Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
WAKIL Presiden ke-6 Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno menyebut kaji ulang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan kebutuhan mutlak jika Indonesia ingin tetap eksis dan mencapai cita-cita luhur pada 2045. Hal tersebut ia sampaikan dalam kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Try mengatakan dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional, ia menyerukan pentingnya kembali memahami dan menjalankan UUD 1945 sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa. Ia mengatakan perubahan konstitusi pada era reformasi antara 1999 hingga 2002 bukan penyempurnaan, melainkan penggantian fundamental terhadap sistem yang dirancang untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Kaji ulang bukan berarti mengabaikan dinamika zaman, tapi mengoreksi penyimpangan agar konstitusi tetap berpijak pada semangat kebangsaan dan keadilan,” ujar Try, melalui keterangannya, Kamis (22/5).
Try menyebut amendemen reformasi telah menggeser sistem pemerintahan kerakyatan yang khas Indonesia menjadi model liberal-demokrasi Barat yang membuka ruang luas bagi oligarki politik dan ekonomi. Ia mengatakan UUD 1945 harus tetap dijaga dalam bentuknya yang asli. Bila ada kebutuhan atas perbaikan atau penyesuaian dengan zaman, perubahan itu sebaiknya dituangkan dalam bentuk adendum, bukan dengan mengubah struktur dan ruh utama konstitusi.
Try menjelaskan mengkaji ulang UUD 1945 berarti mengembalikan konstitusi kepada bentuknya yang asli sebelum amendemen, sebagaimana ditetapkan pada 18 Agustus 1945 dan dikukuhkan kembali lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUD 1945 versi asli dirancang untuk menjamin kedaulatan rakyat yang dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara yang melibatkan utusan daerah dan golongan untuk benar-benar menjelmakan seluruh rakyat Indonesia.
Try menilai sistem pemerintahan Indonesia tidak bisa disamakan dengan sistem parlementer atau presidensial ala negara Barat, karena sistem asli Indonesia dirancang untuk menjamin kepemimpinan yang dilandasi hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
“Itulah ciri negara kerakyatan yang sesungguhnya, bukan demokrasi elektoral yang melahirkan pemimpin hanya karena popularitas atau kekuatan modal,” ungkapnya.
Try mengatakan pemilihan langsung di semua tingkatan telah menciptakan ilusi demokrasi, karena realitanya memperkuat dominasi oligarki. Ia mengatakan elite politik dan bisnis menyatu dalam kepentingan yang menjauh dari rakyat, sementara sumber daya bangsa perlahan jatuh ke tangan asing. Demokrasi yang kehilangan akarnya ini, kata Try, telah melemahkan kedaulatan nasional dan menciptakan keretakan sosial yang makin nyata.
Ia pun mengingatkan akan nasib bangsa-bangsa besar seperti Uni Soviet dan Yugoslavia yang runtuh karena kehilangan arah. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh elemen bangsa, terutama generasi muda, untuk mengkaji ulang UUD 1945 secara mendalam sebagai langkah strategis menuju Indonesia Emas 2045.
“Jika tidak dikaji ulang, kita bukan sedang menuju Indonesia Emas, melainkan Indonesia yang terkikis oleh kepentingan asing dan pertarungan elite internal,” katanya.
Lebih lanjut, Try menyerukan UUD 1945 dipahami sebagai senjata pamungkas dan pusaka wasiat bangsa Indonesia. Ia menyebut konstitusi asli 1945 bukan hanya dokumen hukum, melainkan cetak biru peradaban Indonesia yang adil dan beradab.
“Jika kita mengabaikannya, kita bisa bernasib seperti bangsa-bangsa besar yang hilang dari peta sejarah. Tapi jika kita kembali pada UUD 1945 secara murni dan konsekuen, insya Allah, kita akan selamat sampai tujuan,” tutupnya.
Sementara itu, Sekretaris Kluster Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Indonesia Bono Budi Priambodo menyampaikan bahwa keterlibatan berbagai kalangan dalam kuliah umum ini memiliki tujuan strategis.
“Kami sengaja mengundang mahasiswa dan beberapa orang profesional, seperti wartawan, bankir, ekonom, ahli informatika, ahli satelit, dan beberapa pengusaha dalam acara ini karena diharapkan nantinya mereka bisa menyuarakan pentingnya keberadaan Utusan Golongan yang dulu pernah ada sewaktu UUD 1945 belum diamendemen,” ujarnya.
Menurutnya, keberadaan Utusan Golongan akan melengkapi representasi dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, bersama dengan anggota DPR dari partai politik dan Utusan Daerah. Inilah wujud nyata dari prinsip kedaulatan rakyat yang menyeluruh.
"Karena setelah amendemen, fungsi Utusan Golongan ini hilang, akibatnya ruang politik dikuasai sepenuhnya oleh partai politik, yang ternyata dalam praktiknya banyak yang melenceng dan tidak lagi dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan,” ujarnya. (M-3)
PERUBAHAN Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Amandemen UUD 1945 sendiri telah ditetapkan dalam Pasal 37 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI.
KETUA Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menginginkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI) menjadi lembaga tertinggi negara
ANGGOTA Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat, Benny K Harman merespons wacana amendemen UUD 1945. Benny menjelaskan wacana amendemen kelima muncul dari hasil evaluasi oleh badan pengkajian MPR.
Formappi mengapresiasi gerak cepat dan keberanian Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI dalam menjatuhkan sanksi kepada anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
MK juga mengusulkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah diberi jarak waktu paling singkat 2 tahun dan paling lama 2 tahun 6 bulan.
MK mengatakan pemisahan pemilu nasional dan lokal penting dilakukan untuk menyederhanakan proses bagi pemilih.
Ia mengatakan putusan MK tentang pemisahan Pemilu bertentangan dengan pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali.
Situasi geopolitik dalam beberapa bulan terakhir berdampak signifikan pada berbagai bidang kehidupan.
Amanah konstitusi UUD 1945 untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta ikut mewujudkan perdamaian dunia harus direalisasikan dalam menyikapi konflik dunia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved