Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
PAKAR hukum tata negara Universitas Sriwijaya Febrian mengapresiasi kinerja Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang sudah berupaya objektif dan transparan menggelar sidang etik hakim MK secara terbuka.
"Saya apresiasi yang sudah dijalankan oleh MKMK dan itu sudah memenuhi keadilan publik," ujarnya.
Proses yang transparan dan objektif tersebut juga menghadapkan publik untuk bersikap legawa. Sebab putusan MKMK nantinya tidak bisa menganulir putusan penambahan norma baru oleh MK dalam permohonan batas usia capres dan cawapres sebelumnya.
Baca juga: Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres Rusak Tatanan Bernegara
"Kita harus legowo dengan putusan MK. Putusan MK itu tidak bisa dianulir. Kalau itu dianulir maka terjadi ketidakpastian hukum. Tidak ada juga yang bisa menjadi bahwa pasangan itu (Prabowo-Gibran) menang," ungkapnya.
Febri yang dihubungi, Jumat (3/11) menerangkan DPR untuk bersikap setelah MKMK memutuskan keputusan final. Sedangkan hakim MK yang terbukti melanggar etik maka sebaiknya mengundurkan diri atau dipecat dari jabatannya.
Baca juga: Putusan MKMK Jadi Kunci Kembalikan Muruah Mahkamah Konstitusi
"DPR harus bersikap soal syarat usia. Jangan campur adukkan politik dengan hukum. Kalau kita bicara soal pemerintahan itu soal kewenangan, kewenangan yang diberikan kepada MK. Penambahan norma itu jadi preseden," sambungnya.
Hakim MK memiliki kesetaraan yang sama (kolegial) yang merupakan satu kesatuan. Di antara para hakim diikat oleh azas atau kesepakatan bersama yakni tidak boleh memutus jika ada konflik kepentingan.
"Maka harus berhenti semuanya karena semua ada masalah etik mereka satu kesatuan. Semua dianggap jelek bisa diberhentikan," tandasnya. (Sru/Z-7)
Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa biaya transportasi LPG 3 kilogram (kg) bukan merupakan obyek pajak. Hal itu ditegaskan MK pada putusannya nomor 188/PUU-XXII/2024.
Fajri menilai proses pemilihan oleh DPR tidak sesuai dengan tata cara pemilihan hakim konstitusi dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
Jalan keluarnya antara lain mengkodifikasi semua undang-undang terkait pemilu dan politik ke dalam satu payung hukum tunggal, mungkin melalui metode omnibus law.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Feri Amsari menyoroti proses seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan menggantikan posisi hakim Arief Hidayat.
Koordinator Tim Kuasa Hukum Iwakum, Viktor Santoso Tandiasa, menilai Pasal 8 UU Pers tidak memberikan kepastian hukum bagi wartawan
Masa jabatan keuchik tetap sesuai Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yakni dibatasi enam tahun.
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Tim dari Kemendagri, lanjutnya, melakukan pengecekan dan survei ke lapangan sebagai upaya penyelesaian sengketa. Menurutnya itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK soal kewenangan Bawaslu memutus pelanggaran administrasi Pilkada, pembentuk UU dapat segera merevisi UU Pilkada.
Putusan MK Nomor 104/PUU-XXIII/2025 selanjutnya akan dibahas lebih lanjut. Ia mengatakan perlu regulasi yang detail untuk menjalankan putusan MK tersebut.
Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut telah menegaskan tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilu dengan rezim pilkada.
Semua pihak harus berhati-hati dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135 tahun 2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved