Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah mengkaji ulang rencana untuk memperluas kewenangan TNI-Polri yang sudah menjadi perhatian publik.
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Saurlin P Siagian mengungkap bahwa pihaknya telah melakukan kajian cepat atas Revisi Undang-Undang (RUU) Kepolisian dan RUU TNI.
"Kami mengusulkan adanya revisi terhadap delapan pasal dalam RUU Kepolisian dan lima pasal dalam RUU TNI," ungkap Saurlin dalam keterangannya yang dikutip Jumat (14/3).
Menurutnya, ada sejumlah pasal yang perlu untuk diperbaiki atau dihapus karena dinilai kurang sesuai dengan semangat pemajuan HAM. Kendati demikian, Komnas HAM mendukung upaya peningkatan kesejahteraan anggota polisi dan prajurit TNI.
"Namun, perluasan kewenangan kedua institusi tersebut perlu dikaji ulang. Oleh karenanya pemerintah dan DPR perlu untuk melakukan evaluasi dari pelaksanaan kedua undang-undang yang berlaku saat ini. Hal ini penting agar kedua RUU yang diusulkan memiliki dasar yang kuat," kata Saurlin.(P-1)
Ada langkah yang diambil oleh militer dalam tugas-tugas pengkaryaan di ruang sipil dalam revisi UU TNI
Sebanyak 16 kementerian/lembaga yang bisa diduduki prajurit TNI aktif, sebagaimana dituangkan dalam RUU TNI, memang memerlukan keahlian dan beririsan dengan lingkup kerja TNI.
Permohonan uji materi dengan Nomor Registrasi 41/PAN.ONLINE/2025 ini menyoroti batasan hak prajurit dalam berpolitik, berbisnis, dan menduduki jabatan sipil.
Terdapat pasal-pasal yang harus dipantau dan dikritisi, khususnya terkait dengan perluasaan di jabatan sipil dan perluasan tugas operasi militer selain perang.
Revisi UU TNI tak boleh membuat demokrasi tercederai.
Menurut dia, pertentangan-pertentangan terkait perekrutan puluhan ribu prajurit tersebut perlu diselesaikan dengan baik untuk menciptakan kondisi bangsa yang baik.
ANGGOTA Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB Oleh Soleh meminta rencana Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk merekrut 24 ribu prajurit baru dikaji secara matang dan mendalam.
Prasetyo menjelaskan bahwa banyak terjadi pelanggaran di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, seperti penyelundupan barang ilegal dari institusi itu.
Setelah seluruh proses administrasi sudah dijalankan, kata Kristomei, barulah Djaka diberhentikan secara hormat per tanggal 14 Mei 2025 lalu.
ANGGOTA Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding mempertanyakan pengerahan prajurit TNI dalam menjaga Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia.
TNI tidak boleh masuk ke dalam substansi penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan, karena itu bukan tugas dan fungsinya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved