Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
PAKAR otonomi daerah Djohermansyah Djohan menilai kebijakan pemerintah pusat yang memangkas dana transfer ke daerah (TKD) berpotensi melemahkan kemandirian fiskal daerah. Menurutnya, mayoritas pemerintah daerah di Indonesia masih sangat bergantung pada alokasi dari pusat.
Ia menjelaskan, rata-rata daerah hanya mampu mengumpulkan sekitar 30% Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sisanya, sekitar 70%, ditopang oleh TKD, baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), hingga dana desa.
"Dari 546 daerah otonom, sekitar 400 daerah tidak mandiri fiskal. Hanya 100-an daerah yang bisa dibilang mandiri," ujar Djohermansyah saat dihubungi, Kamis (28/8).
Kondisi ini, menurutnya, merupakan konsekuensi dari sistem perpajakan yang berlaku saat ini. Pajak-pajak besar seperti pajak penghasilan, dikelola oleh pemerintah pusat. Sedangkan daerah hanya diberikan kewenangan memungut pajak dengan potensi terbatas.
Djohermansyah mencontohkan, beberapa daerah yang relatif kuat secara fiskal, seperti Surabaya, Tangerang Selatan, dan Kabupaten Badung. Namun sebagian besar daerah, terutama di kawasan Indonesia Timur, memiliki PAD yang kecil. Upaya menaikkan PAD dengan meningkatkan pungutan pajak justru bisa memicu penolakan masyarakat.
"Kalau dinaikkan pajaknya, rakyat marah. Inilah dilema kemandirian fiskal di daerah," kata dia.
Ia menekankan, kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang memangkas TKD sebesar Rp50 triliun pada 2025, dan rencana pemangkasan lebih besar pada tahun berikutnya, justru kontraproduktif. Sebab, semakin besar porsi APBN yang ditahan pusat, semakin kecil ruang gerak daerah dalam membiayai layanan dasar publik.
"Sekarang 80% uang APBN perginya ke pemerintah pusat, hanya 20% ke daerah. Ini namanya ketidakadilan fiskal," ungkap Djohermansyah.
Dia mengingatkan, pemangkasan TKD dapat berdampak langsung pada kualitas layanan publik, mulai dari jalan kabupaten yang terbengkalai, rumah sakit daerah kekurangan obat, hingga infrastruktur dasar yang terhambat.
Sebagai solusi, ia mendorong pemerintah untuk memperbaiki hubungan keuangan pusat dan daerah dengan menambah kewenangan pajak untuk daerah. Menurutnya, Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) terlalu membatasi jenis pajak yang bisa dipungut.
"Kalau memang mau kemandirian, tambah dong sumber pajaknya. Jangan hanya 9 pajak. Naikkan jadi 15 atau 20, dan kasih pajak yang gemuk, bukan yang kurus," tuturnya.
Lebih jauh, ia menegaskan amanah konstitusi menghendaki adanya hubungan keuangan pusat dan daerah yang adil serta selaras. Namun realitas saat ini justru semakin menjauh dari prinsip tersebut.
Djohermansyah juga menilai dorongan agar pemerintah daerah mencari inovasi pendapatan tidak bisa diberlakukan seragam. Daerah dengan potensi wisata atau industri besar mungkin bisa berinovasi, tetapi sebagian besar kabupaten lain dengan basis ekonomi lemah akan sulit mengembangkan PAD secara signifikan. Karena itu, ia menyarankan agar daerah lebih fokus pada efisiensi anggaran ketimbang belanja yang boros.
"Jangan habiskan uang untuk beli mobil, bangun kantor baru, atau perjalanan dinas. Lebih baik diarahkan ke layanan publik," tukas Djohermansyah.
Menurutnya, strategi keadilan fiskal yang lebih proporsional, yakni pembagian 50% APBN untuk pusat dan 50% untuk daerah, akan memperkuat otonomi daerah sekaligus mendorong pemerataan pembangunan nasional.(M-2)
ISTANA merespons putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang wakil menteri (wamen) untuk merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, komisaris atau direksi pada perusahaan
Pembentukan lembaga-lembaga baru oleh Presiden Prabowo Subianto sejatinya memang dibutuhkan dalam agenda pembangunan, namun seharusnya tidak membebani APBN
Fokus belanja besar pada program makan bergizi gratis (MBG) berisiko menekan stabilitas fiskal dan makroekonomi.
WAKIL Ketua Badan Anggaran DPR Wihadi Wiyanto menilai anggaran yang ada di dalam RAPBN 2026 sebesar Rp757,8 triliun untuk pendidikan telah sesuai dengan ketentuan UU.
WAKIL Ketua Badan Anggaran DPR Muhidin Mohamad Said menuturkan, pihaknya belum melihat mendetail perihal rancangan anggaran yang diberikan oleh pemerintah.
Mahkamah Konstitusi secara resmi melarang wakil menteri atau wamen merangkap jabatan.
Kepala Negara menekankan yang bersangkutan seharusnya mempertimbangkan perasaan keluarga. Terlebih, ketika keluarga harus melihat yang bersangkutan diborgol.
Presiden pun langsung mendorong Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk menindak. "Jaksa Agung ada Jaksa Agung. Jaksa Agung banyak pekerjaan ini,” kata Prabowo.
PRESIDEN Prabowo Subianto menegaskan tidak akan melunak kepada para pengusaha-pengusaha nakal. Dia bahkan memastikan bakal menambah penguasaan lahan untuk negara.
PRESIDEN Prabowo Subianto mengingatkan para pejabat pemerintah, termasuk direksi dan komisaris di perusahaan negara tetap rendah hati.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved