Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
BANYAK kasus penembakan dengan senjata api (senpi) yang dilakukan anggota Kepolisian kepada warga tengah menjadi sorotan. Anggota Komisi III Martin Tumbelaka menilai ada banyak kejadian yang membuktikan polisi menggunakan kewenangannya untuk ‘membunuh’ dengan dalih penegakan hukum.
“Kami meminta untuk mengevaluasi agar penggunaan senpi tidak disalahgunakan, karena sudah banyak kejadian anggota Polri menggunakan pistol seenaknya,” ujar Martin dalam keterangan persnya pada Kamis (19/12).
Hal yang sama juga disampaikan Martin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR bersama Kapolda Kalteng Irjen Pol Djoko Poerwanto terkait kasus pembunuhan yang dilakukan seorang oknum polisi Polda Kalteng kepada warga dengan senpi.
Martin mengapresiasi langkah Polda Kalteng yang telah memberikan sanksi kepada pelaku berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), pada kasus tindak pidana pencurian dan kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal dunia di Kabupaten Katingan.
“Saya melihat di sini ada satu masalah, dari hasil pelakunya itu terindikasi ternyata menggunakan psikotropika yaitu sabu-sabu,” sambung Martin,” tuturnya.
Martin pun menyatakan reformasi penegakan hukum khususnya pada tubuh kepolisian, menjadi perhatian Komisi III DPR dan meminta jajaran Polri untuk melakukan pengawasan ketat dan pemeriksaan berkala kepada anggotanya.
“Karena ini satu yang dituangkan dalam asta citanya Pak Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas narkoba. Jadi kami mendorong ini untuk pengecekan yang rutin untuk anggota kepolisian, baik dari Mabes Polri, Polda sampai ke bawah yaitu polsek,” ungkap Legislator dari Dapil Sulawesi Utara itu.
Martin juga menyoroti kasus penyalahgunaan penggunaan senpi kembali terjadi di lingkungan Polri. Beberapa waktu lalu, Komisi III DPR juga memanggil jajaran Polres Semarang dan Polda Jawa Tengah dalam kasus penembakan yang dilakukan oleh Aipda Robig terhadap Gamma Rizkinata (GR), seorang pelajar SMKN 4 Semarang.
Kasus tersebut kata Martin, diwarnai oleh manipulasi sebab awalnya pelaku disebut menembak korban karena melakukan tawuran. Dikatakan abhwa saat kejadian tak ada peristiwa tawuran, dan belakangan diketahui pelaku menembak korban karena motornya terserempet.
“Ini kejadian juga menggunakan pistol sehingga menyebabkan kematian. Tentu kami mendorong pihak kepolisian supaya langkah-langkah pengawasan anggotanya lebih efektif dan maksimal,” ujar Martin.
Menurut data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), ada 45 pembunuhan di luar hukum yang dilakukan aparat negara dalam periode Desember 2023-November 2024. Sebanyak 34 kali dilakukan oleh polisi dan 11 dilakukan oleh TNI.
KontraS juga mengungkap ada 47 orang tewas akibat perilaku aparat pada periode yang sama di mana 29 korban disebabkan senjata api, dan 18 korban akibat penyiksaan.
Martin mengatakan banyaknya kasus penembakan yang dilakukan anggota kepolisian telah menimbulkan keresahan di publik. Beberapa kalangan kata Martin, juga meminta DPR menggunakan hak angketnya untuk menyelesaikan kasus-kasus penyalahgunaan senpi di lingkungan aparat.
“Mirisnya, lebih dari 30 kasus ini terjadi hanya dalam kurang lebih satu tahun. Seharusnya polisi itu mengayomi dan melindungi, bukan membunuh,” pungkasnya. (Dev/I-2)
Dia mengatakan pihaknya akan terus melakukan evaluasi terhadap penggunaan senjata api untuk perbaikan institusi Polri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved