Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
MEMASUKI awal abad ke-21, para akademisi bidang ilmu politik mulai meragukan optimisme akan penguatan demokrasi yang tumbuh di akhir abad ke-20. Ini dibuktikan lewat gerakan reformasi di Indonesia pada 1998 yang proses transisinya justru dinilai tidak jelas seiring berjalannya waktu.
Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor bahkan mengatakan, di beberapa kasus, yang terjadi justru pembalikan demokrasi menjadi non-demokrasi. Untuk Indonesia sendiri, ia menilai saat ini berada di persimpangan antara demokrasi dan otoritarian.
"Yang terjadi di Indonesia ini adalah bukan transisi menuju demokrasi, tapi bentuk baru in between, antara authoritarian (otoritarian) dan demokrasi," ujarnya dalam diskusi berjatuk The Future of indonesian Demoracy di Erasmus Huis, Jakarta, Rabu (17/4).
Baca juga : Isu Jokowi Ingin Rebut Kursi Ketum PDIP, Kubu Prabowo Merespons
Menurut Firman, kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini dapat dijelaskan lewat konsep competitive authoritarianism atau otoritarianisme kompetitif dan post-democracy atau pascademokrasi.
Ia menjelaskan, competitive authoritarianism menjelaskan fenomena sistem yang tidak sepenuhnya otoritarian mengingat masih berlangsungnya kompetisi pemilu. Namun, demokrasi yang ada dalam kondisi tersebut juga tidak dapat dikatakan berjalan baik karena kompetisinya dimanipulasi oleh rezim.
"iI happens now. Jadi kita seolah-olah demokrasi, tapi sebetulnya secara substansi we are in between antara demokrasi dan otoritarian," jelas Firman.
Baca juga : Relawan Respons Pernyataan Hasto ke Presiden Jokowi
Oleh karena itu, dalam competitive authoritarianism, demokrasi prosedural banyak yang dilanggar dan dibuat hanya untuk menguntungkan penguasa.
Sementara itu, kondisi pascademokrasi adalah model politik yang dikerjakan oleh creme de la creme yang dalam hal ini elites of the elites alias elitenya elite. Dengan kata lain, Firman menyebut Indonesia saat ini sudah dikangkangi oleh oligarki sebagai sumber pendanaan, sedangkan pelaksananya adalah partai politik.
Pascademokrasi sendiri dapat digambarkan dengan beberapa karakter. Pertama, kata Firman, masyarakat di dalamnya tidak peduli dengan kondisi politik yang terjadi. Baginya, itu dapat menjelaskan alasan mengapa Prabowo Subianto dapat memenangi kontestasi Pilpres 2024.
"Kedua, adanya mentality populism. Tidak hanya Boris Johnson, (Donald) Trump, (Narendra) Modi, (Recep Tayyip) Erdogan, tapi juga jangan-jangan Prabowo, Jokowi dengan bansos, makan siang gratis adalah bentuk lain dari populism," terangnya. (Tri)
Gavin Newsom, Gubernur California, kembali menjadi sorotan publik setelah menuduh Presiden Donald Trump melakukan tindakan otoriter.
FENOMENA autokratisasi secara global yang terjadi saat ini memasuki gelombang ketiga. Pemerintah otoriter lahir dengan cara 'memanfaatkan' sistem demokrasi.
WAKIL Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari mengatakan bahwa pemerintahan Prabowo Subianto tak akan membawa Indonesia menjadi negara otoriter,
LAPORAN Varieties of Democracy 2024 (berdasar data 2023) menempatkan Indonesia ke dalam kategori 'demokrasi elektoral' meski berada di grup terendah bersama Malaysia
Sudirman Said meminta masyarakat ikut mengoreksi pemerintahan Joko Widodo yang semakin menunjukkan watak otoriter
POLDA Metro Jaya menjadwalkan klarifikasi terhadap Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo pada Kamis (3/7), terkait dengan tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan salam dari Presiden RI Prabowo Subianto kepada Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Momen itu terjadi saat Luhut menjenguk Jokowi di Bali.
Luhut mengungkapkan bahwa dirinya dan Presiden Prabowo Subianto merasa sedih karena masih ada pihak-pihak yang terkesan melupakan jasa Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Program hilirisasi sumber daya alam merupakan kunci sebuah bangsa untuk mendorong kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Cita-cita itu sudah dicanangkan oleh Presiden pertama Soekarno.
Menurut dokter spesialis kulit I Gusti Nyoman Darmaputra, kondisi yang dialami Presiden tergolong ringan hingga sedang dan masih dalam batas aman.
BANK-bank yang mayoritas kepemilikan sahamnya oleh asing akan diwajibkan membangun pusat data di Indonesia
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved