Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Sajak-sajak Doddi Ahmad Fauji 

Sajak Kofe
02/10/2021 14:32
Sajak-sajak Doddi Ahmad Fauji 
(MI/GUGUN PERMANA)

Ilustrasi: MI/Gugun Permana 

Rekah Bibir di Sungai Neva 

Bibir-mu menjelma lautan misteri
saat merekah, menguarlah senyuman
ingin kuselami kedalamannya 
hingga kutemukan mutiara terindah

Saat bibir-mu terbuka sedikit 
nampak dua gigi kelincinya 
amboi, betapa itu membuatku kasmaran 
ingin segera aku memagutnya 
hingga serasa terbang ke angkasa 

Setiap lelaki normal
akan mengalami mimpi dewasa
adegannya selalu teringat kembali 
kala itu, pada mulut yang menganga
kutemukan sehelai selimut lembut
itulah dia yang disebut lidah
pada mulut yang menganga itu
kusarungkan pedang kejantananku
sehelai selimut lembut 
segera membelainya

Laut dan langit
gunung dan lembah
menyatu dalam irama

Saat bibir-mu terbuka
dan gigi kelinci-mu terlihat
selalu yang kuinginkan 
mengasah pedang kejantanan
di sana, di celah bibir-mu
yang telah kuniatkan
menjadi kawah candradimuka 

2021 


Jakarta - Moskwa 

Pada penghujung bulan Maret
peralatan kerja rusak serempak
uangku terasa benar-benar seret
orang datang tampak bagai rompak 

Orang datang malah berhitung 
padahal dia yang berhutang 
mau dapat untung malah buntung 
aku makin meradang bak binatang 

Bulan Maret sungguh bikin kejepit 
bulan April cuaca menggeliat 
bak republik yang sempat pailit 
bisa bangkit pasca-reformasi lewat 

Moga pohon-pohon kembali bertunas 
sedang di brankas uangku berjibun 
kulihat telur ikan tampak menetas 
musim semi mengajakku berkebun 

Raut orang tampak mengkerut 
seperti Indonesia sempat seret 
banyak bank yang jadi bangkrut 
orang-orang jadi pada keseret 

Aku datang ke Rusia bulan Maret 
lalu pulang di penghujung April 
harapanku melar seperti karet 
moga aku lebih baik dari Chairil 

2021 

 

Mau dapat untung malah buntung, aku makin meradang bak binatang. 


Bermalam di Sembalun 

Kabut turun di Sembalun
kemelut menjerat tiada ampun
aku mencium gelagat pemberontakan
benar saja, semua yang tak tahu diri 
segera menjelma lelembut 

Tapi aku ini prajurit 
dengan kata sebagai senjata 
kuletuskan dua kalimat yang keramat
untuk membidik lelembut dan ririwa

Maka kurcaci dan kuntilanak
segera menampakkan tabiatnya yang nyata
memengaruhi manusia agar tak tahu malu
tak sadar tempat, tak punya rasa hormat
tak mampu mengendalikan amarah
lebih dari itu, sepertinya memang
mereka terjauh dari lindungan Tuhan
mereka melolong dan memaki-maki 
di malam yang gelap berbalut kabut pekat

Semoga siapapun makin tersadarkan: 
amarah dan makian adalah perbuatan setan 
menyebarkan kebencian adalah tabiat iblis
merasa yang ‘paling’, sama sekali tak berguna 

Angin gunung turun berduyun-duyun 
menampari pipi yang telanjang 
membuatku terbangun dari tidur tak sengaja 
dari kegelapan, wajah ayahku muncul 
dan berujar, selalu berujar seperti ini:

“Bukan karena pandai berkelahi 
seseorang menjadi kuat dan gagah 
namun karena mampu menahan amarah 
ketika nafsu memuncak hingga ke ubun-ubun 
kuatlah kuat anakku, seliat pohon jati di hutan-hutan larangan.” 

Entah mengapa, 
setelah peperangan kecil itu, 
aku merasa lebih lega dan leluasa
semua yang samar, memperjelas wataknya
aku merasa, sungguh baru bisa merasa
kini, aku terus belajar membaca
mengaji batin di kedalaman diri 
namun, sungguh belum juga khatam

2019 


Kepiting Putih 

Jika kau biarkan seringai licik 
merongrong kejernihan sebatang sungai
dari empat puluh tahun kesepian agung 
para warga yang riuh berdengung
pada pucuk-pucuk cemara angin
kuali besar ini kelak retak

Api menyala membakari tanah
tak nampak burung-burung sawah
di antara seribu gunung yang pingsan
lalu punah sebelum nisab tertulis

Sehelai ramalan tak dipercayai siapapun
seperti cercau politikus kalah suara 
tiap kali pemilihan umum dihelat 
tapi aku tetap meramal seperti di bawah ini 

Jangan berkelana ke nusa-nusa rahasia 
sebelum danau surut memberi isyarat 
dan kau lihat dengan mata-mu 
di sana seekor kepiting berubah warna     
kepiting putih mengubah musim 

Musim yang berubah jadi bengal 
mengurangi hasil tani-ternak 
mengubah tabiat-mu 
jadi kian kemaruk belanja 
belanja mobil dan garam 
ngimpor bedil dan beras 

2020-2021 


Dari Piter Sampai Pasir Impun 

Karena iman ternoda 
orang-orang asing menyerbu
menunjuk hidung-mu
dan terusirlah
sebuah bangsa 
dari legenda leluhurnya

Dari utara
cinta berbalut prasangka
mengubah nasib sebuah gunung
pidato demagogi terus berkoar
di antara kubah dan menara
kesepianku makin tragis
bersama anak bangsa
yang kian teledor

Sebuah bukit meledak
diterjang rasa asing
sejak itu semua mantra
lesap dari tuahnya
dan semua sungai
hanya mengalirkan hoaks dan tuak
rakyat mabok 
bangsa kian diobok-obok

2020-2021 


Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia

 

 


Doddi Ahmad Fauji, penyair, kelahiran di Bandung, Jawa Barat, pada 4 September 1970. Telah menulis sejumlah buku puisi dan kajian teoritis perpuisian Indonesia. Pada 2003, dia pernah diundang membaca puisi di Athena, Yunani, untuk memperingati seabad Olimpiade Modern. Pada 2004, ia juga diundang memberi ceramah sekaligus membaca puisi di ISSA, Moscow State University dan Saint Petersburg University, Rusia. Sajak-sajak ini menjadi bagian dalam buku antologi puisi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin yang akan segera diterbitkan secara independen. Kini, ia berkegiatan dan berkesenian bersama Sanggar SituSeni di Bandung. (SK-1) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah
Berita Lainnya