Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Restorative Justice Kejaksaan Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Diapresiasi PBB

Tri Subarkah
21/5/2022 17:15
Restorative Justice Kejaksaan Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Diapresiasi PBB
Gedung kejaksaan Agung(MI/Pius Erlangga)

KEBIJAKAN penghentian perkara melalui mekanisme restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif mendapat apresiasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (United Nation Office on Drugs and Crime/UNODC) menilai penerapan RJ oleh Kejaksaan Republik Indonesia menjadi salah satu yang terbaik di dunia dilihat dari sisi kecepatan penanganannya.

Hal itu disampaikan Country Manager and Liaison to ASEAN dari UNODC Collie F Brown saat melakukan pertemuan dengan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung dalam pertemuan Promoting Restorative Justice: Strengthening The Rule of Law Through Restorative Justice Approach for Victim and Offenders pada Rabu (18/5).

Selain dari sisi kecepatan, RJ oleh Kejaksaan juga diapresiasi akibat kontrol yang dimiliki jaksa penuntut umum. Sejauh ini, lebih dari 1.000 perkara telah dihentikan dalam proses penuntutan. Menurut Collie, RJ yang diterapkan di Indonesia bisa dijadikan contoh penegakan hukum modern bagi negara lain untuk meminimalkan perkara masuk ke pengadilan.

Atas penghargaan tersebut, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meminta jajarannya jangan jumawa. Ia mendorong agar Korps Adhyaksa menjadikan apresiasi dari PBB itu sebagai motivasi untuk bekerja lebih baik guna meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Terkait perkara narkotika, Burhanuddin sendiri telah mengeluarkan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021. Pedoman itu ditujukan kepada jaksa penuntut umum sehingga memiliki acuan menangani kasus penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi. 

Baca juga : Komisi II Harap RUU DOB Papua Dibahas Secepatnya

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, gagasan itu melahirkan pembentukan rumah rehabilitasi di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

"Mengingat 80% kasus yang ditangani Kejaksaan adalah perkara narkotika dan 95% adalah mereka yang menjadi korban alias pengguna," kata Ketut melalui keterangan tertulis, Sabtu (21/5).

Ketut mengatakan, Jaksa Agung prihatin jika penyalahguna disamakan dengan pengedar narkotika. Kejagung menilai rehabilitasi, baik fisik/psikis dan sosial, sangat penting dilakukan bagi penyalahguna narkotika sebagai korban. Dengan demikian, mereka bisa kembali lagi ke masyarakat jika sudah dinyatakan sembuh.

"Apabila sudah dinyatakan sembuh, tidak memiliki stigma negatif sebagai pecandu atau pelaku tindak pidana dengan harapan mereka bisa kembali ke masyarakat dengan baik," jelas Ketut.

Untuk menyukseskannya, Kejagung meminta dukungan pemerintah daerah mengenai operasional dan pembangunan rumah rehabilitasi tersebut. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya