Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Koalisi Permanen Dinilai Lebih Cocok untuk Negara Parlementer

Tri Subarkah
18/2/2025 12:20
Koalisi Permanen Dinilai Lebih Cocok untuk Negara Parlementer
Presiden Prabowo Subianto (kiri), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan), Menko Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar (tengah)(Antara Foto)

WACANA soal koalisi permanen yang terdiri atas gabungan partai politik pendukung pemerintah, yakni Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus, dinilai lebih cocok diterapkan di negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana  kepada Media Indonesia, Selasa (18/2). 

"Sistem parlementer memungkinkan koalisi yang dimaksud. Lalu, apakah koalisis permanen tersebut harus mengubah sistem pemerintahan kita?" tanya Aditya.

Koalisi permanen digagas Presiden Prabowo Subianto. Aditya mengatakan selama ini, sistem presidensial yang berlaku di Indonesia menunjukkan bahwa kekuasaan eksekutif dan legislatif tidak harus berasal dari kubu atau partai yang sama.

Ia menilai, koalisi permanen yang dimaksud tentu punya harapan untuk memuluskan arah dan garis pemerintahan yang sejalan antara presiden dan DPR. 

Pengajar ilmu politik pada FISIP Universitas Indonesia itu juga berpandangan, pemerintahan presidensial yang dilakukan dengan pemilihan langsung setelah Pemilu 2004 menunjukkan hampir semua partai politik selalu menyatakan keengganan untuk menjadikan bentuk koalisi pemerintahan yang dibangunan adalah tidak sementara alias permanen. 

"Argumennya adalah, koalisi hanya sebatas pilpres, pasca-pilpres tidak ada yang disebut koalisi pemerintahan. Namun, menurut mereka hanya mendukung pemerintahan," jelasnya.

Dengan demikian, sistem yanf ada selama ini memungkinkan partai politik untuk bermanuver memberikan dukungan politik yang memberi benefit bagi kehadiran mereka di koalisi. Oleh karenanya, koalisi permanen menjadi tidak relevan.

Aditya pecaya, sistem multipartai di Indonesia merupakan cerminan dari representasi dinamika kelompok di tengah masyarakat. Ia juga menyadari bahwa ke depan kekuatan partai politik di Indonesia terpolarisasi dalam bentuk yang tidak jauh berbeda dengan saat ini.

Baginya, koalisi partai politik pendukung pemerintahan yang sudah kuat dan dominan hari ini akan terus berlangsung dalam tahun-tahun yang akan datang justru akan menjadikan dorongan terhadap merger partai atau partai dominan.

"Di mana tentu hal ini tidaklah baik dalam pembangunan demokrasi Indonesia saat ini yang semakin rapuh," pungkasnya. (H-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya