Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PENGAMAT Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, penanganan kasus korupsi yang melibatkan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto, paling tepat diselesaikan dengan peradilan koneksitas.
Dijelaskan Khairul, secara normatif, baik KPK atau TNI masing-masing memiliki landasan untuk mengklaim kewenangannya. KPK memiliki kewenangan dalam pemberantasan korupsi di kalangan penyelenggara negara, terutama para pimpinannya tidak boleh lupa selain kewenangan yang diatur oleh pasal 11 UU KPK.
Namun KPK harus memperhatikan pasal 42 UU KPK yang berbunyi, 'Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum'.
Baca juga: KPK tidak Boleh Menganulir Keputusan Tersangka
"Walaupun KPK adalah otoritas dalam pemberantasan korupsi sebagaimana diatur UU, sejauh ini selain Pasal 42, tidak ada regulasi lain yang mengatur kewenangan mereka dalam penanganan perkara yang tersangkanya adalah prajurit TNI," tutur Khairul.
"Nah karena kasus ini melibatkan sipil dan prajurit aktif maka yang paling mungkin hanya penanganan secara koneksitas sesuai Pasal 42 UU KPK dan Pasal 91 KUHAP. Tapi itupun tentu harus dikoordinasikan lebih dulu," imbuhnya.
Baca juga: Penetapan Tersangka Korupsi Basarnas Sesuai Prosedur, Pimpinan KPK Tanggung Jawab Penuh
Lebih jauh, Khairul menyebut perdebatan dan adu tafsir kewenangan semacam ini bukan pertama kali terjadi. Sayangnya selama ini Mahkamah Agung, pemerintah maupun DPR tampaknya kurang political will untuk mengakhirinya dan memberi kepastian dengan sinkronisasi dan agenda perubahan UU.
"Jadi saya kira perdebatan ini juga residu masalah yang terjadi karena belum tuntasnya sejumlah agenda reformasi, baik reformasi hukum maupun reformasi sektor keamanan. Sementara, negara ini jelas harus dikelola lewat regulasi yang ada. Bukan lewat wacana dan dialektika tiada akhir," tegasnya.
Dia menjelaskan, bila kemudian KPK dan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI tidak menemui kesepakatan untuk terciptanya peradilan koneksitas, KPK dan Puspom TNI harus tetap mampu menjalin kerja sama dalam mengusut tuntas kasus ini.
Khairul menyebut, kerjasama yang terjalin antara KPK dengan Puspom TNI dalam menangani perkara korupsi sejatinya pernah dilakukan, semisal pada kasus korupsi yang menimpa instansi Bakamla beberapa tahun lalu.
"Nah sebelumnya, pada kasus korupsi di Bakamla yang juga bermula dari OTT dan melibatkan prajurit TNI aktif, KPK dan Puspom TNI justru bisa dibilang cukup mampu bekerjasama dengan baik dan perkaranya tuntas di dua lembaga peradilan, di mana pelaku dari TNI diproses dan disidangkan melalui mekanisme peradilan militer," tuturnya.
Berbicara terkait keraguan masyarakat akan keadilan dalam penanganan kasus korupsi TNI aktif dengan hukum militer, Khairul mengatakan ini seharusnya menjadi momentum bagi Propam TNI untuk menepis persepsi dan stigma itu dengan penanganan yang fair, imparsial dan transparan.
"Ada persepsi dan stigma yang terbentuk berdasar pengalaman masa lalu bahwa mekanisme peradilan militer punya kecenderungan 'protektif' terhadap prajurit TNI yang melakukan perbuatan melawan hukum. Di antaranya karena proses maupun eksekusi putusannya yang dinilai kurang transparan," tutur Khairul.
"Nah sejauh belum ada ketentuan yang bisa mengakhiri segala macam perdebatan dan keraguan itu, saya kira ini justru momentum bagi TNI untuk menepis persepsi dan stigma itu dengan sekali lagi menunjukkan komitmen konkritnya dalam penegakan hukum bagi prajurit melalui penanganan yang fair, imparsial dan transparan," tukasnya. (Rif/Z-7)
Ada spekulasi bahwa Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan. Benarkah?
Apel Gelar Pasukan Jelang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
Pada intinya, dalam netralitas ini, kami tidak akan memihak kepada golongan manapun yang sedang melaksanakan kontestasi dalam pemilu 2024.
Iyos Somantri mengapresiasi kolaborasi TNI bersama masyarakat atas keberhasilan pembangunan di Desa Tenjojaya melalui program TMMD ke-119 tersebut.
KEPALA Badan SAR Nasional (Basarnas) Henri Alfiandi mempertanyakan penetapan tersangka terhadapnya yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
BADAN Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) membenarkan adanya operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK terhadap anggotanya pada hari Selasa 25 Juli 2023 kemarin.
KPK menetapkan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan alat dan jasa di instansinya
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka pemberi suap pengadaan barang dan jasa di Badan SAR Nasional (Basarnas).
KEPALA Badan SAR Nasional (Basarnas) Henri Alfiandi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di instansinya. Dia menggunakan kode khusus
Penetapan status tersangka Kepala Basarnas sudah mendapatkan restu dan diketahui Puspom TNI.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved