Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
PAKAR hukum tata negara Universitas Sriwijaya Febrian mengapresiasi kinerja Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang sudah berupaya objektif dan transparan menggelar sidang etik hakim MK secara terbuka.
"Saya apresiasi yang sudah dijalankan oleh MKMK dan itu sudah memenuhi keadilan publik," ujarnya.
Proses yang transparan dan objektif tersebut juga menghadapkan publik untuk bersikap legawa. Sebab putusan MKMK nantinya tidak bisa menganulir putusan penambahan norma baru oleh MK dalam permohonan batas usia capres dan cawapres sebelumnya.
Baca juga: Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres Rusak Tatanan Bernegara
"Kita harus legowo dengan putusan MK. Putusan MK itu tidak bisa dianulir. Kalau itu dianulir maka terjadi ketidakpastian hukum. Tidak ada juga yang bisa menjadi bahwa pasangan itu (Prabowo-Gibran) menang," ungkapnya.
Febri yang dihubungi, Jumat (3/11) menerangkan DPR untuk bersikap setelah MKMK memutuskan keputusan final. Sedangkan hakim MK yang terbukti melanggar etik maka sebaiknya mengundurkan diri atau dipecat dari jabatannya.
Baca juga: Putusan MKMK Jadi Kunci Kembalikan Muruah Mahkamah Konstitusi
"DPR harus bersikap soal syarat usia. Jangan campur adukkan politik dengan hukum. Kalau kita bicara soal pemerintahan itu soal kewenangan, kewenangan yang diberikan kepada MK. Penambahan norma itu jadi preseden," sambungnya.
Hakim MK memiliki kesetaraan yang sama (kolegial) yang merupakan satu kesatuan. Di antara para hakim diikat oleh azas atau kesepakatan bersama yakni tidak boleh memutus jika ada konflik kepentingan.
"Maka harus berhenti semuanya karena semua ada masalah etik mereka satu kesatuan. Semua dianggap jelek bisa diberhentikan," tandasnya. (Sru/Z-7)
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Semua pihak harus berhati-hati dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135 tahun 2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal.
Titi menekankan DPR harus segera membahas RUU Pemilu sebab putusan MK tidak bisa menjadi obat bagi semua persoalan pemilu saat ini.
Bima Arya Sugiarto menilai bahwa keserentakan pemilu dan pilkada memberikan banyak manfaat dalam hal perencanaan anggaran.
Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI 2012-2017 itu menilai, putusan MK relevan dengan kebutuhan demokrasi.
Wamen adalah orang-orang profesional yang tidak dapat bekerja secara multitaksing atau mengerjakan lebih dari satu peran sekaligus.
Kebijakan memberikan rangkap jabatan komisaris BUMN ke para wamen bakal membebani keuangan negara maupun keuangan BUMN itu sendiri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved