Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Mahkamah Konstitusi (MK) diminta tunda pembahasan tentang batas usia minimal capres dan cawapres. Itu karena persoalan tersebut bukanlah isu konstitusional dan oleh karenanya sejak awal harus dinyatakan tidak diterima.
Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum menetapkan batas usia calon presiden dan wakil presiden paling rendah 40 tahun. Pasal ini sedang diuji Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan telah masuk ke pemeriksaan pokok perkara. Uji konstitusionalitas syarat minimal usia tersebut diajukan oleh tiga pihak berbeda dengan nomor perkara 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023 dan 55/PUU-XXI/2023.
“Pilihan MK melanjutkan sidang dengan memeriksa pokok perkara bukanlah langkah tepat dan konsisten dengan tugas MK, yakni memeriksa konstitusionalitas norma, hanya jika isu yang diujikan adalah isu konstitusional,” ujar Peneliti Hukum dan Konstitusi Setara Institute, Sayyidatul Insiyah, dalam siaran pers, Rabu, (9/8).
Baca juga: PP Muhammadiyah Dukung Gugatan Usia Capres/Cawapres Minimal 35 Tahun di MK
Semestinya sejak sidang pendahuluan, MK sudah bisa memutuskan bahwa uji materi batas usia minimal capres dan cawapres bukanlah isu konstitusional dan oleh karenanya sejak awal harus dinyatakan tidak diterima. Proses dismissal dalam sidang pendahuluan sebenarnya didesain untuk menyaring perkara-perkara mana yang masuk dalam kewenangan MK dan menegaskan ada tidaknya isu konstitusional dalam sebuah norma.
“Selain bukan isu konstitusional, batas usia dalam pengisian jabatan publik jelas merupakan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka, yang oleh karenanya bukan kewenangan MK untuk mengaturnya,” tuturnya.
Presiden dan DPR sebagai law maker adalah institusi yang berwenang menetapkan batasan usia tersebut. Sikap Hakim Konstitusi Saldi Isra (1/8/2023) sangatlah tepat dan diharapkan mampu membuka mata dan hati para hakim konstitusi lainnya untuk bersikap sama, bahwa soal batas usia bukanlah isu konstitusional sehingga pemeriksaan lanjutan tidak perlu dilakukan.
Baca juga: Mahfud Minta Masalah Umur Capres-Cawapres Tunggu Putusan MK
Sejak berdiri, MK telah mempertegas batasan tafsir diskriminasi yang seringkali dijadikan argumen dan dalil pengujian konstitusionalitas norma. Banyak salah kaprah penggunaan dalil diskriminasi yang sebenarnya adalah bentuk perlakuan berbeda dalam kondisi yang berbeda.
Dalam riset 10 Tahun Kinerja Mahkamah Konstitusi, Setara Institute (2013), mencatat bahwa MK telah berkontribusi memberikan batasan pemaknaan terhadap konsep diskriminasi dan non diskriminasi. Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa perlakuan berbeda dengan diskriminasi adalah berbeda.
Perlakuan berbeda dalam mengisi posisi jabatan-jabatan tertentu misalnya, dapat dibenarkan dengan menakar relevansi fungsi kelembagaan tersebut. Perlakuan berbeda atau pembedaan dapat dibenarkan sepanjang tidak didasarkan atas agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa dan keyakinan politik serta tidak dilakukan secara sewenang-wenang dan melampaui kewenangan pembentuk undang-undang.
Setara Institute meyakinkan MK untuk tidak terbawa irama politik menjelang Pemilu, dengan mempertaruhkan konsistensi, integritas dan berbagai pengetahuan yang telah diproduk sendiri oleh MK, dengan memaksakan diri menguji norma yang bukan merupakan isu konstitusional dengan argumen diskriminasi yang absurd.
MK mesti mewaspadai gejala judisialisasi politik otoritarianisme (Wiratraman, 2022) dengan mengakomodir kehendak rezim, termasuk agenda terselubung di balik pengujian norma batas usia minimal capres/cawapres hanya beberapa bulan menuju batas waktu pendaftaran. Untuk menjaga integritas Pemilu, yang tahapannya tengah berlangsung, MK sebaiknya menunda sidang perkara pengujian batas usia ini hingga Pemilu usai.
(Z-9)
Masa jabatan keuchik tetap sesuai Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yakni dibatasi enam tahun.
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Harimurti menambahkan ketidakpastian hukum ini dapat dilihat dari data empiris yang menunjukkan adanya variasi putusan pengadilan dalam memaknai Pasal 31 UU No 24 Tahun 2009.
GURU Besar Ilmu Media dan Jurnalisme Fakultas Ilmu Sosial Budaya UII, Masduki, mengajukan judicial review (JR) terkait UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pasal 65 ke MK.
DPC FPE KSBSI Mimika Papua Tengah mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ke MK
PUTUSAN MK No.135/PUU-XXII/2024 memunculkan nomenklatur baru dalam pemilu.
DPC FPE KSBSI Mimika Papua Tengah mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ke MK
Viktor meminta MK memuat larangan wamen rangkap jabatan secara eksplisit pada amar putusan, bukan hanya di dalam pertimbangan hukum.
Menurutnya, pelibatan publik dalam pembahasan undang-undang merupakan tanggung jawab DPR dan pemerintah, karena merupakan hak dari publik.
Ironisnya dalam praktik pengesahan UU TNI, proses pembentukannya justru terkesan politis menjadi alat kuasa dari Presiden dan DPR.
Supremasi sipil dalam UU TNI belum sepenuhnya mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi, khususnya dalam situasi jika terjadi kekosongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Empat orang mantan komisioner DKPP memohon supaya DKPP dipisahkan dari Kementerian Dalam Negeri dan nomenklaturnya diubah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved