Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Peneliti BRIN Sebut Wacana KIM Plus Perkosa Hak Pilih Warga Jakarta

Yakub Pryatama
06/8/2024 18:01
Peneliti BRIN Sebut Wacana KIM Plus Perkosa Hak Pilih Warga Jakarta
Ilustrasi(Dok. MI)

WACANA soal Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus di Pilkada DKI Jakarta semakin mengemuka. KIM Plus merupakan gabungan partai politik yang sebelumnya mengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 ditambah berbagai partai lain. Rencananya, KIM plus akan mengusung Ridwan Kamil (RK) sebagai calon gubernur DKI Jakarta.

Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli, menilai jika KIM plus mengarah agar RK sebagai calon tunggal melawan kotak kosong dan membuat warga DKI Jakarta dipaksa tidak punya pilihan.

“Ini sama dengan memperkosa hak pilih warga Jakarta yang hanya disodorkan satu pilihan yang akan memimpin Jakarta, tidak ada alternatif pilihan. Kalau tidak suka silakan pilih kotak kosong. Memilih kotak kosong bukann suatu pilihan. Itu sama saja maknanya golput,” kata Lili kepada Media Indonesia, Selasa (6/8).

Baca juga : Wacana KIM Plus di Jakarta Sebagai Upaya Memperkuat Koalisi

“Pilgub dengan calon tunggal sama dengan membonsai proses demokratisasi Pilgub Jakarta,” tuturnya.

Dalam proses demokrasi, kata Lili, semestinya ada kompetisi sebagai syarat utama dari demokrasi. Dengan hanya ada satu calon, Lili menyebut kompetisi tidak terjadi. Dia menyebut melawan kotak kosong tidak aple to aple karena kotak kosong tidak melakukan kampanye.

“Pilgub dengan calon tunggal juga meniadakan pendidikan politik bagi warga. Padahal fungsi pilkada, salah satunya, memberikan pendidikan politik bagaimana warga disodorkan tawaran program memajukan daerah dan pilihan politik terhadap beragam calon yang berkompetisi.”

Lili berharap partai-partai di luar koalisi KIM tidak memiliki keinginan untuk terbentuknya calon tunggal. “Jika itu terjadi, Jakarta sebagai barometer demokrasi nasional, mengalami kemunduran. Quo vadis Pilgub DKI? Quo vadis partai-partai politik?,” tandas Lili. (J-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya