Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PANITIA seleksi calon pimpinan dan calon Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menggunakan kacamata jujur dalam memilih Dewas yang sudah tune in dengan kondisi KPK.
Kondisi yang dimaksud ialah semakin maraknya korupsi di kementerian maupun DPR RI akibat revisi UU KPK No 19 Tahun 2019.
“Revisi UU KPK pun dibalut propaganda dan kebohongan publik terkait pelanggaran oleh pegawai dan penyidik KPK dalam pemberantasan korupsi, hingga mengerahkan infuencer/buzzeRp yang menyebarkan hoaks soal ekstremisme Islam di pegawai dan penyidik KPK,” tulis Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) melalui keterangan tertulis, Rabu (11/9/2024).
Baca juga : Pelanggaran Etik Nurul Ghufron jadi Catatan Komisi III DPR
“Faktanya, tidak ada pelanggaran apapun, conviction rate KPK masih di 100%, dengan target menteri, anggota DPR dan selevelnya,” tambahnya.
PBHI menilai Revisi UU KPK justru menyalahi konsep pengawasan karena masuk ke dalam sistem pro-justitia dengan diberikan kewenangan persetujuan pada perkembangan penanganan perkara dan upaya paksa.
Dengan kata lain, mengebiri kewenangan penyidik KPK dengan memperpanjang alur birokrasi pro-justitia yang artinya menambah titik celah intervensi. Selain itu, terdapat pula kewenangan SP-3 (penghentian Penyidikan) sebagai penguat intervensi terhadap perkara.
Baca juga : Hasil Profile Assessment Diumumkan 11 September
PBHI mencatat, pemberantasan korupsi pasca-Revisi UU KPK berubah total menjadi alat politik dan "pengamanan" kasus korupsi yang melibatkan keluarga Presiden Jokowi.
“Conviction rate menurun, ditambah malapetaka korupsi di internal pegawai dan penyidik KPK, pungli rutan, hingga transaksi layanan seks,” ungkapnya.
Menurut PBHI, Pansel KPK harus menggunakan kacamata jujur sehingga harus memilih Calon Dewas KPK yang sudah tune in dengan kondisi KPK.
Baca juga : Pansel Didesak Coret Kandidat Titipan
PBHI menekankan calon Dewas KPK harus punya kapasitas, integritas, independensi politik, dan rekam jejak tidak boleh mengandung "cacat" sedikitpun.
“Jika tidak, Dewas KPK yang baru akan menambah bencana pemberantasan korupsi ke depan,” terang PBHI.
PBHI mencatat, komposisi latar belakang profesi calon Dewas cukup beragam, mulai dari 6 ASN, 3 jaksa, 8 hakim, 6 akademisi, hingga BPK, Ombudsman dan KSP.
Baca juga : Dewas KPK Minta Pansel tidak Loloskan Capim yang Cacat Etik
PBHI menyoroti calon Dewas dengan latar belakang aparatur negara dan penegak hukum seharusnya dapat berkontribusi antikorupsi sejak di lembaga masing-masing. Faktanya, lembaganya sendiri justru berkali-kali diperiksa KPK hingga divonis penjara dalam kasus korupsi, misalnya hakim dan BPK.
Yang kedua, Pansel juga harus melihat kepentingan kekuasaan politik eksekutif dan legislatif yang berkepentingan untuk mengebiri pemberantasan korupsi lewat pembunuhan KPK dengan tangan Dewas.
Artinya, calon Dewas yang berasal dari kedua kekuasaan politik betul-betul harus diwaspadai masalah independensinya. (Ykb/P-3)
Dewas KPK berharap sidang etik Ghufron rampung sebelum masa jabat pimpinan selesai.
DEWAN Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membacakan vonis etik Wakil Ketua Lembaga Antirasuah Nurul Ghufron.
Dewas KPK segera membacakan vonis etik Ghufron. Persidangan instansi itu berkaitan dengan dugaan ikut campur dalam proses mutasi pegawai di Kementerian Pertanian (Kementan).
PBHI menilai banyak Capim yang tidak patuh pelaporan LHKPN, kemudian, ditemukan jumlah harta kekayaan yang tidak wajar karena fantastis nilainya
DEWAN Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membacakan vonis etik Wakil Ketua Lembaga Antirasuah Nurul Ghufron besok, Jumat (6/9).
Pelanggaran etik ini berkaitan dengan dugaan ikut campur dalam proses mutasi pegawai di Kementerian Pertanian (Kementan).
Rapat Paripurna DPR resmi mengesahkan Revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau revisi UU KPK pada Selasa 17 September 2019.
Argo memastikan bahwa kepolisian masih memburu pelaku lain terhadap Ninoy yang dikenal sebagai relawan presiden Joko Widoddo.
Berbagai poster dan spanduk dibentangkan. Hal-hal yang mereka kritisi antara lain soal revisi UU KPK, RUU KUHP hingga upah buruh.
Tujuh fraksi menyetujui revisi UU KPK secara penuh. Hanya 2 fraksi, yaitu Gerindra dan PKS, yang memberi catatan soal Dewan Pengawas, sementara Fraksi Demokrat belum berpendapat.
"PKS menilai KPK cukup memberitahukan, bukan meminta izin ke Dewan Pengawas dan monitoring ketat agar penyadapan tidak melanggar hak asasi manusia," katanya.
Semua lembaga negara harus ada check and balances agar apa yang dilakukan sesuai dengan koridor yang sudah disepakati bersama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved