Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Kasus Intoleransi di Sukabumi, Mendagri Diminta Tegur Keras Dedi Mulyadi

Rahmatul Fajri
02/7/2025 21:18
Kasus Intoleransi di Sukabumi, Mendagri Diminta Tegur Keras Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.(Dok. Antara)

DIREKTUR Eksekutif SETARA Insitute Halili Hasan menilai Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi gagal mencegah adanya kasus intoleransi, salah satunya ialah pembubaran retreat pelajar Kristen di sebuah vila di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, pada Jumat, 27 Juni 2025.

Halili mengungkapkan pembubaran paksa, intimidasi, dan perusakan fasilitas serta simbol-simbol keagamaan yang dialami pelajar tersebut tidak hanya melukai perasaan umat Kristen, tetapi juga menciderai semangat kebinekaan dan kehidupan beragama yang dijamin oleh konstitusi. Secara substantif, kata ia, kasus tersebut menunjukkan kegagalan negara dalam melindungi hak konstitusional warga negara.

Halili menjelaskan intoleransi yang terjadi di Cidahu Kabupaten Sukabumi merupakan bagian dari pola kekerasan yang terus berulang, khususnya di Jawa Barat. Ia mencatat selama beberapa tahun terakhir, Jawa Barat menempati posisi tertinggi sebagai provinsi dengan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) terbanyak di Indonesia.

SETARA Institute mencatat bahwa pada tahun 2024, terjadi 260 peristiwa pelanggaran KBB dengan 402 tindakan, meningkat signifikan dibandingkan tahun 2023 yang mencatat 217 peristiwa dengan 329 tindakan. Jawa Barat kembali menjadi zona merah dengan 38 peristiwa pelanggaran KBB, termasuk peristwa KBB yang terjadi di tahun 2025, seperti pembubaran acara Jalsah Salanah Ahmadiyah di Kuningan, gangguan pendirian tempat ibadah di Majalengka, serta penyegelan Masjid Ahmadiyah di Kota Banjar.

"Kejadian-kejadian ini menunjukkan kegagalan sistemik dalam perlindungan hak-hak konstitusional minoritas keagamaan," kata Halili, melalui keterangannya, Rabu (2/7).

Halili menyoroti tindakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang memberikan santunan Rp100 juta untuk memperbaiki kerusakan. Menurutnya, tindakan semacam itu di satu sisi lebih sebagai tindakan seorang kreator konten yang mendermakan sejumlah uang pribadi untuk kepentingan konten pada kanal media sosial yang bersangkutan. Ia mengatakan Dedi Mulyadi tidak bersikap layaknya seorang Gubernur yang terikat pada kewajiban dan otoritas legal untuk menjamin hak-hak konstitusional warga negara.

"Di sisi yang lain, tindakan tersebut justru menunjukkan kegagalan sebagai Gubernur untuk mencegah kasus-kasus intoleransi bahkan dengan penggunaan instrumen koersif dan kekerasan yang secara berulang terjadi di Jawa Barat," katanya.

Ia mengatakan di tengah kegagalan Dedi Mulyadi dalam mencegah dan menangani kasus di Sukabumi serta kegagalan mencegah keberulangan, Presiden Prabowo harus menunjukkan ketegasan untuk mewujudkan jaminan konstitusi terutama Pasal 29 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dan melaksanakan Asta Cita sebagai visi politiknya.

Ia mengatakan Kementerian Dalam Negeri juga mesti memberikan teguran keras kepada Dedi Mulyadi yang tidak melakukan tindakan efektif untuk mencegah dan menangani Kasus Cidahu dan kasus-kasus intoleransi lainnya di Jawa Barat.

"Pemerintah Pusat hendaknya segera memiliki kesadaran bahwa intoleransi yang dibiarkan akan menjadi bom waktu yang melemahkan kebinekaan dan merusak modal sosial dalam pembangunan bangsa dan negara," katanya. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik