Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) meminta masyarakat tidak skeptis dengan institusi penegak hukum. Itu disebabkan perbuatan empat hakim yang terjerat kasus dugaan suap vonis lepas perkara korupsi pengurusan izin ekspor minyak mentah atau crude palm oil (CPO). Menurut Kejagung perbuatan mereka tidak ada kaitannya dengan institusi.
"Jadi yang pertama saya mau sampaikan bahwa setiap kasus atau katakanlah perkara yang terjadi, yang dilakukan oleh oknum, tentu ini tidak bisa dipandang sebagai satu perbuatan institusional," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, (15/4).
Harli menekankan perbuatan itu lebih kepada personel. Sebab, Korps Adhyaksa meyakini bahwa di semua lembaga aparat penegak hukum, bahwa sistem pengawasan itu sudah dilakukan secara sangat ketat.
"Bahwa kemungkinan akan ada kebocoran-kebocoran, mungkin iya. Kenapa? karena ini sangat tergantung terhadap sisi personalitas dari setiap aparat penegak hukum itu sendiri," ujar Harli.
Oleh karenanya, ia mengharapkan masyarakat tidak harus skeptis dan tidak harus pesimis. Tetapi, hal ini menjadi tugas bersama sebagai anak bangsa untuk melakukan mitigasi terhadap setiap persoalan-persoalan yang muncul akibat tindakan-tindakan personal dari oknum.
"Ini yang harus kita selesaikan. Supaya apa? supaya kepercayaan publik itu tetap terjaga," ungkapnya.
Harli melanjutkan langkah-langkah yang dilakukan Kejagung sesungguhnya hanya sebagian kecil dari banyak persoalan yang dihadapi. Namun, ia meyakini bahwa Korps Adhyaksa dalam menetapkan tersangka ini untuk membuat adanya kedaulatan hukum di Republik Indonesia.
Terlebih, Harli menyebut banyak kepentingan masyarakat dari kasus ini. Sebab, minyak mentah atau bahan baku minyak goreng itu adalah kebutuhan masyarakat yang sangat mendesak. Maka itu, perlu ada pemenuhan-pemenuhan dari sisi ekonomi.
"Dan ini jaksa hadir di sini. Nah, oleh karenanya saya kira sekali lagi saya mengajak kepada masyarakat di mana pun berada, berikan kepercayaan kepada aparat penegah hukum, dukung. Supaya tentunya ke depan ada perbaikan-perbaikan yang signifikan," pungkasnya.
Kejagung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap sebesar Rp60 miliar di kasus vonis lepas korporasi dalam perkara korupsi ekspor CPO bahan baku minyak goreng. Dari tujuh tersangka, empat di antaranya merupakan hakim yakni Djumyanto, Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu merupakan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dan saat ini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Sementara tersangka lainnya adalah Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), Marcel Santoso, dan Aranto sebagai advokat atau pengacara. Tujuh tersangka telah ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan.
Selain itu, penyidik Kejagung juga telah menggeledah sejumlah lokasi dan mengamankan barang bukti. Antara lain berupa uang Dolar Amerika Serikat (USD) dan Dolar Singapura (SGD), serta puluhan kendaraan mewah. (H-4)
PENYIDIK Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa sembilan orang sebagai saksi dalam kasus suap pengurusan perkara korupsi minyak goreng
JAM-pidsus sudah menyita uang pecahan US$100 dalam koper dari kediaman hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Ali Muhtarom di Jepara, Jawa Tengah.
SUMBER uang suap senilai Rp60 miliar untuk pengurusan perkara kasus suap fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di PN Jakpus mulai terungkap.
HAKIM Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) diminta berani bersikap dalam dugaan kriminalisasi dari klien pengacara Otto Cornelis (OC) Kaligis.
Tom Lembong melaporkan majelis hakim yang menghukumnya 4,5 tahun di kasus korupsi impor gula ke KY hingga Mahkamah Agung (MA).
KASUS sengketa hukum terkait proyek pembangunan franchise Resto Bebek Tepi Sawah di Bandar Lampung memasuki babak baru
Mahkamah Agung (MA) memastikan akan menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran etik yang melibatkan hakim dalam perkarA Tom Lembong.
pertimbangan majelis hakim yang memberatkan vonis hukuman Tom Lembong ialah menjalankan kebijakan yang pro kapitalis. pertimbangan putusan hakim itu dinilai konyol.
Dalam kasus ini, eks Mendag itu divonis empat tahun enam bulan penjara.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved