Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Terkait Peristiwa Paniai, Kejagung belum Mau Libatkan Penyidik Ad Hoc

Tri Subarkah
31/3/2022 08:46
Terkait Peristiwa Paniai, Kejagung belum Mau Libatkan Penyidik Ad Hoc
Kejaksaan Agung(Dok MI)

JAKSA Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah percaya diri dengan jajarannya untuk mengusut dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada Peristiwa Paniai 2014. Sampai saat ini, proses penyidikan hanya dilakukan penyidik Direktorat Pelanggaran HAM Berat pada JAM-Pidsus, tanpa melibatkan penyidik ad hoc.

"Saya rasa belum (perlu melibatkan penyidik ad hoc). Ini kan masih berjalan juga. Sampai saat ini anak-anak (penyidik) juga enggak ada kesulitanlah ya, masih lancarlah. Kan itu nanti juga terbuka," ujar Febrie di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu (30/3) malam.

Febrie juga menepis anggapan pihaknya tidak menjalin komunikasi dengan keluarga korban maupun melakukan pendampingan proses advokasi. Menurutnya, penyidik telah beberapa kali berangkat ke Paniai dan melakukan pemeriksaan saksi di kantor Kejaksaan Tinggi Papua.

Baca juga: Kejagung Geledah Kemenperin Terkait Korupsi Impor Besi Baja 

Nihilnya komunikasi Kejagung dengan keluarga korban peristiwa Paniai sebelumnya diutarakan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). 

Melalui keterangan pers, Senin (28/3), Kontras juga mengkritisi Kejagung yang belum menggunakan kewenangannya untuk mengangkat penyidik ad hoc.

Diketahui, kewenangan tersebut diakomodasi dalam Pasal 21 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kontras percaya pelibatan unsur masyarakat sipil dalam tim penyidik mampu menciptakan proses penyidikan yang partisipatif dan independen.

Sejak Selasa (29/3) sampai Rabu (30/3), sudah ada empat orang yang diperiksa penyidik sebagai saksi terkait dugaan pelanggaran HAM berat Paniai. Mereka berinisial MMJ, HH, IW, dan WH. Empat orang itu melengkapi daftar panjang saksi yang telah diperiksa jajaran Direktorat Pelanggaran HAM Berat JAM-Pidsus.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, melalui keterangan tertulis, Jumat (25/3) lalu, menyebut ada 61 orang yang telah diperiksa selama proses penyidikan. Sebanyak enam orang di antara mereka merupakan ahli yang terdiri dari ahli forensik, ahli balistik pengujian senjata api, ahli hukum humainter, ahli HAM yang berat, ahli legal forensik, dan ahli hukum militer.

Sementara itu, 55 orang lainnya adalah saksi yang terdiri dari unsur sipil (8 orang), Polri (17 orang), TNI (24 orang), serta tim investigasi bentukan Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (6 orang).

Febrie menyebut, saat ini, pihaknya masih mengumpulkan alat bukti terkait peristiwa yang terjadi pada 7 dan 8 Desember 2014. Sebab, beberapa calon saksi meminta pemeriksaan ditunda. Ditanya ihwal pemeriksaan Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih yang menjabat pada 2014, Febrie enggan menjawab dengan pasti.

Kendati demikian, ia optimistis perkara itu akan mampu dibawa sampai ranah penuntutan. 

"Kalau dilihat proses penyidikan, ya jelas kan. Arahnya pasti kalau umpamanya ini bisa, alat bukti cukup, bisa ada penetapan tersangka. Pasti muaranya ke sana (pengadilan)," pungkasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya