Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Pusako: Keterwakilan Ideal Perempuan di KPU-Bawaslu Minimal 50%

Tri Subarkah
13/2/2022 16:45
Pusako: Keterwakilan Ideal Perempuan di KPU-Bawaslu Minimal 50%
Ilustrasi(ANTARA)

DIREKTUR Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari menyebut, idealnya, keterwakilan ideal perempuan sebagai anggota KPU dan Bawaslu paling sedikit 50%. Ini disebabkan karena jumlah pemilih perempuan di Indonesia lebih banyak ketimbang laki-laki.

"Pemilih perempuan lebih banyak, sekitar 26 ribu lebih banyak daripada pemilih laki-laki," kata Feri dalam konferensi pers daring, Minggu (13/2).

Baca juga: Sanksi Sosial Layak Diberikan pada Pelaku Pelecehan Seksual

Menurut Feri, anggota KPU maupun Bawaslu perempuan akan memahami kendala yang dihadapi para pemilih perempuan. Ia yakin kebijakan yang diambil oleh anggota perempuan akan pro terhadap isu perempuan itu sendiri.

Komisi II DPR RI akan melaksanakan fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027. Dari 14 calon anggota KPU, empat di antaranya perempuan. Nantinya, hanya ada tujuh nama saja yang terpilih menjadi anggota KPU.

"Mestinya kan bukan perempuannya tiga, laki-lakinya empat, tapi perempuannya empat, laki-lakinya tiga," sebut Feri.

Sementara itu, Komisi II DPR RI hanya akan memillih lima dari 10 calon anggota Bawaslu. Di antara nama-nama calon anggota Bawaslu, hanya ada tiga calon perempuan.

Feri mengatakan penambahan jumlah anggota perempuan dalam KPU dan Bawaslu sangat penting untuk memastikan keterwakilan perempuan. Hal ini untuk mengantisipasi lahirnya kebijakan-kebijakan yang bias jender. Di sisi lain, ia juga menyinggung anggota penyelenggara pemilu laki-laki lebih rentan melakukan pelanggaran etik ketimbang anggota perempuan.

Oleh sebab itu, ia tidak memungkiri adanya tantangan politis dalam seleksi pemilihan calon anggota KPU dan Bawaslu. Feri berpendapat, ada kecenderungan dari DPR untuk memilih calon yang mudah melanggar etik dan bermasalah.

"Karena ada pertimbangan bukan tidak mungkin kongkalikong penyelenggara pemilu lebih mudah dilakukan," tandasnya. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya