17 jam sehari,
walau tak seterik khatulistiwa
kita menatap dua mata hari.
Maret 2021
Panca Indera
Melepas kebiasaan
mencoba rutinitas berbeda
entah sejak kapan satu persatu roh
mencari kembali jejak belasan tahun silam.
Sensasi tahu isi, tumis
bunyi ronda kentongan sejam sekali
sedapnya osengan terasi, asinan buah tropis
tukang sayur nongkrong di pekat pagi yang baru bermekar
pelukan, dekapan, kecupan ibunda, begitu mahal dari negeri seberang.
Maret 2021
Maria Regine Levanty Afielda, lahir di Jakarta, pada 5 Juli 2000. Menyukai tulis menulis, traveling, dan mengunjungi museum. Ia sering terlibat pada berbagai festival pelajar dan seminar ilmiah di Moskwa dan kota-kota lainnya di Rusia. Ia pernah meraih juara I Olimpiade Bahasa Rusia 2019 untuk Pelajar Asing di kampus pusat MEPhI, Moskwa. Sajak-sajak di sini menjadi bagian dalam buku antologi puisi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin yang akan segera diterbitkan. Kini, sedang menempuh program studi S1 Energi Nuklir dan Termofisika, National Research Nuclear University MEPhI. Ilustrasi: Pingkan Patricia. (SK-1)