Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
ANGGOTA Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Puadi mengatakan perlu adanya evaluasi terhadap tindak pidana pemilu yang berkaca dari penanganan pada Pemilu 2024. Evaluasi diharapkan menjadi solusi atas berbagai kendala dari pengalaman yang ada.
Menurut Puadi, evaluasi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan dari berbagai aspek serta kasus-kasus yang dirasa menarik. Upaya tersebut sekaligus dinilai untuk mempersiapkan rujukan dalam menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada November 2024 mendatang.
Ia menyebut, evaluasi yang dilakukan harus menyasar aspek perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu yang bersifat lex spesialis dengan waktu penanganan tindak pidana yang terbilang cepat. Beberapa permasalahan yang dihadapi Bawaslu terkait penerapan norma hukum yang multitafsir, tidak adaptif, dan adanya kekosongan hukum.
Baca juga : Profesionalitas Penyelenggara Pemilu Bermasalah, Bawaslu Dinilai Mengkhawatirkan
"Sehingga membuat waktu penanganan pelanggaran yang menjadi panjang jadi catatan satu aspek perundang-undangan," kata Puadi lewat keterangan tertulis yang dikutip Kamis (28/3).
Selain itu, ia juga menyoroti aspek teknis kesiapan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang diisi Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan mulai dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota. Menurutnya, pemahaman bersama elemen penyusun Sentra Gakkumdu itu perlu dipertajam dan dipersolid.
Puadi mengungkap beberapa kasus menarik selama penanganan tindak pidana Pemilu 2024. Kasus-kasus ini dapat menjadi rujukan untuk menghadapi Pilkada 2024 serta menyolidkan Sentra Gakkumdu di tingkat kabupaten/kota supaya dapat bekerja lebih baik lagi.
"Seperti (sebenarnya apa) yang dimaksud pemalsuan dokumen, pelibatan kepala desa, kampanye di luar jadwal, yang disebut politik uang. Juga adanya rekomendasi Bawaslu diadakannya PSU (pemungutan suara ulang) akibat ada warga negara Indonesia yang mencoblos lebih dari satu kali dengan penanganan pidananya," terangnya. (Tri/Z-7)
Putusan MK soal kewenangan Bawaslu memutus pelanggaran administrasi Pilkada, pembentuk UU dapat segera merevisi UU Pilkada.
MK mengatakan selama ini terdapat perbedaan atau ketidaksinkronan peran Bawaslu dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu dengan pelanggaran administrasi pilkada.
Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut telah menegaskan tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilu dengan rezim pilkada.
Pengalaman dari Pemilu 2024 menunjukkan betapa tingginya partisipasi masyarakat dalam melaporkan dugaan pelanggaran.
Demokrasi tidak bisa dipisahkan dari politik karena sesungguhnya politik adalah bagian yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari
Bagja tetap mengimbau Bawaslu Sulawesi Selatan dan Kota Palopo untuk mengawasi setiap potensi terjadinya praktik haram tersebut.
Faktor pertama kenaikan PBB adalah semakin tidak terbendungnya pola politik transaksional dan politik berbiaya tinggi dalam Pilkada langsung.
Selama Pilkada 2024, TVRI menayangkan sebanyak 439 debat mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
SEKJEN Partai Gerindra Sugiono merespons usulan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat.
KOMITE Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia) menolak wacana pengembalian sistem pemilihan kepala daerah atau pilkada dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi pemilihan oleh DPRD
Titi Anggraini menyebut pilkada lewat DPRD tidak relevan lagi membedakan rezim Pilkada dan Pemilu setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi atau MK
KETUA Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyatakan pihaknya jauh lebih dulu mengusulkan agar bupati dan walikota dipilih oleh DPRD
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved