Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
POLEMIK Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) masih terus bergulir di tengah masyarakat. Banyak poin atau pasal yang ditentang lantaran dinilai sebagai copy paste peninggalan kolonial dan bahkan tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia sendiri.
Di lingkup sosial, RUU KUHP yang tengah dibahas pemerintah bersama DPR mencantumkan pasal perzinaan. Di pasal 147 ayat 2, pihak yang dapat mengadukan adalah keluarga, suami/istri dan anak dalam kejadian perzinaan.
"Harusnya komponen masyarakat juga dimasukan sebagai pihak yang dapat melakukan aduan. Sebab perzinahan ini bisa saja terjadi dalam kehidupan di masyarakat dan bahkan tempat prostitusi," ujar Dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Syaifudin kepada Media Indonesia, Kamis (4/8).
Syaifudin mengatakan bahwa kejadian perzinaan yang tidak diketahui keluarga bisa saja lolos dari jeratan hukum. Padahal sesuai nilai dan norma bangsa Indonesia, maupun budaya dan agama perbuatan itu jelas sangat bertentangan dan publik pun hanya bisa menjadi penonton.
Pelibatan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial sangat penting dalam menjaga moral bangsa. Bagaimana pun budaya bangsa Indonesia sangat berbeda dengan budaya barat yang dibawa kaum kolonial.
"Jadi jika ada oknum melakukan perzinaan di tempat prostitusi misalnya, dimana pihak keluarga tidak mengetahui, maka masyarakat bisa mengadukan masalah ini ke pihak berwajib bahwa ada perbuatan perzinaan terjadi. Termasukan juga misalnya kalau perzinaan itu terjadi di hotel, maka pihak manajemen hotel bisa melakukan aduan," imbuh Syaifudin.
Baca juga: Mahfud Pastikan Kasus Ferdy Sambo Segera ada Tersangka
Dia mencontohkan kasus perzinaan yang terjadi di fasilitas publik dan bahkan dilakukan oleh oknum terpandang seperti kepala sekolah. Bila RUU KUHP pasal perzinaan tetap seperti itu, maka masalah sosial seperti ini akan sulit ditangani. Hal itu pun akan berdampak pada moral bangsa, karakter generasi bangsa yang kemudian akan menilai perzinaan sebatas masalah individu.
"Misalnya belum lama ini masyarakat menangkap oknum pelaku kepala sekolah sedang melakukan perzinahan di kamar mandi sebuah tempat ibadah, ini masyarakat bisa juga mengadukan," kata dia.
Syaifudin berharap agar pemerintah dan DPR bisa menerima berbagai masukan dari masyarakat. Pelibatan publik dalam RUU KUHP sangat penting bagi keberhasilan bangsa dan penegakan hukum di Tanah Air.
"Harapannya agar pembuat regulasi dapat menerima segala masukan dari masyarakat dan juga sebelum disahkan menjadi UU perlu kembali melibatkan berbagai komponen masyarakat untuk mengkritisi RUU ini," tandasnya.(OL-4)
Ada yang menarik pada 10 perintah Allah kepada Nabi Musa dalam kitab suci Taurat dengan sembilan perintah dan larangan Allah kepada Nabi Muhammad SAW dalam kitab suci Al-Qur'an.
Dalam tafsirnya, Quraish Shihab menghitung ada sembilan larangan Tuhan atau dosa besar pada dua ayat itu.
Dalam Roma 2:12-16 disebutkan bahwa Tuhan sudah menuliskan 10 perintah-Nya (hukum Taurat) dalam hati sanubari setiap manusia.
Salah satu hadis nabi tentang 10 pelaku dosa besar yang dinilai berbuat kufur kepada Allah SWT diterangkan dalam Kitab Nashaihul Ibad halaman 61-62 karya Syekh Muhammad Nawawi Banten.
Menurutnya, sistem penegakan hukum terpadu seharusnya menjadi kesatuan rangkaian antarpenegak hukum untuk menanggulangi kejahatan.
Hukuman mati tidak lagi menjadi pidana pokok tapi pidana khusus. Ini menjadi politik hukum baru dan menjadi suatu jalan tengah
INDONESIA harus berbangga dengan memiliki produk hukum asli dan menanggalkan produk hukum kolonial.
PASAL perzinaan dalam KUHP yang baru dipastikan tidak akan berdampak negatif terhadap sektor pariwisata dan investasi di Indonesia.
RUU KUHP, merupakan RUU terlama yang dibahas oleh DPR hingga disahkan.
Dia menegaskan yang dilarang itu adalah penghinaan terhadap presiden. Sedangkan kritik terhadap pemerintah maupun kepala negara diperkenankan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved