Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
MENKOPOLHUKAM Mahfud MD mengungkapkan bahwa penegakan hukum di Indonesia sangat mengecewakan. Pasalnya hingga saat ini masih ada ketidakadilan dan praktik jual beli pasal oleh oknum-oknum tertentu.
"Kita punya hukum, tetapi hukum kita itu sangat mengecewakan, masih terjadi ketidakadilan di mana-mana. Penegakan hukum juga ditandai oleh berbagai transaksi, jual beli kasus, jual beli vonis, jual beli pasal" ujar Mahfud saat menyampaikan orasi ilmiah dalam acara Dies Natalis Universitas Bung Karno (UBK), Kamis (30/11).
Dia mengatakan bahwa praktik hukum yang mengecewakan dilakukan dengan modus jual beli pasal. Artinya dalam suatu kasus, pasal-pasal yang dikenakan justru tidak sesuai atau kurang tepat.
Baca juga: Perludem: Bawaslu belum Maksimal Tindak Dugaan Pelanggaran Pemilu 2024
"Tolong nih pakai pasal sekian saja dakwaannya, yang menangani nanti penyidiknya ini, sudah dipesan lebih dulu nanti di kejaksaan diatur lagi, di pengadilan lagi, itulah yang kemudian disebut mafia hukum," kata Mahfud.
Praktik demikian tentu saja mencederai hukum di Indonesia. Tidak heran bila hukum sering disebut tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
Baca juga: Perlu Aturan Hukum untuk Hadapi Politik Dinasti
Mahfud mengakui bahwa pernyataannya itu tentu akan membuat sejumlah pihak geram. Namun dirinya mengantongi banyak bukti yang menunjukkan adanya jual beli hukum.
Lebih lanjut, Menkopolhukam menegaskan bahwa hukum tidak bisa hanya dipahami pasal per pasal. Penegakan hukum harus memperhatikan etika dan moral, serta nilai-nilai yang ada dalam Pancasila.
"Kalau hukum hanya dipahami pasal per pasal maka hukum itu bisa sesat karena satu masalah itu bisa dilihat dari berbagai pasal yang berbeda," tandasnya. (Van/Z-7)
Wamenkum Sebut RUU KUHAP Berasal dari Usulan Masyarakat
Tom Lembong mengatakan perkara yang ia hadapi selama hampir 9 bulan tersebut membuatnya paham bagaimana karut-marutnya sistem penegak hukum di Indonesia.
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
Dengan masih adanya praktik penyiksaan dalam proses-proses penyelidikan maupun penyidikan, maka itu tidak akan memecahkan suatu perkara
PRESIDEN Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 yang mengatur pembebasan bersyarat bagi saksi pelaku yang bertindak sebagai justice collaborator.
Namun, Listyo enggan menanggapi lebih jauh soal pembubaran satgas yang dibentuk Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu. Dia meyebut Polri kini fokus pada fungsi pencegahan.
Berkat kolaborasi tersebut, Bapenda Kabupaten Bekasi sepanjang 2024 berhasil menagih pajak mencapai Rp83 miliar
Presiden Prabowo Subianto meneken Perpres Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia.
TNI tidak boleh masuk ke dalam substansi penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan, karena itu bukan tugas dan fungsinya.
Keterlibatan TNI dalam pengamanan kejaksaan hanya dapat dilakukan dalam situasi tertentu. Bukan sebagai pengamanan yang bersifat rutin atau melekat setiap hari.
Penempatan jumlah prajurit TNI bakal menyesuaikan kebutuhan masing-masing satuan kejati dan kejari.
Ketua Komisi I DPR Utut Adianto merespons soal kebijakan pengamanan oleh prajurit TNI untuk Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved