Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Perbaiki Indeks Korupsi, Pemerintah Diminta Benahi Tata Kelola Ekonomi dan Bisnis

Tri Subarkah
11/2/2025 21:11
Perbaiki Indeks Korupsi, Pemerintah Diminta Benahi Tata Kelola Ekonomi dan Bisnis
Ilustrasi .(Antara)

TRANSPARENCY International Indonesia (TII) memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia untuk memperbaiki tata kelola ekonomi dan bisnis guna mendongkrak skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Dalam rilis IPK 2024, Transparency International menempatkan Indonesia di peringkat 99 dengan skor 37 poin.

Deputi TII, Wawan Heru Suyatmiko berpendapat, peningkatan skor dan peringkat Indonesia dibanding tahun lalu lebih ditopang pada indikator pengelolaan ekonomi, bisnis dan investasi secara makro yang nampak menjanjikan. Namun, pada indiktor yang berkaitan dengan praktik korupsi antara pemegang otoritas kebijakan dan pelaku usaha.

Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa pemerintah perlu membuat kerangka regulasi dalam kebijakan ekonomi yang berorientasi pada pemberantasan korupsi dan mulai menyentuh isu kolusi serta nepotisme yang selama ini belum nampak pada kebijakan pengendalian konflik kepentingan.

"Upaya pemebrantasan korupsi seharusnya tidak hanya ditujukan untuk mempermudah investasi atau menuju pertumbuhan ekonomi belaka, tapi juga sejalan dengan penegakan hukum dan demokrasi," kata Wawan dalam acara peluncuran IPK Indonesia 2024 yang digelar secara daring, Selasa (11/2).

Bagi Wawan, pemberian karpet merah untuk investasi bukanlah langkah yang tepat dalam memberantas korupsi. Ia menggarisbawahi pentingnya kepastian hukum dan jaminan pada kebebasan sipil. Selain itu, TII juga mendorong pemerintah mengembalikan independensi serta kewenangan lembaga pengawas kekuasaan.

Pasalnya, selama ini upaya penengakan hukum selalu menjadi faktor pemberat dalam korupsi. Oleh karena itu, lembaga pengawas harus dikembalikan kemandiriannya dan bebas dari intervensi kekuasaan manapun.

"Pemerintah, parlemen, dan pengadil sebagai fungsi pengawas dan penyeimbang kekuasaan juga harus melakukan tugasnya secara berkeadilan, memberikan kepastian hukum, dan mandiri," tandas Wawan.

Dalam kesempatan yang sama, pengajar pada STH Indonesia Jentera sekaligus Ketua Dewan Pengurus TII, Bivitri Susanti mengingatkan bahwa demokrasi secara global sedang mendapat tantangan dari kebijakan-kebijakan yang populis. Hal itu terejawantah dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Presiden AS Donald Trump.

Di Indonesia sendiri, kebijakan populis dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto, salah satunya lewat program Makan Bergizi Gratis. Menurtnya, alih-alih mengeluarkan kebijakan populis, pemerintah sebaikanya melakukan reformasi yang sifatnya fundamental di bidang hukum, politik, dan krisis iklim. (Tri/J-2)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya