Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Haramkan Korupsi dalam Penanganan Stunting

Candra Yuri Nuralam
26/9/2023 07:30
Haramkan Korupsi dalam Penanganan Stunting
Pakar hukum tata negara Herdiansyah Hamzah Castro menyebutkan tiga langkah untuk mencegah korupsi dalam pencegahan stunting di Indonesia.(Freepik)

SAAT ini stunting masih menjadi mimpi buruk di Indonesia. Tidak hanya untuk ibu hamil, tapi juga untuk pemerintah.

Mimpi buruk bagi pemerintah dalam penanganan stunting adalah korupsi. Penganggaran dana, dan seluruh strategi pencegahan yang sudah dibangun bakal sia-sia jika permainan kotor itu terjadi.

Pakar hukum tata negara Herdiansyah Hamzah Castro menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejatinya sudah sering memberikan masukan maupun kritik soal masalah pencegahan stunting di Indonesia. Namun, sifatnya cuma kajian belaka.

Baca juga: Korupsi Dana Stunting Bikin Kesehatan Anak Terganggu

"Cuma KPK sendiri tidak ada follow up soal indikasi salah kelola dana stunting ini," kata Herdiansyah, Selasa (26/9).

Menurut dia, ada tiga aspek yang harus dibenahi untuk mencegah terjadinya korupsi dalam pencegahan stunting di Indonesia. Pertama, mengetatkan pemantauan penyaluran anggaran. "Terutama dugaan pendanaan yang tumpang tindih antara daerah dan pusat," ujar Herdiansyah.

Baca juga: Pengurus Forum CSR DKI Jakarta Tunjuk Nahkoda Baru Lewat Musda

Lalu, dia meminta pemerintah mengetatkan pemantauan penggunaan dana pencegahan stunting. Kepala daerah dilarang membeli barang yang tidak berguna. "Soal pengadaan barang dan jasa. Banyak kritik soal pengadaan barang yang konon tidak substansial atau berhubungan langsung dengan upaya penanganan stunting," ucap Herdiansyah.

Menurut Herdiansyah, pemantauan penggunaan dana ini penting. Sebab, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah marah karena dana pencegahan stunting kebanyakan dipakai untuk rapat dan perjalanan dinas.

Terakhir, dia meminta pemerintah membuat audit khusus untuk memastikan dana pencegahan stunting tidak dikorupsi. Menurut Herdiansyah, pengawasan ini tidak bisa hanya mengandalkan inspektorat dan aparat pengawas intern pemerintah (APIP). "Tidak cukup hanya melalui inspektorat atau APIP secara internal, tapi juga mesti melibatkan kejaksaan, KPK, dan BPKP secara eksternal," kata Herdiansyah.

Alokasi masih buruk

Masalah dalam pengelolaan anggaran pencegahan stunting disebut terjadi karena buruknya alokasi yang dilakukan pemerintah daerah. Tenaga Ahli Pencegahan Korupsi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Fridolin Berek menyebut banyak uang yang sudah dicairkan digunakan untuk membeli barang yang tidak berkaitan.

"Kegagalan alokasi artinya anggaran dialokasikan untuk hal-hal yang tidak sesuai kebutuhan atau untuk hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan pemenuhan kebutuhan," ucap Fridolin.

Stranas PK mencatat ada beberapa daerah menggunakan dana pencegahan stunting untuk keperluan di luar kebutuhan ibu hamil. Seperti dibelikan motor dinas sampai memperbarui pagar Gedung Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

"Faktanya berbagai daerah justru membelanjakan anggaran stunting untuk makanan tambahan bagi anak-anak usia sekolah dan yang lebih miris lagi membelikan motor dinas bagi pegawai puskesmas atau memperbaiki pagar puskesmas," ujar Fridolin.

SIPD solusi

Stranas PK menyebut permasalahan pengelolaan dana penanganan stunting bisa dicegah jika pemerintah daerah dan memaksimalkan penggunaan sistem informasi pemerintahan daerah (SIPD). Wadah itu dibuat untuk menyentralisasi keuangan. "Nah, dengan SIPD ini sentralisasi keuangan," kata Koordinator Pelaksana Stranas PK Pahala Nainggolan.

Pahala mengatakan pemerintah daerah kerap menggunakan dana stunting seenaknya. Mereka menilai rapat dan perjalanan dinas terkait bisa dibiayai menggunakan uang tersebut. "Kalau lihat Presiden bilang gini 'dana stunting Rp10 miliar, jatuhnya buat beli makanan cuma Rp2 miliar.' Saya ngomong sama Pj Gubernur Sulbar Pak Atma dana stunting Rp30 miliar yang jadi buat makanan Rp5 miliar," ucap Pahala.

Polemik penggunaan dana itu diperparah karena kontrol pusat ke daerah terbilang lemah. Hasilnya, penggunaan uang untuk menyelesaikan masalah stunting selalu tidak sesuai.
 "Pusat tuh enggak berdaya ngontrolnya. Jadi duitnya dikasih ya terserah daerah mau dipakai buat apa," ujar Pahala.

Menurutnya, permasalahan itu bisa diselesaikan jika aplikasi SIPD mulai dioperasikan. Perangkat lunak itu didesain untuk mengontrol dan mengawasi penggunaan dana dari pemerintah pusat dan daerah.

Sistem itu mewajibkan pemerintah daerah untuk memakai dana sesuai dengan penggunaannya. Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan stakeholder terkait juga bakal mudah untuk memberikan informasi soal alokasi anggaran. "Dibagi duit (penanganan) stunting, oke, bagi tapi dikunci tuh anggaran misalnya belanja modal," kata Pahala. (Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya