Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) membacakan amat putusan terkait permohonan pengujian UU 3/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945 pada Selasa (15/8).
Dalam putusannya, MK menyatakan menolak permohonan Pemohon yang meminta masa jabatan 5 tahun bagi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berlaku surut atau mulai saat ini.
Artinya masa jabatan pimpinan KPK yang mengalami perubahan dari 4 tahun menjadi 5 tahun setelah Putusan Perkara Nomor 112/PUU-XX/2022 sudah bisa diterapkan.
Baca juga : MK Sebaiknya Tunda Sidang Uji Materi UU Pemilu Hingga Usai Pemilu
"Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima. Alasan berbeda, concurring opinion bahwa terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi a quo, terdapat alasan berbeda dari Hakim Konstitusi Saldi Isra," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam membacakan putusan MK, Selasa (15/8).
Adapun, putusan tersebut diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh 9 Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman selaku Ketua merangkap Anggota, Saldi Isra, Manahan M.P. Sitompul, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah, masing-masing sebagai Anggota.
Baca juga : MK Gelar Bimtek, PPP: Banyak Ilmu yang Didapat untuk Hadapi Pemilu 2024
Dalam pertimbangan yang dibacakan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, berdasarkan Putusan MK 112/PUU-XX/2022 memang beelaku secara umum bahwa masa jabatan pimpinan KPK selama 5 tahun.
Namun dalam pertimbangan hukum putusan tersebut sesungguhnya telah secara ekplisit mempertimbangkan masa jabatan pimpinan KPK saat ini yang akan berakhir pada tanggal 20 Desember 2023 agar mendapatkan kepastian hukum dan kemanfaatan yang berkeadilan.
"Hal ini ditegaskan dari simulasi yang dilakukan Mahkamah dalam pertimbangan hukum putusan a quo berdasarkan pada skema masa jabatan pimpinan KPK saat ini agar tidak menyebabkan dalam satu kali periode masa periode jabatan Presiden dan DPR melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dan penilaian 2 kali tersebut tidak akan berulang setidaknya pada 20 tahun mendatang," jelasnya.
Bila menggunakan skema masa jabatan pimpinan KPK saat ini diperpanjang menjadi 5 tahun maka seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK dilakukan hanya satu kali oleh Presiden dan DPR Periode 2019-2024 yaitu pada Desember 2019 yang lalu. Sedangkan seleksi atau rekrutmen untuk pengisian jabatan pimpinan KPK Periode 2024-2029 akan dilakukan oleh Presiden dan DPR periode berikutnya.
Dengan demikian, tidak ada lagi keraguan yang dimaksudkan oleh Putusan MK 112/PUU-XX/2022 yaitu masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun yang berlaku juga bagi pimpinan KPK saat ini. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 47 UU MK yang menegaskan putusan MK memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.
"Dengan kata lain, pemberlakuan masa jabatan 5 tahun juga bagi pimpinan KPK saat ini, sehingga masa jabatan tersebut akan berakhir pada tanggal 20 Desember 2024. Artinya, hal tersebut tidak bertentangan dengan asas non-retroaktif," tegas Manahan.
Manahan menambahkan bahwa petitum Pemohon dinilai tidak beralasan. Hal itu termasuk kekhawatiran Pemohon bahwa Presiden akan memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat. Begitu pula dengan anggapan bahwa Putusan MK tidak bisa berlaku surut dinilai ambigu lantaran dalam permohonan Pemohon tidak dijelaskan waktu atau periodenya.
Adapun, Perkara dengan nomor registrasi 68/PUU-XXI/2023 itu diadukan oleh Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dalam hal ini diwakili oleh Boyamin Bin Saiman selaku Koordinator dan Pendiri MAKI dan Komaryono selaku Deputi dan Pendiri MAKI. (Z-5)
Menurutnya, pelibatan publik dalam pembahasan undang-undang merupakan tanggung jawab DPR dan pemerintah, karena merupakan hak dari publik.
Ironisnya dalam praktik pengesahan UU TNI, proses pembentukannya justru terkesan politis menjadi alat kuasa dari Presiden dan DPR.
Supremasi sipil dalam UU TNI belum sepenuhnya mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi, khususnya dalam situasi jika terjadi kekosongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Empat orang mantan komisioner DKPP memohon supaya DKPP dipisahkan dari Kementerian Dalam Negeri dan nomenklaturnya diubah.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) dijadwalkan menggelar sidang perdana atas uji materi Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) siang ini, Jumat (25/4).
Ke-29 musisi dalam permohonan ini meminta agar Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta dinyatakan inkonstitusional dan tidak berkekuatan hukum.
KETUA Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berjalan stagnan.
UU KPK digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon mengajukan uji materi Pasal 30 ayat (1) dan (2) mengenai proses seleksi pimpinan KPK yang dianggap tidak sah.
Sejumlah harapan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK 2024-2029. Salah satu harapannya ialah KPK jangan tebang pilih dalam memberantas korupsi.
Saut Situmorang mengatakan lima pimpinan KPK yang baru terbentuk periode 2024-2029 berpotensi akan bekerja tidak independen dalam memberantas korupsi karena revisi UU KPK
Soleman B Ponto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XXI/2023 membenturkan kewenangan KPK dengan Kejaksaan dan TNI lewat Polisi Militer.
ICW harap pansel bisa objektif pilih kandidat Capim KPK
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved