Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

LHP Tidak Jelas Sidang Pajak PT JJSW Melawan Dirjen Pajak Ditunda

Mediaindonesia.com
31/5/2022 00:10
LHP Tidak Jelas Sidang Pajak PT JJSW Melawan Dirjen Pajak Ditunda
Dokumen dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sulit dibaca karena hasil fotocopynya buram(dok.ist)

SIDANG kedelapan gugatan pajak PT PT Jesi Jason Surja Wibowo (JJSW) melawan Direktur Jenderal Pajak (tergugat) ditunda. Sebab sidang yang mengagendakan keterangan saksi ahli tidak bisa membaca Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), dikarenakan dokumen LHP tidak bisa terbaca.

Kuasa Hukum PT JJSW, Alesandro Rey dari Rey & Co Jakarta Attorneys menyatakan tergugat terlambat hadir dalam sidang kedelapan ini. Bahkan ketika Majelis Hakim membuka persidangan setengah jam kemudian pun tergugat masih juga belum hadir.

"Seharusnya hakim bersikap adil dan konsisten soal waktu, karena kami pada sidang ketiga 7 Maret 2022 sempat ada misskomunikasi masalah waktu jadwal sidang yang mengakibatkan kami terlambat pun Majelis hakim tetap membuka dan melanjutkan persidangan tepat waktu tanpa kehadiran penggugat, sehingga terlihat jelas Majelis Hakim tidak bersifat adil," ungkap Rey, Senin (30/5)

Sidang gugatan pajak ini, dipimpin Hakim Ketua, Nany Wartiningsih SH, MSi, dan Benny Fernando Tampubolon SE, MM, MAk, MHum, selaku Hakim Anggota.

Dalam sidang ini, Rey menyampaikan penjelasan terkait dasar dibuatnya Laporan Polisi No. LP/B/2085/IV/2022/SPKT/Polda Metro Jaya tanggal 22 April 2022 atas dugaan tindak pidana Membuat Surat Palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diduga dilakukan oleh Mohamad Rifki Rachman selaku Kepala KPP Pratama Boyolali sekitar April 2022 di Jakarta dan atas dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang diduga dilakukan oleh Dody Doharman dan Tumijan Kriswanto selaku tim sidang mewakili Dirjen Pajak sekitar April 2022 di Jakarta.

Seharusnya agenda sidang mendengarkan keterangan ahli, jelas Rey, kami mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim untuk menunda agenda tersebut dikarenakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diberikan kepada penggugat berupa hardfile terdapat beberapa halaman yang tidak terbaca dan kabur fotocopy serta tidak dilengkapi dengan daftar lampiran.

Penggugatpun melampirkan bukti permintaan ulang asli LHP tersebut berupa softfile melalui email sebanyak 4 (empat) kali namun tidak direspon oleh Panitera Majelis Hakim VIIIA.

Bahwa Ketua Majelis Hakim VIIIA menyampaikan respon kepada Penggugat bahwa tidak perlu mengirimkan email yang tidak perlu dengan alasan tidak diresponnya email penggugat dikarenakan pihak Paniterapun juga tidak memiliki softfile yang diminta.

Bahwa halaman-halaman yang tidak terbaca dan kabur tersebut salah satunya memuat mengenai pembuktian Tergugat mengenai adanya Indikasi Transfer Pricing sehingga Penggugat perlu tahu dasar dari tindakan Tergugat melakukan Pemeriksaan Pajak tanpa dasar kewenangan selama 2 (dua) tahun kurang 2 (dua) hari tersebut, sehingga Penggugat bisa menyiapkan Bantahan terhadap dasar yang menjadi keyakinan Tergugat mengenakan alasan adanya indikasi Transfer Pricing untuk pemeriksaan pajak yang telah lewat jangka waktu tersebut.

Dikarenakan dasar acuan lamanya waktu pemeriksaan berupa Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan (SP2L) Nomor PEMB 000137/WPJ.32/KP.1005/RIK.SIS/2019tanggal 28 Agustus 2019  yang diterbitkan oleh Tergugat sendiri (Kepala KPP Pratama Boyolali) memuat perintah bahwa pemeriksaan pajak dilakukan selama 4 (empat) Bulan.

Namun demikian apabila sesuai dengan Pasal 15 ayat 2 PMK 17/2013 std. PMK 18/2021, jangka waktu maksimal pengujian pemeriksaan pajak yaitu hanya 6(enam) bulan dan bukan 2 (dua) tahun kurang 2 (dua) hari, sehingga Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) harus disampaikan kepada Wajib Pajak usai jangka waktu pengujian 6 (enam) bulan periksaan tersebut berakhir.

Didalam daftar lampiran LHP yang kabur fotocopynya tersebut juga terdapat Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang dichecklist yang mana surat tersebut merupakan salah satu objek Posita Gugatan yang Penggugat ajukan, karena tidak pernah diterbitkan dan disampaikan kepada Penggugat selama pemeriksaan.

Surat tersebut merupakan dasar pelimpahan wewenang dari Kepala KPP Boyolali kepada Tim Pemeriksa Pajak dan surat tersebut wajib diperlihatkan Tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak sesuai dengan amanat Pasal 11 PMK 17/2013 std. PMK 18/2021 yang berbunyi; Dalam melakukan Pemeriksaan untuk  menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib: b. memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu melakukan Pemeriksaan;”

Selain SP2 dalam Laporan LHP yang tidak diberikan/diperlihatkan oleh Dirjen Pajak selaku Tergugat, Penggugat juga tidak diberikan asli 3 (tiga) Surat Pemberitahuan Perpanjangan jangka waktu Pengujian Pemeriksaan yang diduga kabur.

Dengan diberikannya LHP yang tidak jelas dan kabur tersebut membuat Penggugat tidak dapat menanyakan hal yang dimuat dalam LHP Tergugat. terkait posita dan petitum Penggugat kepada Ahli sehingga penggugat jelas merasa dirugikan dalam hal ini.

Bahwa Kemudian Majelis Hakim setuju untuk menunda agenda mendengarkan keterangan ahli ke sidang berikutnya dan memerintahkan Tergugat untuk segera menyampaikan Dokumen LHP berikut lampirannya berupa Softfile ke panitera agar bisa segera diteruskan kepada Penggugat untuk ditelaah.

“Kami mohon kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung serta Ketua Komisi Yudisial untuk melakukan pengawasan dan mengawal jalannya persidangan antara PT Jesi Jason Surja Wibowo melawan Dirjen Pajak," tutup Rey. (OL-13)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya