Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

100 Hari Pemerintahan Prabowo, Sejumlah Tokoh Kumpul Ingatkan soal Demokrasi

Tri Subarkah
28/1/2025 17:27
100 Hari Pemerintahan Prabowo, Sejumlah Tokoh Kumpul Ingatkan soal Demokrasi
Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB), gerakan etis dan nonpartisan, berkumpul di Jakarta, Selasa (28/1) tepat pada 100 hari kerja pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.(MI/Tri Subarkah)

SEJUMLAH tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB), gerakan etis dan nonpartisan, berkumpul di Jakarta tepat pada 100 hari kerja pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Mereka yang terdiri dari mantan ibu negara, agamawan, akademisi, maupun pegiat antikorupsi mengingatkan soal demokrasi di Indonesia. 

Cendekiawan muslim, Komaruddin Hidayat, menyebut bahwa masyarakat banyak yang berharap pada kepemimpinan Presiden Prabowo. Kendati demikian, ia menilai bahwa Prabowo memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, khususnya di bidang penegakan hukum, korupsi, dan nepotisme. 

"Oleh karena itu, kalau kesempatan ini dilewatkan dan tidak ada progres, lama-lama harapan rakyat (kepada Prabowo) akan turun," ujarnya, Selasa (28/1).

Ia berpendapat, Indonesia pernah mengalami dua jenis generasi kepemimpinan, yaitu perintis dan pembangun yang masing-masing terjadi pada Orde Lama maupun Orde Baru. Menurutnya, generasi yang terjadi pasca-Orde Baru adalah penikmat.

Bagi Komaruddin, generasi penikmat itu dapat menjadi jebakan. Pasalnya, jika tidak dibawa dalam ketidakhati-hatian, generasi penikmat saat ini justru jadi generasi perusak. Oleh karena itu, ia mengingatkan Prabowo untuk jeli memilih orang-orang sebagai penyelenggara negara.

"Mana orang-orang yang commited untuk membangun, mana yang jadi sekadar penikmat," tandas Komaruddin.

Dalam kesempatan yang sama, Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo menggarisbawahi pentingnya keseimbangan tiga pilar dalam mendukung keadaban publik, yaitu negara, bisnis, dan masyarakat. 

Menurutnya, negara memiliki tanggung jawab paling besar untuk mewujudkan keseimbangan tersebut. Jika negara justru selingkuh dengan pilar bisnis, Suharyo menyebut bahwa masyarakat akan menjadi pihak yang paling menderita.

"Semestinya negara harus mengawasi untuk meastikan kebaikan bersmaa. Kalau itu kurang dijalankan atau ada perselingkuhan, rusaklah keadaban publik," katanya.

Sementara itu, istri mendiang Nurcholish Madjid, Omi Komariah, berpesan kepada seluruh pejabat di Tanah Air untuk menunaikan janji menyejahterakan rakyat, alih-alih menyejahterakan segelintir elite pejabat. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang hidup dalam ketidakamanan finansial.

Selain Komaruddin, Suharyo, dan Omi, negarawan lain yang tergabung dalam GNB adalah istri Gus Dur, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Quraish Shihab, Mustofa Bisri, Bhante Sri Pannyavaro Mahathera, Pdt Jacky Manuputty.

Berikutnya, Amin Abdullah, Slamet Rahardjo, Umar Wahid, Erry Riyana Hardjapamekas, Karlina Rohima Supelli, Pdt Gomar Gultom, Frans Magniz Suseno, A Setyo Wibowo, Laode Muhammad Syarif, Ery Seda, dan Lukman Hakim Saifuddin.

Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Alissa Qotrunnada Wahid, mengatakan pihaknya ingin berpesan kepada pemerintah bahwa demokrasi merupakan manifestasi dari, oleh, dan untuk rakyat. Bai GNB, demokrasi merupakan hal elementer dalam menjaga dan menata kehidupan bangsa yang majemuk.

"Semua elemen bangsa perlu menjaga dan merawat nilai-nilai kebangsaan dan kemasyarakatan demi keutuhan dan kesatuan bangsa Indonesia sebagaimana amanat konstitusi," tandas Alissa. (Tri)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya