Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Try Sutrisno Sebut Perlu Kaji Ulang UUD 1945 untuk Capai Indonesia Emas 2045

Rahmatul Fajri
22/5/2025 23:31
Try Sutrisno Sebut Perlu Kaji Ulang UUD 1945 untuk Capai Indonesia Emas 2045
Wapres ke-6 RI Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno(Dok.HO)

 

WAKIL Presiden ke-6 Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno menyebut kaji ulang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan kebutuhan mutlak jika Indonesia ingin tetap eksis dan mencapai cita-cita luhur pada 2045. Hal tersebut ia sampaikan dalam kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Try mengatakan dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional, ia menyerukan pentingnya kembali memahami dan menjalankan UUD 1945 sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa. Ia mengatakan perubahan konstitusi pada era reformasi antara 1999 hingga 2002 bukan penyempurnaan, melainkan penggantian fundamental terhadap sistem yang dirancang untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Kaji ulang bukan berarti mengabaikan dinamika zaman, tapi mengoreksi penyimpangan agar konstitusi tetap berpijak pada semangat kebangsaan dan keadilan,” ujar Try, melalui keterangannya, Kamis (22/5).

Try menyebut amendemen reformasi telah menggeser sistem pemerintahan kerakyatan yang khas Indonesia menjadi model liberal-demokrasi Barat yang membuka ruang luas bagi oligarki politik dan ekonomi. Ia mengatakan UUD 1945 harus tetap dijaga dalam bentuknya yang asli. Bila ada kebutuhan atas perbaikan atau penyesuaian dengan zaman, perubahan itu sebaiknya dituangkan dalam bentuk adendum, bukan dengan mengubah struktur dan ruh utama konstitusi.

Try menjelaskan mengkaji ulang UUD 1945 berarti mengembalikan konstitusi kepada bentuknya yang asli sebelum amendemen, sebagaimana ditetapkan pada 18 Agustus 1945 dan dikukuhkan kembali lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUD 1945 versi asli dirancang untuk menjamin kedaulatan rakyat yang dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara yang melibatkan utusan daerah dan golongan untuk benar-benar menjelmakan seluruh rakyat Indonesia.

Indonesia tidak bisa disamakan

Try menilai sistem pemerintahan Indonesia tidak bisa disamakan dengan sistem parlementer atau presidensial ala negara Barat, karena sistem asli Indonesia dirancang untuk menjamin kepemimpinan yang dilandasi hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. 

“Itulah ciri negara kerakyatan yang sesungguhnya, bukan demokrasi elektoral yang melahirkan pemimpin hanya karena popularitas atau kekuatan modal,” ungkapnya. 

Try mengatakan pemilihan langsung di semua tingkatan telah menciptakan ilusi demokrasi, karena realitanya memperkuat dominasi oligarki. Ia mengatakan elite politik dan bisnis menyatu dalam kepentingan yang menjauh dari rakyat, sementara sumber daya bangsa perlahan jatuh ke tangan asing. Demokrasi yang kehilangan akarnya ini, kata Try, telah melemahkan kedaulatan nasional dan menciptakan keretakan sosial yang makin nyata.

Ia pun mengingatkan akan nasib bangsa-bangsa besar seperti Uni Soviet dan Yugoslavia yang runtuh karena kehilangan arah. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh elemen bangsa, terutama generasi muda, untuk mengkaji ulang UUD 1945 secara mendalam sebagai langkah strategis menuju Indonesia Emas 2045.

“Jika tidak dikaji ulang, kita bukan sedang menuju Indonesia Emas, melainkan Indonesia yang terkikis oleh kepentingan asing dan pertarungan elite internal,” katanya.

Senjata pemungkas

Lebih lanjut, Try menyerukan UUD 1945 dipahami sebagai senjata pamungkas dan pusaka wasiat bangsa Indonesia. Ia menyebut konstitusi asli 1945 bukan hanya dokumen hukum, melainkan cetak biru peradaban Indonesia yang adil dan beradab.

“Jika kita mengabaikannya, kita bisa bernasib seperti bangsa-bangsa besar yang hilang dari peta sejarah. Tapi jika kita kembali pada UUD 1945 secara murni dan konsekuen, insya Allah, kita akan selamat sampai tujuan,” tutupnya.

Sementara itu, Sekretaris Kluster Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Indonesia Bono Budi Priambodo menyampaikan bahwa keterlibatan berbagai kalangan dalam kuliah umum ini memiliki tujuan strategis. 

“Kami sengaja mengundang mahasiswa dan beberapa orang profesional, seperti wartawan, bankir, ekonom, ahli informatika, ahli satelit, dan beberapa pengusaha dalam acara ini karena diharapkan nantinya mereka bisa menyuarakan pentingnya keberadaan Utusan Golongan yang dulu pernah ada sewaktu UUD 1945 belum diamendemen,” ujarnya.

Menurutnya, keberadaan Utusan Golongan akan melengkapi representasi dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, bersama dengan anggota DPR dari partai politik dan Utusan Daerah. Inilah wujud nyata dari prinsip kedaulatan rakyat yang menyeluruh.

"Karena setelah amendemen, fungsi Utusan Golongan ini hilang, akibatnya ruang politik dikuasai sepenuhnya oleh partai politik, yang ternyata dalam praktiknya banyak yang melenceng dan tidak lagi dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan,” ujarnya. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya