Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Demi Efektivitas, Pakar UGM: Ambang Batas Parlemen Sebaiknya Jangan Dihapus

Ardi Teristi Hardi
05/2/2025 15:07
Demi Efektivitas, Pakar UGM: Ambang Batas Parlemen Sebaiknya Jangan Dihapus
Alfath Bagus Panuntun(Dok UGM)

PAKAR Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM), Alfath Bagus Panuntun memberikan tanggapan terkait wacana untuk menghapus ambang batas parlemen.

Menurut dia, perdebatan soal perlu dan tidaknya ambang batas parlemen ini dihapus menekankan dua aspek utama, yakni inklusivitas demokrasi dan efektivitas pemerintahan.

"Yang pro dengan penghapusan ambang batas ini dikarenakan selama ini suara partai-partai kecil yang tidak mencapai ambang batas 4 persen menjadi sia-sia dan tidak terwakili di parlemen," terang dia, Rabu (5/2). Padahal, kalau dihitung-hitung, suara yang terbuang dari partai-partai kecil itu bisa mencapai belasan persen.

Di sisi lain, pihak yang menolak penghapusan ambang batas parlemen berargumen, semakin banyak partai yang masuk ke parlemen, semakin sulit mengelola kepentingan politik yang beragam. Hal itu dapat berdampak pada efektivitas kerja DPR.

“Jumlah partai yang lebih banyak akan menambah beban terkait fraksi, pembagian tugas, dan efektivitas kinerja DPR itu sendiri,” lanjut dia.

Alfath mengingatkan, angka 4% dalam ambang batas parlemen bukanlah angka yang muncul begitu saja, melainkan hasil kompromi antara inklusivitas demokrasi dan efektivitas pemerintahan.

“Sebelumnya, ambang batas ini hanya 3,5%, lalu dinaikkan menjadi 4% pada revisi Undang-Undang Pemilu tahun 2017. Angka ini bertujuan untuk menyeimbangkan antara keterwakilan politik dan stabilitas pemerintahan,” lanjut dia.

Ia pun berpendapat, mempertahankan bahkan meningkatkan ambang batas parlemen bisa menjadi solusi untuk memperjelas ideologi partai politik. 

“Dengan ambang batas yang lebih tinggi, partai-partai politik harus memiliki ideologi dan program yang jelas. Kalau tidak, akan sulit menentukan apa yang membedakan satu partai dengan partai lainnya,” ujarnya.

Di sisi lain, masyarakat sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan ada atau tidaknya ambang batas parlemen. “Yang penting adalah fungsi-fungsi DPR berjalan dengan baik, tidak kedap terhadap kritik, dan benar-benar bekerja untuk rakyat,” kata Alfath.

Menurut dia, yang harus menjadi prioritas utama adalah efektivitas kerja DPR. Dengan jumlah partai yang lebih sedikit dan lebih terstruktur, proses legislasi dan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah bisa berjalan lebih baik.

“Jangan sampai karena ingin mengakomodasi semua kelompok, malah justru yang terlayani adalah kepentingan politisi, bukan rakyat,” ungkap dia.

Alfath menyatakan, setiap kebijakan pasti memiliki sisi positif dan negatif. Namun, dalam konteks Indonesia, ia lebih sepakat jika ambang batas parlemen tetap dipertahankan atau bahkan dinaikkan demi efektivitas pemerintahan.

“Kebijakan ini harus dilihat dari kebutuhan masyarakat saat ini. Kalau kita ingin DPR yang efektif, maka ambang batas yang ada sebaiknya dipertahankan atau ditingkatkan,” pungkasnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya