Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Disinformasi Turut Picu Pemungutan Suara Ulang

Tri Subarkah
22/2/2024 19:00
Disinformasi Turut Picu Pemungutan Suara Ulang
Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan dan sejumlah saksi melakukan rekapitulasi penghitungan surat suara pemilu di GOR Cilandak, Jakarta.(MI/Susanto)

PEMUNGUTAN suara ulang (PSU) Pemilu 2024 yang menjangkau seluruh provinsi di Indonesia diakibatkan beberapa faktor. Salah satunya, disinformasi yang diterima pemilih maupun diamini oleh petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) seputar teknis kepemiluan, termasuk kebebasan mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS) manapun selama memiliki KTP-E.

Demikian disampaikan pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini kepada Media Indonesia. Baginya, sumber masalah terjadinya PSU adalah bimbingan teknis (bimtek) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada petugas KPPS yang tidak efektif dalam menguatkan kapasitas teknis kepemiluan.

"Sosialisasi yang tidak optimal baik terhadap petugas ataupun pemilih membuat mereka termakan disinformasi terkait prosedur pemilu," terang Titi.

Baca juga : MUI Minta Semua Pihak Hormati dan Beri Ruang Kritis Rekapitulasi Suara

Menurutnya, disinformasi seputar pemilu beredar luas baik di media sosial maupun dari mulut ke mulut. Salah satu argumentasi yang melanggengkan disinformasi tersebut adalah bahwa prosedur memilih pada Pemilu 2024 masih sama dengan Pemilu 2019.

"Bahkan banyak yang malas mengurus pindah memilih karena pada Pemilu 2019 mereka mengklaim bisa memilih di tempat lain hanya bermodalkan KTP-E," kata Titi.

Di samping itu, ia juga menyoroti terbatasnya kapasitas pengawas TPS dalam melakukan pencegahan pelanggaran administratif saat hari pemungutan suara. Itu menyebabkan pelanggaran yang seharusnya dapat dicegah justru terbiarkan.

Baca juga : KPU Sumbar: 6 Petugas Pemilu Meninggal dan 50 Orang Sakit

Kurang awasnya pengawas TPS, Titi melanjutkan, turut diperparah dengan kapasitas saksi peserta pemilu yang kurang menguasai aturan. Padahal, kehadiran saksi di setiap TPS dapat berkontribusi dalam mencegah pelanggaran.

"Pola atau model pelatihan juga kurang efektif dalam memberikan pemahaman yang baik kepada petugas KPPS karena dilakukan massal dan banyak yang kurang fokus," tandas Titi.

Bawaslu sendiri merekomendasikan KPU untuk menggelar PSU di 780 TPS yang tersebar di 38 provinsi. Rekomendasi itu diberikan salah satunya karena terdapat pemilih yang memiliki KTP-E yang memilih tidak sesuai dengan domisilinya dan tidak mengurus pindah memilih.

Baca juga : Pemungutan Suara Ulang Potret Bimtek KPU ke Petugas KPPS tak Maksimal

Anggota sekaligus Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI Lolly Suhenty mengatakan, KPU memiliki waktu 10 hari sejak pemungutan suara untuk menggelar PSU, yakni 24 Februari 2024.

KPU akan Tindaklanjuti

Saat dikonfirmasi, anggota KPU RI Idham Holik mengatakan pihaknya bakal menindaklanjuti semua rekomendasi dan temuan Bawaslu terkait PSU sebagai bahan evaluasi. Namun, ia menegaskan rekomendasi soal PSU tidak semata-mata disebabkan faktor kognitif petugas KPPS terhadap aturan penyelenggaraan teknis pemungutan dan penghitungan suara.

"Bukan berarti bimtek yang diselenggarakan oleh KPU kepada KPPS menjadi tidak efektif. Buktinya dari total 823.220 TPS, hanya prosentase kecil yang melaksanakan PSU," kilahnya. (Tri/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya