Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
UNDANG-UNDANG Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI memberikan jaksa kewenangan untuk mengajukan peninjauan kembali (PK). Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan menegaskan dalam Putusan Nomor 33/PUU-XIV/2016 perihal pengujian konstitusionalitas Pasal 263 ayat 1 Undang?Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bahwa jaksa tidak berhak mengajukan PK.
Seorang warga negara bernama Ricki Martin Sidauruk menguji konstitusionalitas norma pada Pasal 30C huruf a Undang-Undang Kejaksaan yang memberikan kewenangan kepada jaksa untuk melakukan PK ke MK. Ia beralasan keberadaan aturan itu menyimpangi putusan MK.
"Berlakunya pasal a quo berpotensi menimbulkan ketidakpastian atau ambiguitas dalam pelaksanaan PK. Karenanya hak pemohon memperoleh jaminan penegakan hukum yang berkeadilan dan berkepastian hukum nyata-nyata terlanggar akibat berlakunya Pasal 30C huruf h Undang-Undang Kejaksaan," ujarnya dalam sidang uji materi dengan agenda pemeriksaan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (3/2).
Pemohon mendalilkan bahwa upaya hukum PK dilandasi filosofi pengembalian hak dan keadilan seseorang yang meyakini dirinya mendapat perlakuan tidak berkeadilan yang dilakukan oleh negara berdasarkan putusan hakim. PK dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya sebagai hukum luar biasa. Menurutnya PK ditujukan untuk kepentingan terpidana guna melakukan upaya hukum luar biasa, bukan kepentingan negara maupun kepentingan korban. Ia pun meminta Mahkamah menyatakan pasal itu bertentangan dengan UUD 1945.
Merepons permohonan itu, majelis panel yang diketuai Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan anggota Daniel Yusmic P. Foekh dan Manahan MP Sitompul memberikan nasihat dan masukan perbaikan. Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul meminta pemohon melihat kembali penjelasan Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan mengenai alasan jaksa bisa mengajukan PK.
"Nah, menurut Saudara, kira-kira apa yang dimaksud itu sudah ratio legis-nya, ada atau tidak? Ya, itu yang dari
saya," ujarnya.
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic menambahkan, kejaksaan mewakili negara dalam melindungi kepentingan keadilan bagi korban, termasuk bagi negara dengan menempatkan kewenangan jaksa secara profesional pada kedudukan yang sama dan seimbang dengan hak terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan PK. PK, imbuh dia, yang diajukan oleh oditurat dikoordinasikan dengan kejaksaan, jaksa dapat melakukan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan didakwakan telah terbukti, akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan. "Nah mungkin Saudara Pemohon, kalau sekiranya bisa juga melengkapi dengan risalah pembahasan Undang-Undang Kejaksaan setidak-tidaknya Pasal 30C ini," ujarnya.
Ketua Panel Hakim Konstitusi Suhartoyo menjelaskan di Undang-Undang Kejaksaan ada kekhususan. Substansi yang boleh diajukan PK oleh jaksa hanya kalau ada putusan yang menyatakan terdakwa terbukti, tetapi tidak dipidana. "Bukan semua putusan pidana bisa di-PK atau putusan bebas bisa di-PK," ucapnya.
Suhartoyo mencontohkan pada putusan ontslag. Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana.
Ia juga menyebut kasus dugaan korupsi Jiwasraya. "Kemarin Jiwasraya, ya, mengikuti Saudara? Jiwasraya kalau tidak salah kan terbukti, tetapi kemudian pidananya nol, kan? Nah, nol itu pidana apa bukan? Nah, ini yang menarik untuk Saudara elaborasi," terangnya.
Baca juga: Abdullah Hehamahua Cs Gugat UU IKN ke MK
Untuk diketahui, dalam Putusan MK No.33/PUU-XIV/2016, MK memutus konstitusionalitas Pasal 263 ayat 1 KUHAP yang dimohonkan Anna Boentaran, istri terpidana kasus cessie (hak tagih) Bank Bali Djoko S Tjandra senilai Rp904 miliar. Intinya, MK menegaskan jaksa penuntut umum tidak bisa mengajukan permohonan PK, kecuali terpidana atau ahli warisnya sesuai bunyi tafsir Pasal 263 ayat 1 KUHAP itu. (OL-14)
Berkat kolaborasi tersebut, Bapenda Kabupaten Bekasi sepanjang 2024 berhasil menagih pajak mencapai Rp83 miliar
Presiden Prabowo Subianto meneken Perpres Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia.
TNI tidak boleh masuk ke dalam substansi penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan, karena itu bukan tugas dan fungsinya.
Keterlibatan TNI dalam pengamanan kejaksaan hanya dapat dilakukan dalam situasi tertentu. Bukan sebagai pengamanan yang bersifat rutin atau melekat setiap hari.
Penempatan jumlah prajurit TNI bakal menyesuaikan kebutuhan masing-masing satuan kejati dan kejari.
Ketua Komisi I DPR Utut Adianto merespons soal kebijakan pengamanan oleh prajurit TNI untuk Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari).
Investigasi akan mencakup beberapa tuduhan penting, termasuk rencana darurat militer yang gagal dilaksanakan oleh Yoon.
Prajurit TNI AD akan ditugaskan untuk melindungi jaksa dalam bekerja seperti saat bersidang di pengadilan ataupun ketika sedang menjalani proses penyelidikan.
DIREKTUR Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara Terhadap Jaksa oleh TNI dan Polri dicabut
Selain melegitimasi pelindungan jaksa oleh personel TNI, perpres baru itu juga mengatur pelindungan dari Polri untuk anggota keluarga jaksa
Kegagalan untuk memisahkan penegakan hukum (urusan dalam negeri) dan urusan pertahanan adalah langkah nyata membangkitkan dwifungsi TNI itu sendiri
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved