Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
MANTAN Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) ABRI, Mayjen (Purn) Syamsu Djalal sangat prihatin terhadap para korban mafia tanah di Tanah Air. Karenanya dia mendesak pemerintah segera menyelesaikan konflik pertanahan dan tidak bertele-tele.
"Kasihan nasib para korban mafia tanah di Tanah Air. Pemerintah harus secepatnya menyelesaikan konflik pertanahan, tanpa harus bertele-tele. ‘Ikan Sepat, Ikan Gabus, Bukan Ikan Lele. Lebih Cepat, Lebih Bagus, Bukan Bertele-Tele," kata Syamsu Djalal yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI), Sabtu (7/1) siang, di Sekretariat Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI), Simprug, Jakarta, Selatan.
Sedangkan Ketua Umum FKMTI, SK Budiardjo secara tegas mengatakan, sejak awal berdirinya, lembaga yang dipimpinnya telah mendorong pemerintah membentuk sebuah badan khusus untuk menyelesaikan konflik pertanahan.
“Sejak awal berdiri, FKMTI sangat ingin konflik pertanahan diselesaikan secara cepat. Karenaya Kami mengusulkan agar dibentuk badan khusus untuk penyelesaian konflik pertanahan secepat mungkin. Kalau perlu sebelum masa jabatan Presiden Jokowi berakhir,” tandasnya.
Budiardjo sangat berterima kasih dengan dukungan yang diberikan sejumlah lembaga kepada FKMTI untuk memperjuangkan nasib korban mafia tanah di Tanah Air.
“Hari ini kami sangat berterima kasih sekali kepada Pak Syamsu Djalal bersama LMPI-nya, serta teman-teman dari PGI, MUI, NU, PPM, FKPPI, GBN, dan MATAKIN, yang mendukung penuh upaya kita untuk menyelesaikan konflik pertanaan di Tanah Air,” lanjutnya.
Ditambahkan, kalau kasus mafia tanah penanganannya masih seperti sekarang, maka akan semakin banyak rakyat Indonesia yang menjadi korban. “Ada mantan Kapolda, mantan Menlu, artis, telah menjadi korban mafia tanah. Kalau sistemnya masih seperti sekarang, terbuka peluang semakin banyak rakyat Indonesia yang menjadi korban mafia tanah,” tegasnya.
Sementara itu dalam pernyataan bersama yang dibacakan siang tadi, MUI, NU, PGI, LMPI, PPM, FKPPI, GBN, FKMTI, MATAKIN, meminta Presiden Jokowi segera memberantas mafia tanah sampai ke beking-bekingnya.
Mereka juga mendesak pejabat yang melindungi kepentingan mafia tanah segera dicopot, meminta penyelesaikan konflik pertanahan tuntas sebelum , segera diterbitkannya Perppu penyelesaian konflik pertanahanan, dan segera membentuk Peradilan Adhoc untuk kasus perampasan tanah. (OL-13)
Wamenkum Sebut RUU KUHAP Berasal dari Usulan Masyarakat
Tom Lembong mengatakan perkara yang ia hadapi selama hampir 9 bulan tersebut membuatnya paham bagaimana karut-marutnya sistem penegak hukum di Indonesia.
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
Dengan masih adanya praktik penyiksaan dalam proses-proses penyelidikan maupun penyidikan, maka itu tidak akan memecahkan suatu perkara
PRESIDEN Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 yang mengatur pembebasan bersyarat bagi saksi pelaku yang bertindak sebagai justice collaborator.
Namun, Listyo enggan menanggapi lebih jauh soal pembubaran satgas yang dibentuk Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu. Dia meyebut Polri kini fokus pada fungsi pencegahan.
Pemerintah daerah agar memastikan pembentukan Satgas Ormas di seluruh kabupaten/kota dan rutin mengevaluasi kinerjanya.
Tim Unit Ranmor dan Tim Opsnal Unit Reskrim Polsek Bantar Gebang menangkap kedua pelaku pada 19 Juli 2025
Rakornas ini sebagai bagian dari rangkaian menuju Musyawarah Besar (Mubes) Ormas MKGR 2025 yang akan diselenggarakan di Jakarta, pada 29–31 Agustus mendatang.
Kemendagri membenarkan adanya aturan yang melarang organisasi masyarakat (ormas) untuk mengenakan seragam yang menyerupai TNI atau Polri.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 368 KUHP terkait pemerasan, dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
SOSIOLOG Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina mengatakan pemerintah perlu mengevaluasi kembali keberadaan organisasi masyarakat (ormas) yang ada saat ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved