Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
TINGGINYA angka golongan putih (golput) diprediksi terlihat jika Mahkamah Konstitusi (MK) nanti memutuskan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup atau hanya memilih gambar partai.
Apalagi sesuai hasil survei beberapa Lembaga survei dan riset big data mayoritas masyarakat dan netizen mendukung sistem proporsional terbuka.
“Analisa saya, kalau nanti MK memutuskan Pemilu tahun 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup atau hanya pilih gambar partai saja, maka tidak tutup kemungkinan akan memicu tingginya angka golong putih alais tidak ikut memilih. Apalagi kan saat ini sesuai hasil survei beberapa Lembaga survei dan riset big data mayoritas masyarakat dan netizen mendukung sistem proporsional terbuka daripada sistem proporsional tertutup,” kata akademisi Maksimus Ramses Lalongkoe dalam keterangannya, Rabu (31/5).
Baca juga: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Bisa Berdampak pada Perpolitikan Nasional
Menurut pria yang juga dosen komunikasi politik itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah golput pada Pemilu 2019 menurun 40,69% dibandingkan Pemilu 2014 yang mencapai 58,61 juta orang atau 30,22%. Menurunnya angka golput tersebut tidak terlepas dari berbagai faktor termasuk sumbangsih sistem pemilu yang bersifat proporsional terbuka.
Masyarakat, kata Ramses, diberikan ruang yang seluas-luasnya, untuk memilih calon wakil rakyat yang sesuai dengan pilihan hati nuraninya. Sebab rakyat mengetahui siapa calon yang akan dipilih berdasarkan referensi yang diperolehnya. Sementara sistem proporsional tertutup, rakyat tidak diberi ruang untuk memilih calon wakil rakyat yang dikehendaki selain hanya memilih gambar partai.
“Data BPS kita menunjukan, jumlah pemilih golput Pemilu 2019 menurun 40,69% disbanding Pemilu 2014, jumlah pemilih golput mencapai 58,61 juta orang atau 30,22%. Angka golput tersebut menurun tentu tidak lepas dari banyak faktor termasuk sumbangsi sistem pemilu yang bersifat proporsional terbuka, karena rakyat diberikan ruang seluasnya, untuk memilih calon wakil rakyat yang sesuai dengan pilihan hati nuraninya,” ujar Ramses.
Baca juga: Parpol Ramai-ramai Tolak Sistem Proporsional Tertutup
Lebih lanjut Ramses mengatakan, dari realitas itu menggambarkan, rakyat mendukung penuh sistem pemilu bersifat proporsional terbuka. Namun mana kala, kelak MK memutuskan sistem tertutup ada kemungkinan rakyat merasa kecewa dan rasa kekecewaan tersebut berimplikasi pada keikutsertaannya dalam memilih.
“Setiap keputusan pasti ada implikasinya, begitupun terkait gonjang-ganjing sistem pemilu kita. Kalau nanti MK memutuskan sistemnya tertutp ada kemungkinan rakyat kecewa dan kekecewaan itu berimplikasi pada keikutsertaannya dalam memilih alias golput,” ucap Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Perkumpulan Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) ini.
Untuk itu, mantan jurnalis ini berharap, MK perlu memikirkan secara komprehensip segala kemungkinan buruk dalam pesta demokrasi, termasuk implikasi golput dari sebuah keputusan, apalagi keputusan MK bersifat final dan mengingat. Sehingga tidak ada pilihan lain selain mendengar aspirasi publik luas. (Z-6)
Delia mengungkapkan Puskapol sejak 2014 mendorong sistem proposional terbuka karena mengusung semangat pemilih bisa diberikan pilihan untuk memilih caleg secara langsung.
Yakni 70 persen kursi diisi dengan sistem proporsional terbuka, dan 30 kursi diisi oleh daftar nama yang sejak awal telah disusun oleh partai politik (party-list).
DIREKTORAT Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri telah memeriksa 10 saksi dan 6 ahli dalam kasus kasus yang melibatkan pakar hukum Denny Indrayana.
POLRI akan melakukan pemanggilan terhadap Denny Indrayana terkait dugaan penyebaran hoaks terkait putusan sistem Pemilihan Umum (Pemilu).
KPU menegaskan pemilihan legislatif pada Pemilu 2024 akan tetap menggunakan sistem proporsional daftar terbuka seperti halnya Pemilu Legislatif atau Pileg 2019
Sistem proporsional terbuka maupun sistem proporsional tertutup tidak terlepas terhadap kekurangannya masing-masing, salah satunya terkait praktik politik uang.
Pertimbangan Mahkamah itu tentu bukan hanya pepesan kosong belaka, melainkan ditopang fakta empiris.
Ayep pun mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut demi masa depan Indonesia dan memastikan hak-hak masyarakat dapat terpenuhi.
Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa, putusan MK ini membuktikan bahwa sistem proporsional terbuka sudah sesuai dengan konstitusi.
KETUA Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu RI Rahmat Bagja menilai Undang-Undang (UU) Nomor 7/2017 tentang Pemilu tidak didesain untuk kepentingan kampanye pada Pemilu 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved