Komisi I DPR Tekankan Kasus Prajurit Aktif Harus Diserahkan ke POM TNI

Fachri Audhia Hafiez
30/7/2023 08:45
Komisi I DPR Tekankan Kasus Prajurit Aktif Harus Diserahkan ke POM TNI
Komisi I DPR menilai kasus yang menjerat prajurit TNI aktif harus diserahkan ke Puspom TNI.(MI/Vicky)

ANGGOTA Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menekankan kasus hukum yang menjerat prajurit TNI aktif mestinya diserahkan ke Polisi Militer (POM) TNI. Hal ini merespons penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pengadaan proyek alat deteksi korban reruntuhan.

"Jadi dalam kasus KPK yang melakukan OTT terhadap anggota TNI aktif ya sah-sah saja dengan catatan penangkapan tersebut dilakukan secara spontan tanpa perencanaan. Lalu setelah penangkapan, harus langsung diserahkan ke POM TNI," kata Hasanuddin melalui keterangan tertulis, Minggu (30/7).

Menurut Hasanuddin, KPK mestinya melakukan koordinasi dan melibatkan POM TNI. Apabila, dalam giat hukum tersebut masih dalam tahap penyelidikan.

Baca juga: TNI Bisa Laporkan Pimpinan KPK ke Dewas Terkait Perkara Korupsi Basarnas

"Proses hukum selanjutnya seperti pengembangan kasus dan juga penetapan tersangka anggota TNI aktif harus dilakukan oleh POM TNI sesuai dengan undang-undang," ujar Hasanuddin.

Politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu menuturkan terdapat empat jenis pengadilan di Indonesia yakni pengadilan umum, pengadilan militer, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan agama. Pengadilan militer tidak bisa mengadili sipil, begitu pun pengadilan umum tak bisa mengadili militer.

Baca juga: Pemerintah Minta Akhiri Kisruh KPK TNI

"Anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum tidak diadili melalui Peradilan Sipil (umum) karena belum adanya perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Lalu, pascadiberlakukannya Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Peradilan Militer masih berwenang mengadili anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum. Kondisi ini dikuatkan Pasal 74 Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yaitu selama Undang Undang Peradilan Militer yang baru belum dibentuk maka tetap tunduk pada Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer," jelas dia.

KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan proyek alat deteksi korban reruntuhan di Basarnas. Mereka ialah Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.

Terjadi perbedaan pendapat antara KPK dan TNI terkait status tersangka Henri dan Afri. Kondisi tersebut berujung permintaan maaf oleh pimpinan KPK.

"Di sini ada kekeliruan dan kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, dalam rapat tadi menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya bisa disampaikan ke Panglima dan jajaran TNI atas kekhilafan ini, kami mohon dapat dimaafkan," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7).

Johanis menyebut kesalahan dikarenakan tim tangkap tangan tidak melibatkan TNI saat menangkap serta memproses hukum Henri dan Afri. KPK mengaku tidak memiliki wewenang untuk memprosesnya secara hukum.

"Kami paham bahwa tim penyelidik kami ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasanya, manakala melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," ucap Johanis. (Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya