Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) diminta untuk segera merevisi Undang-Undang tentang Pemilu dan Pilkada setelah Mahkamah Konsitusi (MK) mengeluarkan putusan yang berkaitan dengan tahapan maupun pencalonan. Namun, alih-alih lewat Badan Legislatif (Baleg), pembahasan didorong melalui pembentukan panitia khusus (pansus).
Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati berpendapat, idealnya, setiap fraksi mengirimkan anggota yang dianggap memiliki kapasitas dan kapabilitas serta pengalamannya untuk membahas UU Pemilu dalam pansus tersebut.
"Saya justru khawatir, jika dibahas di Baleg, RUU Pemilu menjadi alat politis dan transaksional untuk menguntungkan segelintir elite dan kepentingan kelompok apalagi sudah menguat narasi narasi untuk membangkang putusan MK," terang Neni kapada Media Indonesia, Senin (14/7).
Sejumlah putusan MK yang perlu diakomodir dalam revisi tersebut antara lain pemisahan nasional dan lokal, presidential threshold, dan ambang batas pencalonan kepala daerah.
Neni memahami sejumlah partai politik resah dengan putusan MK terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah karena dianggap melampaui kewenangan karena berbenturan dengan Pasal 22E UUD 1945. Namun, ia mengingatkan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Jadi harus ditindaklanjuti oleh pembentuk undang-undang untuk melakukan constitutional engenering," jelasnya.
Senada, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan bahwa DPR harus segera melakukan revisi UU Pemilu dan Pilkada. Karena sifatnya final dan mengikat, putusan MK harus dipatuhi.
"Bahwa pasca putusan MK itu memang ada implikasinya, nah justru inilah yang harusnya dibahas dalam pembahasan revisi UU Pemilu dan Pilkada," kata Khoirunnisa. (P-4)
Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengesahkan peraturan itu setelah mendapatkan persetujuan saat rapat paripurna DPR RI, Selasa (8/7).
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengingatkan pentingnya perbaikan budaya politik dalam sistem pemilu di tanah air, selain perbaikan soal aturan kepemiluan.
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
PRO kontra di balik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal perlu disudahi. Caranya, dengan segera membahas revisi UU
WAKIL Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto meminta kepada publik agar menghentikan perdebatan mengenai pro dan kontra terkait metode penyusunan Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.
WAKIL Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan pihaknya diminta oleh pimpinan DPR agar membahas lebih dulu revisi UU, salah satunya UU Pilkada
PAKAR Hukum Pemilu dari Universitas Indonesia sekaligus Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini meminta pemerintah dan DPR segera membahas UU Pemilu dan UU Pilkada
"Setidaknya harus ada jeda dua tahun antara satu sama lain sehingga ada rentang untuk melakukan evaluasi atas pemilu sebelum kemudian melanjutkan penyelenggaraan tahapan pilkada,"
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved