Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Sistem Proporsional Tertutup Bisa Memicu Tingginya Angka Golput

Budi Ernanto
31/5/2023 09:34
Sistem Proporsional Tertutup Bisa Memicu Tingginya Angka Golput
Petugas KPPS menunjukkan kertas suara kepada saksi pada perhitungan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU).(ANTARA/BASRI MARZUKI)

TINGGINYA angka golongan putih (golput) diprediksi terlihat jika Mahkamah Konstitusi (MK) nanti memutuskan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup atau hanya memilih gambar partai.

Apalagi sesuai hasil survei beberapa Lembaga survei dan riset big data mayoritas masyarakat dan netizen mendukung sistem proporsional terbuka.

“Analisa saya, kalau nanti MK memutuskan Pemilu tahun 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup atau hanya pilih gambar partai saja, maka tidak tutup kemungkinan akan memicu tingginya angka golong putih alais tidak ikut memilih. Apalagi kan saat ini sesuai hasil survei beberapa Lembaga survei dan riset big data mayoritas masyarakat dan netizen mendukung sistem proporsional terbuka daripada sistem proporsional tertutup,” kata akademisi Maksimus Ramses Lalongkoe dalam keterangannya, Rabu (31/5).

Baca juga: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Bisa Berdampak pada Perpolitikan Nasional

Menurut pria yang juga dosen komunikasi politik itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah golput pada Pemilu 2019 menurun 40,69% dibandingkan Pemilu 2014 yang mencapai 58,61 juta orang atau 30,22%. Menurunnya angka golput tersebut tidak terlepas dari berbagai faktor termasuk sumbangsih sistem pemilu yang bersifat proporsional terbuka. 

Masyarakat, kata Ramses, diberikan ruang yang seluas-luasnya, untuk memilih calon wakil rakyat yang sesuai dengan pilihan hati nuraninya. Sebab rakyat mengetahui siapa calon yang akan dipilih berdasarkan referensi yang diperolehnya. Sementara sistem proporsional tertutup, rakyat tidak diberi ruang untuk memilih calon wakil rakyat yang dikehendaki selain hanya memilih gambar partai. 

“Data BPS kita menunjukan, jumlah pemilih golput Pemilu 2019 menurun 40,69% disbanding Pemilu 2014, jumlah pemilih golput mencapai 58,61 juta orang atau 30,22%. Angka golput tersebut menurun tentu tidak lepas dari banyak faktor termasuk sumbangsi sistem pemilu yang bersifat proporsional terbuka, karena rakyat diberikan ruang seluasnya, untuk memilih calon wakil rakyat yang sesuai dengan pilihan hati nuraninya,” ujar Ramses. 

Baca juga: Parpol Ramai-ramai Tolak Sistem Proporsional Tertutup

Lebih lanjut Ramses mengatakan, dari realitas itu menggambarkan, rakyat mendukung penuh sistem pemilu bersifat proporsional terbuka. Namun mana kala, kelak MK memutuskan sistem tertutup ada kemungkinan rakyat merasa kecewa dan rasa kekecewaan tersebut berimplikasi pada keikutsertaannya dalam memilih.

“Setiap keputusan pasti ada implikasinya, begitupun terkait gonjang-ganjing sistem pemilu kita. Kalau nanti MK memutuskan sistemnya tertutp ada kemungkinan rakyat kecewa dan kekecewaan itu berimplikasi pada keikutsertaannya dalam memilih alias golput,” ucap Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Perkumpulan Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) ini. 

Untuk itu, mantan jurnalis ini berharap, MK perlu memikirkan secara komprehensip segala kemungkinan buruk dalam pesta demokrasi, termasuk implikasi golput dari sebuah keputusan, apalagi keputusan MK bersifat final dan mengingat. Sehingga tidak ada pilihan lain selain mendengar aspirasi publik luas. (Z-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto
Berita Lainnya