Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil terhadap Pasal 169 huruf r Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres).
Permohonan Perkara Nomor 87/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Hanter Oriko Siregar (pemohon I), Daniel Fajar Bahari Sianipar (pemohon II), dan Horison Sibarani, (pemohon III) pada Selasa (3/6) di Ruang Sidang MK.
Dalam permohonannya, para pemohon menilai ketentuan yang hanya mensyaratkan pendidikan capres-cawapres paling rendah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat, tidak memadai untuk menjamin kualitas kepemimpinan nasional.
“Pendidikan setingkat SMA hanya memberikan pengetahuan umum dan tidak membekali peserta didik dengan pemahaman yang komprehensif tentang tata kelola negara,” kata Hanter di Gedung MK pada Rabu (4/6).
Menurut Hanter, materi mengenai fungsi legislatif, yudikatif, dan eksekutif, serta kemampuan analisis kritis terhadap isu-isu global, hanya diperoleh di jenjang pendidikan tinggi.
“Presiden sebagai kepala negara adalah simbol marwah bangsa. Oleh karena itu, dibutuhkan pemimpin yang memiliki wawasan luas, termasuk dalam membaca dinamika global dan memahami dampak perdagangan internasional terhadap Indonesia,” ujarnya.
Permohonan ini juga menyoroti kewenangan presiden untuk mengajukan rancangan undang-undang yang berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat. Atas dasar itu, kemampuan intelektual dan pengetahuan yang mendalam sangat penting untuk mengemban amanah tersebut.
Atas dasar pertimbangan itu, para pemohon memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk mengabulkan permohonan mereka dan menyatakan ketentuan Pasal 169 huruf r UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menanggapi permohonan para pemohon, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur memberikan nasihat agar para pemohon memperbaiki permohonannya.
“Dasar pengujiannya banyak sekali, ini ada enam pasal UUD 1945. Dari sekian banyak permohonan saudara tidak terelaborasi dengan cukup jelas bahwa pasal ini bertentangan dengan pasal UUD. Apa tidak terlalu banyak ini? Nanti saudara kontestasikan ini antara norma yang diuji dengan dasar pengujiannya. Nanti saudara elaborasi. Pada bagian ini bisa dikurangi juga,” ujar Ridwan.
Di akhir persidangan Majelis Hakim memberikan waktu 14 hari kepada para Pemohon memperbaiki permohonannya. Adapun perbaikan permohonan paling lambat diterima MK pada 16 Juni 2025 pukul 12.00 WIB. (Dev/P-3)
Kekhawatiran hipotesis spekulatif atas sistem presidensial maupun check and balances tidak menunjukkan adanya hubungan sebab akibat nyata dengan norma yang diuji.
Keberadaan frasa langsung atau tidak langsung masih relevan dalam upaya penegakan hukum di bidang tindak pidana korupsi hingga saat ini.
Ketentuan tersebut diubah tanpa adanya parameter yang jelas sehingga merupakan bentuk ketidakpastian hukum yang adil dan juga bentuk kemunduran demokrasi.
MK menghendaki bahwa pemilu yang digelar pada 2029 mendatang adalah pemilu tingkat nasional untuk memilih presiden-wakil presiden, DPD, dan DPR RI.
Ada beberapa kasus jaksa yang diduga terlibat tindak pidana seperti korupsi atau pelanggaran kode etik, secara tegas diperiksa dan ditangkap oleh penyidik.
Pemprov DKI juga masih menunggu apakah nantinya akan dibutuhkan perpres sebagai penguat kebijakan nasional tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved