Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pakar Ingatkan Pemerintah Soal Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tambang

Rahmatul Fajri
09/1/2025 22:07
Pakar Ingatkan Pemerintah Soal Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tambang
Foto udara asap mengepul dari tumpukan material tambang batu bara di tempat pertambangan terbuka Sungai Gelam, Muaro Jambi, Jambi(ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

PAKAR hukum pidana korporasi dan korupsi dari Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dan tak bertindak serampangan dalam penegakan hukum, di sektor pertambangan. Pasalnya, hal tersebut akan berdampak buruk terhadap kondisi APBN dan investor yang akan menanamkan modalnya di Tanah Air. 

Jamin menyoroti kasus lima perusahaan yang ditersangkakan Kejagung terkait dugaan korupsi tata niaga timah. Ia menilai perusahaan itu hanyalah pihak yang menjalankan pekerjaan sesuai kontrak dengan PT Timah. 

“Iya. Kalau dia menyuap pimpinan PT Timah untuk mendapatkan pekerjaan. Nah Itu korupsi. Itu bagiannya dalam tipikor. Atau pejabat di PT Timah yang merupakan penyelenggara negara menyalahgunakan kewenangannya gitu. Jadi nggak bisa dinyatakan sebagai tipikor kalau hanya cuma terkait dengan kerusakan lingkungan di daerah IUP nya yang dikerjakan oleh swasta dan diminta pertanggungjawabannya sebagai tipikor. Nggak nyambung gitu, nggak ada kaitannya dengan tipikor harusnya ya,” kata Jamin, melalui keterangannya, Kamis (9/1).

Menyoal kerugian negara yang disebut mencapai Rp300 triliun, Jamin menyebut Majelis Hakim tak ada dalam pertimbangannya menyatakan nilai kerugiannya sebesar itu. Menurutnya, kerugian negara itu hanya diungkap dalam dakwaan saja.

Lebih jauh ia meyinggung keberadaan Pasal 14 di Undang-undang Tipikor yang berfungsi sebagai penentu apakah perbuatan pidana lain dapat dianggap sebagai tindak pidana korupsi seperti  merugikan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. 

“Kita patuh dengan aturan yang sudah tertuliskan. Nggak boleh diabaikan. Jadi, sekarang ada paradigma seakan-akan kejaksaan itu berwenang untuk menyatakan Tipikor semua perbuatan yang terkait dengan penambangan ilegal, perambahan hutan, kerusakan lingkungan hidup. Jadi, dalam perluasan makna kewenangannya terlalu jauh. Semua ditarik Tipikor. Padahal ada undang-undang lain yang sudah mengatur secara jelas, Secara cermat, sudah mengatur. Tapi nggak pernah dipakai,” tegasnya. 

“Jadi, buat apa ada pidana dalam undang-undangan Lingkungan Hidup kalau semuanya dijadikan Tipikor. Kalau memang kerugian negara, ya pasti rugi. Nggak mungkin nggak ada rugi. Tapi nggak semua kerugian negara itu adalah tipikor.  Kalau begitu, orang nggak bayar pajak, masukin aja tipikor,” timpalnya. 

Pakar Hukum Pertambangan Abrar Saleng menyebut putusan hakim yang tidak mempertimbangkan aspek teknis dan hukum pertambangan  akan memengaruhi investasi pertambangan. Pasalnya, penambang-penambang akan takut dianggap korupsi.  "Kalau dulu ada istilah kriminalisasi, kalau sekarang ini ditipikorkan. Kalau namanya korupsi kan semua takut. Karena korupsi itu perbuatan yang sangat tercela, bahkan di dalam hukum disebut extraordinary crime,” ungkap Abrar. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya