Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Kejagung Beberkan Pro-Kontra Kebiri Kimia Terhadap Predator Seks Anak

Tri Subarkah
28/12/2021 17:48
Kejagung Beberkan Pro-Kontra Kebiri Kimia Terhadap Predator Seks Anak
Ilustrasi(MI/Seno)

JAKSA Agung Muda Bidang Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana mengungkap pro kontra di balik penerapan hukuman tambahan kebiri kimia kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Fadil menjelaskan bahwa mekanisme hukuman kebiri kimia telah difasilitasi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020.

"Reformulasi kebijakan kriminal ini pada hakikatnya sejalan dengan pembaruan hukum pidana dan pemidanaan yang tidak lagi beroirentasi pada penghukuman dan pemenjaraan terhadap pelaku, tapi juga dengan memperhatikan tujuan pemulihan terhadap terpidana," kata Fadil dalam webinar yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Pakuan, Selasa (28/12).

Menurutnya, pihak yang menilai kekerasan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa melihat PP tersebut sebagai implementasi atas amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Regulasi itu dianggap memiliki nilai prefentif yang lebih tinggi sehingga membuat orang lain tidak melakukan hal serupa.

Selain itu, regulasi kebiri kimia akan membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam mempekerjakan mantan terpidana pelecahan seksual terhadap anak. Kebiri kimia juga diharapkan bisa memberikan ancaman psikologis sebab hal itu dianggap sebagai langkah rehabilitasi terhadap pelaku.

Di sisi lain, PP Nomor 70 Tahun 2020 juga dinilai masih menyisakan sederet permasalahan. "Seperti tidak mengatur secara komprehensif, jelas, dan detail mengenai proses pelaksanaan, pengawasan dan pendanaan terhadap pelaksanaan kebiri kimia," ujar Fadil.

Masalah lainnya adalah adanya kemungkinan pelaku divonis tidak bersalah melakukan tindak pidana melalui putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. Hal ini meninggalkan tanda tanya bagaimana mekanisme rehabilitasi maupun ganti kerugian terhadap terpidana yang sudah terlanjur dieksekusi kebiri kimia.

Lebih lanjut, Fadil juga menyebut bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak mengeksekusi hukuman kebiri karena bertentangan dengan kode etik dan disiplin profesi kedokteran yang berlaku universal. Bahkan, dokter yang tidak tergabung dengan IDI juga terikat dengan ektiket yang sama.

"Tentunya hal tersebut menjadi permasalahan tersendiri ketika jaksa selaku eksekutor putusan hakim meminta dokter melaksanakan tindakan kebiri kimia. Sementara tugas tersebut bertentangan dengan kode etik profesi kedokteran. Di saat yang bersamaan, pelaskanaan ptusuan hakim juga merupakan suatu kewajiban undang-undang," pungkasnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya