Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
TERDAKWA pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E, dapat tak dipidana dengan mempertimbangkan alasan pemaaf dan pembenar yang diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP).
Sebab, ada tekanan yang dihadapi Eliezer selaku anak buah bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo saat menembak Yosua. Demikian disampaikan Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki) Yenti Garnasih.
"Kalau ternyata dia (Eliezer) itu dalam satu kondisi yang bukan keinginannya, coba lihat Pasal 48-51 KUHP, itu bahkan bisa membuat dia tidak dipidana," katanya kepada Media Indonesia, Jumat (20/1).
Beleid yang disebut Yenti di antaranya memuat ketentuan tidak dapat dipidananya orang yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, melaksanakan ketentuan undang-undang, maupun melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa berwenang.
"Banyak yang mengatakan (Eliezer) dader, pelaku. Dader itu dalam keadaan apa? KUHP mengatakan, pelaku lapangan itu bahkan bisa tidak dipidana dengan alasan pemaaf, alasan pembenar. Mestinya berkutat di situ," terang Yenti.
Dengan kondisi tersebut, peran dader atau pelaku yang disematkan pada Eliezer perlu dicermati ulang. Menurut Yenti, perbuatan Eliezer menembak Yosua memang melawan hukum.
Namun, Eliezer dinilai tidak dapat menolak perintah Sambo karena kondisi psikologis. Oleh karena itu, ia tidak sepakat dengan argumentasi bahwa Eliezer berani membunuh, sementara terdakwa lain, yaitu Ricky Rizal, tidak.
Baca juga: Jaksa Gagal Wujudkan Keadilan bagi Eliezer
"Bukan di situ letaknya. Eliezer tidak berani menolak (perintah Sambo), itu artinya karena dia dalam kondisi tertekan. Ricky Rizal karena mungkin lebih senior dibandingkan Eliezer, berani menolak. Di sini miss-nya," jelas Yenti.
Yenti juga menyebut Eliezer memiliki jasa yang luar biasa untuk mengungkap perkara tersebut di pengadilan. Ini tidak terlepas dengan status justice collaborator (JC) yang diperoleh Eliezer dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Fadil Zumhana menegaskan opini yang mengatakan Eliezer tidak dapat dipidana adalah hal yang salah. Ia menyebut Eliezer seharusnya dapat menolak perintah Sambo seperti halnya Ricky saat disuruh menembak Yosua.
"Maka kami menuntut pertanggungjawaban (Eliezer) sebagai dader, sebagai pelaku. Pak Sambo itu sebagai intellectual dader yang punya niat untuk menghabisi nyawa orang," jelas Fadil.
"Dia (Eliezer) melaksanakan perintah yang salah, ya harus dipidana," pungkasnya.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara 12 tahun kepada Eliezer. Tuntutan itu lebih berat ketimbang tiga terdakwa lainnya, yaitu Ricky, Kuat Ma'ruf, dan Putri Candrawathi. Ketiganya dituntut 8 tahun penjara. Adapun Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup. (OL-4)
Penaikkan status ke tahap penyidikan menujukan tim khusus (timsus) bekerja sangat cepat. Namun, tetap menerapkan kaidah-kaidah pembuktian secara ilmiah.
Tim khusus gabungan pengusutan kasus tewasnya Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat juga menyita rekaman CCTV dalam perjalanan dari Magelang ke Jakarta.
Dedi mengatakan ada dua hp Brigadir Yosua yang tengah diperiksa labfor. Dia menyebut tim labfor masih bekerja.
PENGAMAT Kepolisian Bambang Rukminto menilai kesalahan Polri dalam kasus tewasnta Brigadir J ialah tak membuka hasil autopsinya ke publik.
"Kalau dari Perhimpunan Kedokteran Forensik Indonesia yang saya sudah dapatkan informasi ada tujuh orang,"
Kapolsek Metro Menteng Ajun Komisaris Besar Netty Rosdiana Siagian mengatakan, Bundaran HI bukan untuk tempat melakukan aksi.
HARI-HARI ini, nyaris setiap pagi, ribuan pasang mata terpaku pada layar televisi.
Fadil menjelaskan maksud kedatangannya untuk memberikan support kepada Sambo. Hal ini terkait dua ajudan Sambo yang terlibat adu tembak
Johnson Panjaitan menyatakan pihaknya ingin membuat laporan resmi terlebih dahulu agar kasus yang menimpa keluarga Brigadir J tidak berpolemik dan menjadi kontroversi.
“Sudah diserahkan ke pihak penyidik semuanya (barang milik Brigadir J yang ada di rumah Pak Sambo). Yang saya ketahui seperti itu,” ujar Arman
“Pak Sambo sudah diperiksa kok dua kali oleh tim yang dibentuk Pak Kapolri,” ungkap Arman saat dihubungi wartawan pada Senin, 18 Juli 2022.
“Mengenai pemeriksaan terhadap Pak Ferdy Sambo, apabila Komnas HAM ingin melakukan pemeriksaan pasti Pak Sambo akan hadir untuk memberikan keterangan,"
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved