Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Kemenkumham Kaji Pembentukan Kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

Rifaldi Putra Irianto
12/7/2023 17:23
Kemenkumham Kaji Pembentukan Kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Aksi massa meminta penuntasan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia(Antara/Andri Saputra)

DIREKTUR Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kementerian Hukum dan HAM Dhahana Putra mengungkapkan, saat ini pihaknya bersama sejumlah pemangku kepentingan tengah melakukan kajian terkait pembentukan kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Disebutkan Dhahana, kajian tersebut berfokus pada pasal-pasal yang dibatalkan MK pada 2006 lalu. Termasuk diantaranya terkait pasal yang mengatur bahwa pelanggaran HAM berat yang sudah di-KKR-kan menutup proses yudisial.

"Kalau kami lihat bahwa UU KKR ini dibatalkan MK karena ada tiga hal. Pertama dia terkait pasal 1 angka 9 definisi amnesti, pasal 27 dan pasal 47 yang mengatur kalau sudah di-KKR-kan menutup proses yudisial," tutur Dhahana ditemui usai melakukan pembahasan terkait rencana pembentukan kembali UU KKR, di Gran Melia Hotel, Jakarta, Rabu (12/7).

Baca juga : Sejarawan: Rumoh Geudong Termasuk Situs Sejarah Aceh

"Nah tentunya berdasarkan putusan MK itu kami pedomani hal yang sudah dibatalkan itu jangan dimasukkan (pada pengajuan UU KKR baru)," imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, MK telah mencabut UU KKR pada 2006 lalu. Padahal, kehadiran beleid tersebut dinilai mendesak untuk menyelesaikan belasan kasus pelanggaran HAM lewat jalur nonyudisal.

Baca juga : DPR Protes Penghancuran Rumoh Geudong Pidie, Saksi Pelanggaran HAM Aceh

Dijelaskan Dhahana, rencana pembentukan kembali UU KKR ini menjadi bukti bahwa pemerintah punya komitmen besar dalam upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Pemerintah punya komitmen besar dalam upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Itu terbukti dengan adanya tiga instrumen hukum KEPPRES no 17 tahun 2022, INPRES no 2 tahun 2023, KEPRES no 4 tahun 2023 itu salah satu wujudnya," ucap Dhahana.

Selain Dirjen HAM, pembahasan tersebut juga melibatkan sejumlah pihak termasuk diantaranya Kejaksaan Agung, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas HAM, Kementerian Sekretariat Negara, hingga Kementerian Luar Negeri.

Dhahana pun berharap dengan hadirnya UU KKR yang baru ini, kedepannya penyelesaian HAM berat masa lalu dapat melalui KKR serta juga bisa melalui proses yudisial maupun nonyudisial.

"Nanti kami lihat dari hasil ini kira-kira ada nggak perubahan terhadap substansi di RUU itu. Kalau ada, kita perbaiki. Harapannya sih, segera mungkin kamj sampaikan kepada presiden," tukasnya. (Z-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya