Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Intoleransi Meningkat, Presiden Prabowo Diminta Evaluasi Menag

Rahmatul Fajri
28/7/2025 23:14
Intoleransi Meningkat, Presiden Prabowo Diminta Evaluasi Menag
Petugas kepolisian berjaga di depan lokasi rumah doa pascaricuh pembubaran kegiatan di Padang Sarai, Padang, Sumatera Barat(ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

GENERASI Muda Pembaharu Indonesia (GEMPAR Indonesia) meminta Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi Menteri dan Wakil Menteri Agama terkait insiden intoleransi yang terjadi beberapa waktu terakhir. Yang terbaru ialah peristiwa pembubaran paksa kegiatan ibadah di sebuah Rumah Doa di Koto Tangah Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Minggu (27/7).

Ketua Umum GEMPAR Indonesia, Yohanes Sirait meminta Presiden Prabowo mengevaluasi Menteri dan Wakil Menteri Agama yang gagal menjadi garda terdepan dalam mengawal kebebasan beragama sebagaimana dijamin UUD 1945.

"Kami sangat prihatin dan kecewa. Di tengah meningkatnya eskalasi intoleransi, Menteri Agama dan Wakil Menteri Agama yang seharusnya menjadi yang terdepan dalam merawat kebhinekaan dan menjamin hak beribadah warga negara justru tidak terdengar suaranya. Mereka tidak melakukan tindakan layaknya pejabat negara, bahkan berkomentar untuk menenangkan masyarakat pun tidak. Ini adalah sebuah kelalaian serius terhadap tugas dan tanggung jawab mereka," kata Yohanes, melalui keterangannya, Senin (28/7).

Yohanes mencatat sepanjang sembilan bulan pemerintahan Presiden Prabowo, pihaknya mencatat telah terjadi setidaknya 16 kali peristiwa intoleransi berbasis agama. Insiden ini bervariasi mulai dari penolakan pendirian rumah ibadah, persekusi dan pembubaran kegiatan ibadah, hingga teror ancaman bom di tempat ibadah. Ia mengatakan peristiwa di Padang adalah bukti nyata bahwa negara masih belum sepenuhnya hadir untuk melindungi hak konstitusional setiap warganya.

Yohanes mengatakan aktor utama di balik regresi ini adalah kombinasi dari aktor non-negara, seperti ormas keagamaan, kelompok warga yang agresif dan aktor negara, yakni pemerintah daerah, kepolisian yang permisif atau melakukan pembiaran atas peristiwa ini. Misalnya, kasus pelarangan ibadah Natal di Cibinong (Desember 2024) menunjukkan peran aparat keamanan yang lebih memilih mediasi yang merugikan korban demi menjaga kondusivitas, alih-alih menegakkan hak konstitusional untuk beribadah. 

Sementara itu, konflik pendirian gereja di Cirebon (November 2024) memperlihatkan bagaimana Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di banyak daerah telah beralih fungsi dari fasilitator menjadi penghambat, yang secara efektif memberikan hak veto kepada kelompok mayoritas penolak.

”Karena itu GEMPAR mendesak adanya tindakan segera dan komprehensif. Kami meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menunjukkan kepemimpinan politik yang tegas dalam melindungi semua warga negara, mengintegrasikan pemajuan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan ke dalam agenda prioritas pembangunan nasional, dan memimpin reformasi hukum yang fundamental,” tegas Yohanes.

Yohanes meyakini Presiden Prabowo Subianto memiliki komitmen yang sangat kuat terhadap penegakan konstitusi, terutama Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Visi kebangsaan dan dukungan Presiden Prabowo terhadap kebebasan beragama sangat jelas.

"Kami melihat Presiden sangat konsen terhadap isu-isu fundamental seperti ini. Namun, sayangnya, komitmen besar Presiden tersebut tidak tercermin dalam kinerja pembantunya di Kementerian Agama. Menteri dan Wakil Menteri Agama saat ini gagal menerjemahkan visi Presiden dan amanat konstitusi ke dalam tindakan nyata di lapangan. Diamnya mereka dapat diartikan sebagai bentuk pembiaran terhadap aksi-aksi intoleran yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa kita," tambah Yohanes.

Sementara itu, Sekjen GEMPAR Indonesia, Petrus Sihombig secara terbuka dan dengan hormat meminta Presiden Prabowo Subianto untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Menteri Agama dan Wakil Menteri Agama.

Mempertimbangkan untuk mengganti pejabat Kementerian Agama yang tidak menunjukkan keberpihakan pada konstitusi dan terkesan abai terhadap maraknya kasus intoleransi.

”Negara membutuhkan figur di Kementerian Agama yang lebih responsif, berani, dan mampu menjadi jembatan dialog antarumat beragama, bukan pejabat yang pasif dan diam saat kebhinekaan diinjak-injak,” ujar Petrus. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya