Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Konstelasi Politik tak Ganggu Sengketa Hasil Pileg 2024

Tri Subarkah
01/5/2024 19:30
Konstelasi Politik tak Ganggu Sengketa Hasil Pileg 2024
Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) didampingi jajaran hakim MK memimpin sidang lanjutan PHPU(MI/Usman Iskandar)

DINAMIKA politik nasional pascapenetapan pemenang Pilpres 2024 dinilai tidak mengganggu proses sengketa hasil Pileg 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Pencabutan permohonan oleh pemohon lebih disebabkan ketidakcukupan alat bukti, bukan transaksi politik para elite.

Hal itu disampaikan pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini. Menurut Titi, rangkaian sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2024 yang baru berlangsung dua hari ini masih beragendakan mendengar pokok-pokok keberatan dari pemohon.

"Termasuk di dalamnya dinamika adanya pencabutan permohonan dari pemohon," kata Titi kepada Media Indonesia, Rabu (1/5).

Baca juga : Puji-Puji Hasyim Asy'ari, Ketua MK Tegur Kuasa Hukum KPU

Pada Selasa (30/4), seorang caleg PKB bernama Subani mencabut permohonan PHPU di daerah pemilihan Aceh 1 terkait perbedaan perolehan suara dengan PDI Perjuangan. Titi berpandangan, pencabutan itu disebabkan oleh kesolidan alat bukti, bukan konstelasi politik nasional.

"Jika pemohon merasa tidak cukup punya alat bukti, maka cenderung akan mencabut permohonan. Sebab, meski berperkara di MK bebas biaya, proses persidangan dan kuasa hukum tetap membutuhkan dana yang tidak sedikit bagi caleg yang berperkara," terang Titi.

Rangkaian sidang dengan agenda pembacaan pokok permohonan di MK masih berlangsung sampai Jumat (3/5). Pada PHPU Legislatif 2024, MK menangani 297 perkara, baik tingkat DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, maupun DPD.

Baca juga : MK Harus Cermati Kasus Pelanggaran Etik Sebelum Putuskan Sengketa Pilpres

Sepanjang pemantauannya, Titi mengatakan pokok permohonan pemohon berkutat soal pergeseran suara berupa pengurangan atau penggelembungan suara antarcaleg dalam satu maupun beda partai. Bahkan, ada juga yang masih menyoalkan perbedaan hasil suara dengan real count KPU yang diumumkan di media sosial.

"Artinya, masih ada caleg yang tidak memahami soal hasil perhitungan resmi yang digunakan oleh KPU dan masih menganggap hasil real count Sirekap sebagai rujukan," pungkas Titi.

KPU memanfaatkan Sirekap sebagai alat bantu publikasi penghitungan suara saat Pemilu 2024. Adapun penghitungan suara secara resmi dilakukan lewat mekanisme manual berjenjang dari tingkat tempat pemungutan suara (TPS) sampai KPU RI. (Tri/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya